0
Sejarah Penerapan Hukum Perdata di Indonesia
Sejarah Penerapan Hukum Perdata di Indonesia - Sebelum kita menegetahui hukum perdata yang ada di Indonesia alangkah baiknya terlebih dahulu kita ketahui sejarah dari hukum perdata yang ada di Indonesia. Berbicara masalah sejarah penerapan hukum perdata di Indonesia adalah hal yang paling penting sebelum kita mengenal dari obyek permasalahan yang akan kita bahas. Sejarah pada umumnya melatarbelakangi dari suatu kejadian atau peristiwa yang telah tejadi. Begitupun dengan sejarah dari hukum perdata yang ada di Indonesia.

Sejarah hukum perdata Indonesia berasal dari Prancis yang berinduk pada Code Civil Prancis. Pada zaman pemerintahan Napoleon Bonaparte, Prancis pernah menjajah Belanda dan Code Civil Prancis diberlakukan di Belanda. Setelah Belanda merdeka dari penjajahan Prancis, Belanda menginginkan pembentukan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, BW) sendiri yang bebas dari Pengaruh Prancis. Keinginan Belanda tersebut terealisasi dengan cara membentuk kodifikasi hukum perdata Belanda yang diselesaikan pada tanggal 5 Juli 1830 dan direncanakan pemberlakuannya pada tanggal 1 Februari 1831. Meskipun BW Belanda itu adalah bentukan kodifikasi bentukan nasional Belanda, isi dan bentuknya sebagian besar serupa dengan Code Civil Prancis.
Artikel terkait: Pengertian dan Macam-macam Alat Pembuktian Perdata

Karena Belanda pernah menjajah Indonesia (waktu itu disebut Hindia Belanda), maka BW Belanda diupayakan agar dapat diberlakukan pula di Indonesia dengan cara dibentuk BW Indonesia yang sususan dan isinya serupa dengan BW Belanda. Kemudian BW Indonesia disahkan oleh Raja pada tanggal 16 Mei 1846 yang diundangkan melalui Stb. Nomor 23 Tahun 1847 dan dinyatakan berlaku pada tanggal 1 Mei 1848. Setelah Indonesia berhasil merdeka dari penjajahan Belanda, berdasar atas aturan peralihan UUD 1945 maka BW Indonesia tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan oleh undang-undang baru berdasar atas UUD ini. BW Indonesia ini disebut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia yang disingkat KUHPdt sebagi induk hukum perdata Indonesia. BW Indonesia ini sebagian materinya sudah dicabut berlakunya dan diganti dengan Undang-undang RI.

Setelah Indonesia merdeka, berlakunya Hukum Perdata seperti ini jelas berbau kolonial yang membeda-bedakan warga Negara Indonesia berdasar pada keturunannya. Selain itu materi yang diatur dalam KUHPdt sebagian ada yang tidak sesuai dengan Pancasila sebagai dasar Negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Atas dasar pertimbangan situasi dan kondisi sebagai bangsa dan Negara yang merdeka dan dalam rangka penyesuaian hukum kolonial ke dalam hukum Indonesia, maka pada tahun 1962 Dr. Sahardjo, S.H. (pada saat itu menjadi Mentri Kehakiman RI), mengeluarkan gagasan yang menganggap KUHPdt sebagai himpunan hokum perdata tidak tertulis, sehingga dapat dipedomani semua warga Negara Indonesia.

Surat Earan Mahkamah Agung tentang KUHPdt

Atas dasar gagasan Mentri Kehakiman RI Dr. Sahardjo, S. H. tersebut, Mahkamah Agung RI pada tahun 1963 mengeluarkan surat edaran Nomor 3 Tahun 1963 yang ditujukan kepada semua Ketua Pengadilan Tinggi dan Ketua Pengadilan Negri di seluruh Indonesia. Isi edaran tersebut adalah bahwa Mahkamah Agung RI mengenggap tidak berlaku lagi, antara lain pasal-pasal KUHPdt berikut ini
  • Pasal 108 dam 110 KUHPdt tentang wewenang seorang istri untuk melakukan perbuatan hukum dan untuk menghadap di muka pengadilan tanpa izin atau bantuan suaminya.
  • Pasal 284 KUHPdt mengenai pengakuan anak yang lahir diluar perkawinan oleh seorang perempuan Indonesia asli.
  • Pasal 1682 KUHPdt yang mengharuskan penghibahan dengan akta notaris.
  • Pasal 1579 KUHPdt yang menentukan bahwa dalam hal sewa menyewa barang.
  • Pasal 1238 KUHPdt yang menyimpulkan bahwa pelaksaan suatu perjanjian hanya dapat diminta dimuka pengadilan apabila gugatan ini didahului oleh suatu penagihan tertulis.
  • Pasal 1460 KUHPdt tentang resiko seorang pembeli barang.
  • Pasal 1603x ayat (1) dan (2) KUHPdt yang mengadakan diskriminasi antara orang Eropa di suatu pihak dan orang bukan Eropa di lain pihak mengenai perjanjian perburuhan.

Setelah kita mengetahui sejarah dari Hukum Perdata di Indonesia, kiranya kita juga perlu ketahui tentang hukum perdata, sumber hukum perdata, dan ruang lingkup dari hukum perdata. Karena tidak etis lagi jika kita sibuk membicarakan masalah sejarah akan tetapi kita tidak mengetahui dari ojek dari materi yang akan kita bahas.
Artikel terkait: Sejarah dan Kedudukan Hukum Perdata Islam di Indonesia

Jadi, Hukum Perdata adalah segala aturan hokum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain dalam hidup bermasyarakat. Hubungan hukum perdata dapat terjadi karena perjanjian antara pihak yang satu dengan yang lain, ketentuan undang-undang yang saling menguntungkan bagi pihak-pihak, dan ketentuan undang-undang yang merugikan orang lain. Hubungan hukum antara orang yang satu dengan yang lain itu menciptakan hak dan kewajiban timbal balik bagi pihak-pihak yang sifatnya mengikat. Itu artinya wajib dipenuhi dengan iktikad baik, tidak boleh dibatalkan secara sepihak.

Sumber-sumber Hukum Perdata di Indonesia

Hukum perdata dapat bersumber dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt), Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), dan Undang-Undang Republik Indonesia. KUHPdt dan KUHD berbentuk kodifikasi yang tidak memerlukan aturan pelaksanaan lebih lanjut pemberlakuannya. Undang-Undang RI adalah hukum yang dibentuk oleh badan pembentuk Undang-Undang RI yang pada umumnya masih memerlukan aturan pelaksana berupa peratutan pemerintah, peraturan presiden, dan peraturan daerah provinsi dan peraturan dearah kabupaten/kota.

Hukum Perdata juga dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu hukum perdata tertulis (dalam arti luas) yang umumnya berupa aturan perundang-undangan yang dibuat pembentuk undang-undang RI, dan hukum perdata tidak tertulis (dalam arti sempit) yang juga umum disebut hukum adat/kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat tertentu dalam wilayah Negara Indonesia sebagai hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, yang dibuat dan diakui oleh masyarakat, bukan dibuat oleh pembentuk undang-undang.

Timbulnya hukum karena manusia karena manusia hidup bermasyarakat. Hukum mengatur hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat serta mengatur cara melaksanakan dan mempertahankan hak dan kewajiban tersebut. Hukum perdata yang mengatur hak dan kewajiban dalam hubungan hubungan bermasyarakat disebut hukum perdata materiel. Sedangkan hukum perdata yang mengatur cara melaksanakan dan mempertahankan hak dan kewajiban disebut hukum perdata formal. Hukum perdata formal biasanya disebut hukum acara perdata. Hukum perdata materiel diatur dalam Buku I, II, III, yang mengatur segala permasalahan mengenai orang sebagai pendukung hak dan kewajiban, keluarga sebagai unit masyarakat terkecil, harta kekayaan, dan pewarisan. Sedangkan mengenai cara melaksanakan dan mempertahankan hak dan kewajiban perdata diatur dalam hukum acara perdata sebagai bidang kajian hukum yang berdiri sendiri dan diatur dalam Buku IV dan hokum acara perdata.


Daftar Bacaan


  • Muhammad, Prof. Abdulkadir. Hukum Perdata Indonesia. PT. Citra Adtya Bakti. Bandung. 2010
  • Nuruddin, Dr. H. Amiur. dan Tarigan, Drs. Azhari Akmal. Hukum Perdata Islam. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. 2006
  • Mertokusumo, Prof. Dr. Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia. Liberty. Yogyakarta. 2009
  • http://www.google.com

Post a Comment

Silahkan di Share kalau dianggap bermanfaat

 
Top