Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Iklan hentikan kekerasan terhadap anak yang di buat di website famm.or.id |
Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan Tindak Pidana Kekerasan Seksual- Anak merupakan anugrah yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam dirinya melekat harkat, martabat serta Hak Asasi Manusia. Anak sebagai aset berharga bagi bangsa dan Negara dimasa akan datang harus dijaga dan dilindungi. Hal ini karena bagaimanapun juga di tangan anak-anak lah bangsa dan Negara ini akan ditentukan arah dan tujuannya.
Dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014, dijelaskan bahwa anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak sebagai tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa memiliki peran strategis, ciri, dan sifat khusus sehingga wajib dilindungi dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia. Sehingga perlu adanya perlindugan bagi anak.
Namun realita yang ada dilapangan tidak semulus yang diharapkan. Harapan seakan selalu menjadi sebuah harapan kalau anak yang digadang sebagai investasi sosial yang hasilnya akan terlihat sekian tahun kemudian, tidak mendapat perhatian khusus dalam proses pengembangan potensi dirinya.
Artikel terkait: Tips Mencegah Kekerasan Terhadap Anak Wajib Dilaksanakan
Terlebih dewasa ini banyak terjadi kekeraasan baik dilingkup Nasional ataupun dalam lingkup Daerah dalam hal ini adalah Kabupaten Jepara. Dari data yang dikeluarkan oleh BPPKB Kabupaten Jepara selama lima tahun belakangan ini. Tahun 2010 ada 81 kasus perlindungan anak 39 kasus KDRT, pada tahun 2011 ada 59 kasus perlindungan anak 32 kasus KDRT, 2012 ada 37 kasus perlindungan anak 55 kasus KDRT, 2013 ada 60 kasus perlindungan anak 46 KDRT dan pada tahun 2014 ada 65 kasus perlindungan anak 28 KDRT.(lihat Grafik gambar 1)
Data diatas menunjukan bahwa tiap tahunnya sering terjadi kekerasan terhadap anak baik secara fisik ataupun secara yang lebih keji yaitu kekerasan seksual. Lantas apa yang salah dari seorang anak yang seharusnya dilindungi malah justru menjadi salah satu objek korban kekerasan?. Menurut Heddy Shri Ahimsa-Putra, dkk. (1999) mensinyalir pengaruh faktor budaya terhadap kecenderungan terjadinya tindak kekerasan yang dialami oleh anak-anak. Di berbagai masyarakat umumnya ada hubungan yang secara natural asimetri antara anak dan orang dewasa. Dalam hal ini anak dalam posisi yang lebih lemah dan juga lebih rendah. Orang dewasa secara sadar maupun tidak yang menciptakan ketidakseimbangan kultural dalam hubungan mereka dengan anak yang sifatnya menguntungkan orang dewasa dan mereka menanamkan hal ini pada diri anak. Akhirnya anak menerima hubungan asimetri tersebut sebagai suatu hal yang biasa dan hubungan asimteri merupakn akar dari berbagai tindak kekerasan orang dewasa terhadap anak.
Hal itu juga selaras dengan yang dikatakan oleh kepala BPPKB Kabupaten Jepara, Inah Nuroniah, “Kondisi sekarang dengan dahulu berbeda, apa lagi banyak yang melatarbelakangi perubahan kondisi sosial masyarakat. Persoalan pertama adalah budaya. Budaya yang sudah bergeser dengan perkembangan zaman pada sekarang juga berpengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat. Kemudian yang kedua adalah tentang pendidikan, bahwa pendidikan anak berawal dari sebuah keluarga, tumbuh kembang anak didalam sebuah keluarga. Sekarang tinggal keluarga itu, apakah bisa melaksanakan fungsinya dalam mendidik anggota keluarganya atau putra-putrinya dengan tantangan permasalahan yang ada pada masyarakat sekarang.”
Terlebih dewasa ini banyak terjadi kekeraasan baik dilingkup Nasional ataupun dalam lingkup Daerah dalam hal ini adalah Kabupaten Jepara. Dari data yang dikeluarkan oleh BPPKB Kabupaten Jepara selama lima tahun belakangan ini. Tahun 2010 ada 81 kasus perlindungan anak 39 kasus KDRT, pada tahun 2011 ada 59 kasus perlindungan anak 32 kasus KDRT, 2012 ada 37 kasus perlindungan anak 55 kasus KDRT, 2013 ada 60 kasus perlindungan anak 46 KDRT dan pada tahun 2014 ada 65 kasus perlindungan anak 28 KDRT.(lihat Grafik gambar 1)
Data diatas menunjukan bahwa tiap tahunnya sering terjadi kekerasan terhadap anak baik secara fisik ataupun secara yang lebih keji yaitu kekerasan seksual. Lantas apa yang salah dari seorang anak yang seharusnya dilindungi malah justru menjadi salah satu objek korban kekerasan?. Menurut Heddy Shri Ahimsa-Putra, dkk. (1999) mensinyalir pengaruh faktor budaya terhadap kecenderungan terjadinya tindak kekerasan yang dialami oleh anak-anak. Di berbagai masyarakat umumnya ada hubungan yang secara natural asimetri antara anak dan orang dewasa. Dalam hal ini anak dalam posisi yang lebih lemah dan juga lebih rendah. Orang dewasa secara sadar maupun tidak yang menciptakan ketidakseimbangan kultural dalam hubungan mereka dengan anak yang sifatnya menguntungkan orang dewasa dan mereka menanamkan hal ini pada diri anak. Akhirnya anak menerima hubungan asimetri tersebut sebagai suatu hal yang biasa dan hubungan asimteri merupakn akar dari berbagai tindak kekerasan orang dewasa terhadap anak.
Hal itu juga selaras dengan yang dikatakan oleh kepala BPPKB Kabupaten Jepara, Inah Nuroniah, “Kondisi sekarang dengan dahulu berbeda, apa lagi banyak yang melatarbelakangi perubahan kondisi sosial masyarakat. Persoalan pertama adalah budaya. Budaya yang sudah bergeser dengan perkembangan zaman pada sekarang juga berpengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat. Kemudian yang kedua adalah tentang pendidikan, bahwa pendidikan anak berawal dari sebuah keluarga, tumbuh kembang anak didalam sebuah keluarga. Sekarang tinggal keluarga itu, apakah bisa melaksanakan fungsinya dalam mendidik anggota keluarganya atau putra-putrinya dengan tantangan permasalahan yang ada pada masyarakat sekarang.”
Keluarga dan Pencegahan Kekerasan Seksual
Keluarga memegang peran yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian anak (karakter). Sehingga baik dan buruknya kepribadian anak dimasa akan datang kelak banyak dipengaruhi dari proses pendidikan yang ada didalam keluarga. Karena keluarga merupakan pendidikan pertama sebelum penddikan lain yang dienyam oleh anak. “Jadi saya pikir dengan perkembangan zaman sekarang ini banyak sekali tantangan yang di hadapi oleh masyarakat terutama dalam keluarga, sehingga pendidikan dalam keluarga sangat penting.” Imbuh Inah NuroniahDampak yang signifikan dari tindak kekerasan seksual adalah psikologi anak akan mengalami goncangan yang hebat. Korban yang sebagian besar dialami perempuan akan mengganggap dirinya sudah tidak gadis. Dalam beberapa kasus bila psikologi korban kekerasan tidak dapat disembuhkan maka psikologinya akan terganggu. Ada sebuah kemungkinan bahwa seorang yang menjadi korban kekerasan seksual akan menjadi Pekerja Seks Komersial karena menggangap dirinya tidak suci dan tidak gadis lagi. Hal tersebut terjadi karena status kegadisan (keperawanan) masih dianggap sebuah status yang tinggi dalam kebudayaan yang ada di Indonesia.
Dampak Kekerasan Seksual
Selain itu, Jangka pendek dari tindak pidana kekerasan seksual adalah akan mengalami mimpi-mimpi buruk, ketakutan yang berlebihan pada orang lain, dan konsentrasi menurun yang akhirnya akan berdampak pada kesehatan. Sedangkan dampak jangka panjang yang mungkin terjadi adalah fobia dengan hubungan seks. Dan juga Korban kekerasan seksual atau perkosaan dalam kehidupannya akan cenderung mengalami penderitaan “rangkap tiga”, yaitu pada saat kejadian, pada saat diperiksa penyidik dan menjadi pemberitaan dimedia massa. (Masalah Sosial Anak, 2010).
Masih banyak kasus kekerasan seksual yang belum tertangani bukan karena pemerintah yang kurang menfasilitasi penanganan korban. Melainkan banyak dari masyarakat yang menjadi korban kekerasan enggan melaporkan disebabkan belum pernah bersentuhan dengan masalah Hukum. Serta biasanya keluarga korban beranggapan kejadian itu akan menjadi sebuah aib dalam keluarga. “Masih banyak kasus-kasus kembali dalam masyarakat. Jadi kami mengharapkan kita secara bersama-sama dengan masyarakat harus mendukung dan bergerak serta Keluarga harus juga menyadari bahwa harus memberi perlindungan yang terbaik terhadap anggota keluarga.” Imbuh Ina Rohania.
Upaya perlindungan yang dapat dilakukan berkaitan dengan kekerasan pada anak ini dapat dilakukan dengan pendekatan kesehatan pada masyarakat (public health), yaitu melalui usaha promotif, preventif, diagnosis, kuratif, dan rehabilitatif. Dua usaha yang pertama ditujukan bagi anak yang belum menjadi korban (non-victim) melalui kegiatan pendidikan masyarakat dengan tujuan utama menyadarkan masyarakat (public awarness) bahwa kekerasan pada anak merupakan penyakit masyarakat yang akan menghambat tumbuh kembang anak yang optimal, oleh karenanya harus dihapuskan. Sedangkan dua usaha terakhir ditujukan bagi anak yang telah menjadi korban (victim) dengan tujuan utama memberikan tata laksana korban secara menyeluruh (holistic) meliputi aspek media, psikologis, sosial, termasuk di dalamnya upaya reintegrasi korban ke dalam lingkungannya semula. Upaya perlindungan di atas dapat dilaksanakan oleh professional dibidangnya masing-masing di satu pihak dan media di pihak lain.
Dalam hal promotif, prefentif, diagnosis dan rehabilitasi merupakan salah satu tugas Negara yang harus dilaksanakan melaui badan yang ada dilingkup kordisasi secara langsung “Untuk memberikan pelayanan terhadap masyarakat kita membentuk kelembagaan Pelayanan yaitu Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (PPT PPA). Itu merupakan koordinasi didalam melakukan kegiatan dan pencegahan. Disitu juga terlibat masyarakat karena tidak hanya SKPD yang menjadi anggotanya” tutur Ina Rohania.
“Dalam pencegahan BPPKB Kabupaten Jepara membentuk PPT PPA yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pencegahan dan sosialisasi pada masyarakat.” tambah Ina.
Oleh karena itu perlu adanya pencegahan dalam tindak pidana kekerasan seksual supaya hal-hal tersebut tidak akan terjadi. Namun melakukan pencegahan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan dan belum tentu sesuai dengan yang diharapkan.
Upaya perlindungan yang dapat dilakukan berkaitan dengan kekerasan pada anak ini dapat dilakukan dengan pendekatan kesehatan pada masyarakat (public health), yaitu melalui usaha promotif, preventif, diagnosis, kuratif, dan rehabilitatif. Dua usaha yang pertama ditujukan bagi anak yang belum menjadi korban (non-victim) melalui kegiatan pendidikan masyarakat dengan tujuan utama menyadarkan masyarakat (public awarness) bahwa kekerasan pada anak merupakan penyakit masyarakat yang akan menghambat tumbuh kembang anak yang optimal, oleh karenanya harus dihapuskan. Sedangkan dua usaha terakhir ditujukan bagi anak yang telah menjadi korban (victim) dengan tujuan utama memberikan tata laksana korban secara menyeluruh (holistic) meliputi aspek media, psikologis, sosial, termasuk di dalamnya upaya reintegrasi korban ke dalam lingkungannya semula. Upaya perlindungan di atas dapat dilaksanakan oleh professional dibidangnya masing-masing di satu pihak dan media di pihak lain.
Dalam hal promotif, prefentif, diagnosis dan rehabilitasi merupakan salah satu tugas Negara yang harus dilaksanakan melaui badan yang ada dilingkup kordisasi secara langsung “Untuk memberikan pelayanan terhadap masyarakat kita membentuk kelembagaan Pelayanan yaitu Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (PPT PPA). Itu merupakan koordinasi didalam melakukan kegiatan dan pencegahan. Disitu juga terlibat masyarakat karena tidak hanya SKPD yang menjadi anggotanya” tutur Ina Rohania.
“Dalam pencegahan BPPKB Kabupaten Jepara membentuk PPT PPA yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pencegahan dan sosialisasi pada masyarakat.” tambah Ina.
Oleh karena itu perlu adanya pencegahan dalam tindak pidana kekerasan seksual supaya hal-hal tersebut tidak akan terjadi. Namun melakukan pencegahan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan dan belum tentu sesuai dengan yang diharapkan.
Artikel terkait: Tips Mencegah Kekerasan Terhadap Anak Wajib Dilaksanakan
“Jadi kami mengharapkan kita secara bersama-sama dengan masyarakat harus mendukung dan bergerak untuk melaksanakan pencegahan. Serta keluarga harus menyadari bahwa harus memberi perlindungan yang terbaik terhadap anggota keluarga.” Pesan dari Ina kepada masyarakat
Sehingga hemat saya dalam pencegahan dan penanganan tindak pidana kekerasan seksual perlu penanganan semua leading sektor yang ada didalam masyarakat. Baik oleh LSM, Pemerintah, organisasi profesi dan sosial maupun orang perorang untuk mencari jalan keluar dalam bentuk pencegahan dan penanganan tindak pidana kekerasan seksual.
Demikian artikel saya tentang Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan Tindak Pidana Kekerasan Seksual, semoga dapat bermanfaat bagi untuk mencegah kekerasan teradap anak.
*Artikel pernah dimuat pada majalah SHIMA Edisi 14 yang diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa Fakultas Syari'ah dan Hukum UNISNU Jepara pada tahun 2015
good
ReplyDeleteartikelnya sangat bermanfaat untuk mencegah kekerasan.
ReplyDeletebagus nih artikel. harus dibaca untuk mencegah kekerasan anak.
ReplyDeleteartikelnya sangat bermanfaat, semoga kel;uarga saya tidak ada yang mengalami kekerasan.
ReplyDelete