0
Narkoba dalam perspektif agama islam
Bahaya Narkoba (Gambar: Google)
Penyalahgunaan dan bahaya narkoba di kalangan muda dan remaja tidak dipungkiri masih banyak di lingkungan sekitar kita. Karena memang dampak akibat narkoba bagi kesehatan dan masa depan memang tidaklah sedikit. Akan banyak yang dikorbankan oleh karena penyalahgunaan narkotika semacam ini.

Menurut WHO yang dimaksud dengan pengertian definisi narkoba ini adalah suatu zat yang apabila dimasukkan ke dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi fisik dan atau psikologi (kecuali makanan, air, atau oksigen).

Sedangkan berdasarkan pada Undang-Undang No 27/1997 yang dimaksud dengan Narkotika adalah zat atau obat-obatan yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun sistematis, yang dapat menurunkan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Perlu juga membahas mengenai Narkoba dari segi agama Islam dan hukum yang mengatur didalamnya.

A. Pengertian Narkoba

Narkoba (narkotika dan obat/bahan berbahaya) tidak dijelaskan secara gamblang dalam Islam. Alquran bahwa menyebutkan istilah khamr. Meskipun demikian, jika suatu hukum belum ditentukan statusnya, dapat diselesaikan melalui metode qiyas.

Secara etimologis, narkoba diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan kata المخدرات yang berasal dari akar kata خدر- ىخدر- تخدىر yang berarti hilang rasa, bingung, membius, tidak sabar, menutup, gelap atau mabuk. 
(Baca: Kirab Kebangsaan)

Sementara itu secara terminologis narkoba ialah setiap zat yang apabila dikonsumsi akan merusak fisik dan akal, juga membuat orang menjadi mabuk atau gila. Hal demikian dilarang oleh undang-undang positif. Contoh narkoba antara lain ganja, opium, morfin, heroin, dan kokain. Narkoba memang termasuk kategori khamr (minuman keras), tetapi bahayanya lebih berat disbanding zat itu sendiri. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Al-Sayyid Sabiq, “sesungguhnya ganja itu haram. Diberikan sanksi had terhadap orang yang menyalagunakannya, sebagaimana diberikan sanksi had peminum khamr. Ganja itu lebih keji dibandingkan dengan khamr. DItinjau dari sifatnya, ganja dapat merusak akal sehingga dapat menjadikan laki-laki seperti banci dan memberikan pengaruh buruk lainnya. Ganja dapat menyebabkan seorang berpaling dari mengingat Allah dan Shalat. Di samping itu, ganja termasuk kategori khamr yang secara lafal dan maknawi telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya”.

B. Narkoba Hukum Pidana Nasional

Secara etismologi narkoba (narkotika) berasal dari bahasa Inggris, yaitu narcose atau narcosis yang berarti menidurkan dan pembiusan. Narkotikaberasal dari bahasa Yunani, yaitu narke atau narkam yang berarti sehingga tidak merasakan apa-apa. Narkotika berasal dari perkataan narcotic yang artinya sesuatu yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan efek stupor (terbius).

Secara terminologis, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, narkoba atau narkotika adalah obat yang dapat menenangkan saraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa mengantuk atau merangsang. Narkotika secara umum adalah semua zat yang mengakibatkan kelemahan atau pembiusan atau mengurangi rasa sakit.

Definisi lain Narkotika ialah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bahan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis sekaligus dapat menyebabkan penurunan atau penambahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri, serta menimbulkan ketergantungan. Menurut istilah kedokteran, narkotika ialah obat yang dapat menghilangkan rasa sakit dan nyeri dari organ-organ rongga dada dan rongga perut, menimbulkan efekstupor atau terbius yang lama dalam keadaan masih sadar, dan menimbulkan adiksi atau kecanduan.

Maksud narkotika dalam UU No. 22/1997 adalah tanaman papever, opium mentah, opium masak seperti candu, jicing, dan jicingko; opium obat; morfina; tanaman koka;daun koka; kokaina mentah; kokaina; ekgonina; tanaman ganja; damar ganja; dan garam-garam atau turunan morfina, termasuk Cathinone yang baru diketemukan di Indonesia yang konon awalnya dari kawasan Timur Tengah. Adapun bahan-bahan lain, baik alamiah, sintesis, maupun semisintesis yang belum disebutkan dan dapat menimbulkan ketergantungan, ditetapkan oleh menteri kesehatan sebagai narkotika. Sementara itu beberapa jenis narkoba yang cukup popular yaitu opium, morfin, ganja, kokain, heroin, shabu-shabu, ekstasi, putaw, alkohol dan sedatif/hipnotika.

Pasal-Pasal yang mengatur tentang Narkoba sebagaimana berikut:
Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut :

Pasal 111 UU RI No. 35 Tahun 2009 (bagi tersangka kedapatan memiliki narkotika dalam bentuk tanaman)

Pasal 111:(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 112 UU RI No. 35 Tahun 2009[bagi tersangka kedapatan memiliki narkotika dalam bentuk bukan tanaman]
Pasal 112:

1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 114 UU RI No. 35 Tahun 2009[bagi tersangka kedapatan mengedarkan narkotika]
Pasal 114
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 127 UU RI No. 35 Tahun 2009[bagi tersangka yang merupakan korban lahgun narkotika, bisa direhab]

Pasal 127
(1) Setiap Penyalah Guna:

  • Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;
  • Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan
  • Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

(2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103.

(3) Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Peran serta masyarakat

Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, masyarakat bisa berpartisipasi dalam Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba:

Pasal 104 Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta dalam membantu upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 105
Masyarakat mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.

Pasal 109
Pemerintah memberikan penghargaan kepada Penegak Hukum dan Masyarakat yang telah berjasa dalam upaya pencegahan, pembarantasan, penyalahguaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika

Dalam Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1997, sanksi bagi pelaku kejahatan psikotropika?

Pasal 60 UU RI No. 5 Tahun 1997:
(1) barang siapa:
Memproduksi psikotropika selain yang ditetapkan dalam ketentuan Pasal 5, atau
Memproduksi atau mengedarkan psikotropika dalam bentuk obat yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, atau

Memproduksi atau mengedarkan psikotropika yang berupa obat yang tidak terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab dibidang kesehatan sebagaimana dimaksiud dalam Pasal 9 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda 200juta rupiah.

(2) Barang siapa menyalurkan psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal 12 ayat 2 dipidanakan dengan pidana penjara, paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak 100 juta rupiah

(3) Barang siapa menerima penyalur psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal 12 ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan pidana denda paling banyak 60 juta rupiah

(4) Barang siapa menyerahkan psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal 14 ayat 1, 2, 3 dan 4 dipidana dengan pidana penjara 3 tahun dan pidana denda paling banyak 60 juta rupiah

(5) Barangsiapa menerima penyerahan psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (3),

(4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan pidana denda paling banyak 60 juta rupiah. Apabila yang menerima penyerahan itu pengguna maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 bulan

Pasal 62 UU RI No. 5 Tahun 1997Barang siapa secara tanpa hak memiliki, menyimpan, dan atau membawa psikotropika dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 100 juta (pengguna)

Pasal 71 UU RI No. 5 Tahun 1997
  1. barang siapa bersekongkol atau bersepakat untuk melakukan, melaksanakan, membantu, menyuruh turut melakukan, menganjurkan atau mengorganisasikan suatu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, 62, dan Pasal 63 dipidana sebagai pemufakatan jahat
  2. Pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan ditambah sepertiga pidana yang berlaku untuk tindak pidana tersebut (produksi)

Dalam Pasal 196 dan Pasal 197 Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 196:
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 197:
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

C. Penyalagunaan Narkoba

Pertama kali narkoba digunakan untuk kepentinan pengobatan dan menolong orang sakit. Sejak zaman prasejarah, manusia sudah mengenal zat psikoaktif berupa dedaunan, buah-buahan, akar-akaran, dan bunga dari berbagai jenis tanaman yang ditanam yang sudah lama diketahui manusia purba akan efek farmatologinya. Sejarah mencatat, ganja sudah digunakan orang sejak tahun 2700 SM. Opium pun telah digunakan bangsa Mesir Kuno untuk menenangkan orang yang sedang menangis. Meskipun demikian, di samping zat-zat tersebut dignakan untuk pengobatan, tidak jarangpula digunakan untuk kenikmatan.
(Baca juga: Pengertian dan Sejarah Isro' Mi'roj)

Dalam kehidupan Arab Jahiliyah, tradisi meminum minuman keras sangat kental sehingga tidak dipisahkan. Budaya itu dianggap sebagai kenikmatan tertinggi dan merupakan prestasi tersendiri ketika seorang sedang mabuk.

Sementara itu, hasyis (ganja) telah disalahgunakan Hasyasyin (salah satu sekte Syi’ah Isma’iliyah). Nizar Al-Mustansir, putra sulung Al Muntasir (Khalifah Fatimiyah) memanfaatkan sekte ini untuk membentuk Negara Isma’iliyah Nizariyah. Pemimpin Hasyasyin menuntut kesetiaan pengikutnya dengan membuat mereka mabuk. Dengan cara ini mereka merasakan kenikmatan, sehingga mereka bersedia mati untuk memperoleh kembali kenikmatan “surgawi” itu. Ketika pemimpin Hasyasyin memerintahkan pengikutnya untuk membunuh seorang pejabat, ia berjanji akan membawa si pengikut kembali ke surge jika berhasil melaksanakannya.

Seiring dengan peralihan zaman yang ditandai dengan kemajuan teknologi, maka manusia dapat mengolah zat-zat psikoaktif tersebut dengan cara yang canggih pula. Pada tahun 800-an manusia telah dapat menemukan proses penyulingan. Sebelumnya minuman keras hanya memiliki kadar alcohol kurang dari 15% karena dibuat dengan fermentasi alamiah. Sementara itu hubungan antarbangsa di dunia yang juga bertambah pesat. Berawal dari bangsa barat yang berhasil menemukan zat psikoaktif di wilayah Asia, Afrika, dan Amerika menyebabkan tersebarnya zat tersebut ke seluruh penjuru dunia. Begitu pua dengan kemajuan di bidang teknologi telekomunikasi dan media massa, berimplikasi pada tersebarnya zat psikoaktif dan semakin bertambahnya kasus-kasus penyalahgunaan narkob.

D. Status Hukum Penyalagunaan Narkoba

Status hukum narkoba dalam konteks fiqh memang tidak disebutkan secara langsung, baik dalam Alquran maupun sunnah, karena belum dikenal pada masa Nabi. Alquran hanya berbicara tentang pengharaman khamr yang dilakukan secara gradual (al-tadrij fi al-tasyri).

Meskipun demikian, ulama sepakat bahwa menyalahgunakan narkoba itu haram, karena dapat merusak jasmani dan rohani umat manusia. Oleh karena itu, menurut Ibnu Taimiyah dan Ahmad Al-Hasary, jika memang belum ditemukan status hukum penyalagunaan narkoba dalam Alquran dan sunnag maka para ulama’ mujtahid menyelesaikannya dengan pendekatan qiyas jail. 

Menurut Ahmad Muhammad Assaf, telah terjadi kesepakatan ulama tentang keharaman khamr dan pelbagai jenis minuman yang memabukkan. Sementara itu menurut Ahmad Al-Syarbasi, tanpa diqiyaskan dengan khamr karena dapat menutupi akal.

Oleh karena itu, dapatlah disimpulkan bahwa memakai, menjual, membeli, memproduksi dan semua aktivitas yang berkenan dengan narkoba adalah haram. Hal itu disebabkan narkoba lebih berbahaya disbanding khamr.

E. Saksi terhadap Pelaku Penyalagunaan Narkoba Menurut Pidanna Islam

Ulama’ berbeda pendapat mengenai sanksi terhadap pelaku penyalagunaan narkoba jika dilihat menurut pidana Islam. Ada yang berpendapat sanksinya adalah had da nada pula yang berpendapat sanksinya adalah ta’zir. Berikut penjelasannya:
  1. Ibnu Taimiyyah dan Azat Husnain berpendapat ahwa pelaku penyalagunaan narkoba diberikan sanksi had, karena narkoba dianalogikan dengan khamr.
  2. Waddah Al-zuhaili dan Ahmad Al-hasari berpendapat bahwa pelaku penyalagunaan narkoba diberikan sanksi ta’zir, karena.
  • Narkoba tidak ada pada masa Rasullah
  • Narkoba lebih berbahaya disbanding dengan khamr dan
  • Narkoba tidak diminum seperti halnya khamr.

Alquran dan sunnah tidak menjelaskan tentang sanksi bagi produsen dan pengerdar narkoba. Oleh karena itu, sanksi hukum bagi produsen dan pengedar narkoba adalah ta’zir. Hukuman ta’zir bisa berat ata ringan tergantung kepada proses pengadilan (otoritas hakim). Bentuk sanksinya pun bisa beragam.

Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun mengatakan bahwa sanksi bagi pelaku penyalagunaan narkoba adalah ta’zir. Adapun penyalagunaan narkoba mengakibatkan kerugian jiwa dan harta benda. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan-tindakan berikut:
  1. Menjatuhkan hukuman yang berat terhadap penjuan, pengedar dan penyelundup bahan-bahan narkoba. Jika perlu hukuman mati.
  2. Menjatuhkan hukuman berat terhadap aparat Negara yang melindungi produsen atau pengedar narkoba.
  3. Membuat undang-undang mengenai penggunaan dan penyalagunaan narkoba. 

 

BAB III

Penutup


Kesimpulan

Secara etimologis, narkoba diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan kata المخدرات yang berasal dari akar kata خدر- ىخدر- تخدىر yang berarti hilang rasa, bingung, membius, tidak sabar, menutup, gelap atau mabuk.

Sementara itu secara terminologis narkoba ialah setiap zat yang apabila dikonsumsi akan merusak fisik dan akal, juga membuat orang menjadi mabuk atau gila. Hal demikian dilarang oleh undang-undang positif. Contoh narkoba antara lain ganja, opium, morfin, heroin, dan kokain. Narkoba memang termasuk kategori khamr (minuman keras), tetapi bahayanya lebih berat disbanding zat itu sendiri. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Al-Sayyid Sabiq, “sesungguhnya ganja itu haram. Diberikan sanksi had terhadap orang yang menyalagunakannya, sebagaimana diberikan sanksi had peminum khamr. Ganja itu lebih keji dibandingkan dengan khamr. DItinjau dari sifatnya, ganja dapat merusak akal sehingga dapat menjadikan laki-laki seperti banci dan memberikan pengaruh buruk lainnya. Ganja dapat menyebabkan seorang berpaling dari mengingat Allah dan Shalat. Di samping itu, ganja termasuk kategori khamr yang secara lafal dan maknawi telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya”.
(Baca juga: KEDUDUKAN QOUL DAN MANHAJ DALAM ASWAJA)

Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun mengatakan bahwa sanksi bagi pelaku penyalagunaan narkoba adalah ta’zir. Adapun penyalagunaan narkoba mengakibatkan kerugian jiwa dan harta benda. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan-tindakan berikut:
  1. Menjatuhkan hukuman yang berat terhadap penjuan, pengedar dan penyelundup bahan-bahan narkoba. Jika perlu hukuman mati.
  2. Menjatuhkan hukuman berat terhadap aparat Negara yang melindungi produsen atau pengedar narkoba.
Membuat undang-undang mengenai penggunaan dan penyalagunaan narkoba.

Daftar Pustaka

Irfan, Nurul dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, Jakarta: Amzah, 2013.
http://www.resnarkoba-metro.org

Post a Comment

Silahkan di Share kalau dianggap bermanfaat

 
Top