0
Pengertian dan Klasifikasi Tafsir, Takwil dan Terjemah


Pengertian dan Klasifikasi Tafsir, Takwil dan Terjemah


A. Pengertian Tafsir

Tafsir dalam makna etimologi berarti menjelaskan (al idloh/at tabyin). Arti tersebut diambil dari surat Al-Furqon ayat 33:

ﻮﻻﻴﺄﺘﻮﻧﻙﺒﻤﺛﻞﺍﻻﺠﺌﻧﻙﺒﺎﻠﺣﻖﻮﺍﺤﺴﻦﺗﻓﺳﻴﺮﺍ ﴿ﺍﻠﻓﺮﻗﺎﻦ٣٣﴾

Artinya: tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.

Kata tafsir juga di serap dari kata “fassara” yang yang juga memiliki arti membuka (al kasyfu).

Adapun tafsir secara terminology yaitu ilmu untuk membahas Al-Quran dengan menggunakan dalil-dali tertentu agar sesuai dengan apa yang dimaksud oleh Allah SWT sesuai dengan standar kemampuan manusia. Ada istilah lain yang digunakan untuk mendefinisikan tafsir, yaitu ilmu untuk mengetahui Al –Quran, menjelaskan makna-maknanya dan mengeluarkan hukum-hukum serta hikmah-hikmahnya .

Dalam tafsir sendiri ada media untuk mendalaminya. Yaitu dengan menggunakan ilmu tafsir. Imam As Zarkasyi dalam kitabnya, Al Burhan, memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan ilmu tafsir adalah, ilmu yang membahas tentang ahwal (keadaan) Al-Quran dengan indikasi dalil-dali tertentu yang sesuai dengan apa yang dimaksud oleh Allah SWT sesuai dengan standar kemampuan manusia. Dari sini bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan ilmu tafsir adalah tafsir itu sendiri. Dan titik pembahasannya adalah Ai-Quran Al Karim.
Artikel terkait: Nama-nama lain Al-Quran

B. Klasifikasi Tafsir



Tafsir birriwayah

Tafsir birriwayah (tafsir binnaqli/bil maktsur)adalah metode menjelaskan Al-Quran dengan menggunakan dalil –dalil tekstual baik menggunakan Al-Quran sendiri (tafsirul Quran bil Quran), hadits-hadits Rasulullah (Tafsirul Quran Bissunnah) atau ucapan para shahabat (Tafsirul Quran bil Maktsur ‘Anis Shahabah)

1) Tafsir Al-Quran bil Quran
 Ayat 1 Surat Al-Maidah

ﺍﺤﻠﺖﻠﻛﻢﺒﻬﻴﻣﺔﺍﻻﻧﻌﺎﻢﺍﻻﻤﺎﻴﺘﻠﻰﻋﻠﻴﻛﻢ
﴿ﺍﻠﻣﺂﺋﺓ١﴾

Artinya: ‘’dihalalkan bagi kamu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu”.

Ayat yang bergaris bawah belum memiliki kejelasan. Namun ditafsiri dengan ayat lain yaitu pada surat yang sama di ayat ke 3.

ﺤﺮﻣﺖﻋﻠﻴﻛﻢﺍﻟﻣﻳﺗﺔﻭﺍﻠﺩﻢﻭﻟﺤﻢﺍﻟﺧﻧﺯﻳﺮﻭﻣﺂﺍﻫﻞﻟﻐﻳﺮﺍﷲﺒﻪ﴿ﺍﻠﻣﺂﺋﺪﺓ٣﴾

Artinya: “diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan hewan yang disembelih atas nama selain Allah”.

Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa maksud dari hal-hal yang akan dibacakan yang berpredikat haram adalah bangkai, darah, daging babi dan hewan yang disembelih atas nama selain Allah.

 Ayat 1 Surat At Thoriq

ﻮﺍﻠﺳﻣﺂﺀﻮﺍﻂﺎﺮﻕ ﴿ﺍﻠﻃﺎﺮﻕ١﴾

Artinya: demi langit dan yang datang pada malam hari,

Lafal yang bergaris bawah sangatlah samar, namun Allah mamberikan penafsiran (penjelasan) dengan ayat ke 3 dalam surat yang sama.

ﺍﻠﻧﺠﻢﺍﻠﺛﺎﻗﺐ ﴿ﺍﻠﻁﺎﺭﻖ٣﴾

Artinya: (yaitu) bintang yang cahayanya menembus ,

 Surat Ad dukhon ayat 3

ﺍﻧﺂﺍﻧﺰﻠﻧﻪﻓﻲﻠﻴﻠﺔﻤﺒﺮﻛﺔﺍﻧﺎﻛﻧﺎﻣﻧﺫﺮﻴﻥ ﴿ﺍﻠﺪﺧﺎﻥ٣﴾

Artinya: Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.

“Malam yang diberkahi” masih menimbulkan pertanyaan karna belum diketahui apakah malam yang dimaksud tersebut. Namun, Allah berfirman dalm surat Al-Qadr ayat 1 yang sekaligus menjadi penafsiran ayat diatas bahwa yang dimaksud “malam yang diberkahi” adalah lailatul qadr.

ﺍﻧﺂﺍﻨﺯﻠﻧﻪﻓﻲﻠﻴﻠﺔﺍﻠﻗﺪﺮ ﴿ﺍﻠﻗﺩﺮ١﴾

Artinya:Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan (lailatul qadr)

Dan masih banyak lagi tafsir Al-Quran dengan menggunakan ayat lain sebagai penjelasan ayat yang masih mujmal (membutuhkan penafsiran dan penjelasan) .
Artikel terkait: Ilmu Qiro’at


2) Tafsirul quran bis sunnah

 surat al-an’am ayat 82


ﺍﻠﺫﻴﻥﺍﻣﻧﻮﺍﻮﻠﻢﻴﻠﺒﺴﻮﺁﺍﻳﻣﺎﻧﻬﻢﺒﻆﻠﻢﺍﻭﻠﺋﻚﻠﻬﻢﺍﻻﻤﻦﻮﻫﻢﻣﻬﺗﺩﻮﻦ ﴿ﺍﻻﻧﻌﺎﻢ٨٢﴾


Artinya: orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman , mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.

Rasulullah memberikan penafsiran pada lafal “adh dhulm” dengan makna “syirik” (menyekutukan Allah). Dan Rasulullah juga menguatkan tafsiran beliau mengenai ayat tersebut dengan surat Luqman ayat 13.

ﻮﺍﺫﻗﺎﻞﻟﻗﻤﻥﻻﺒﻨﻪﻮﻫﻮﻳﻌﻅﻪﻴﺒﻧﻲﻻﺗﺷﺮﻙﺒﺎﷲۗﺍﻦﺍﻠﺷﺮﻙﻟﻇﻠﻢﻋﻇﻴﻢ ﴿ﻠﻗﻣﻥ١٣﴾

Artinya: Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".

 surat Al-Baqarah ayat 238

ﺣﺎﻓﻈﻮﺍﻋﻠﻰﺍﻠﺻﻠﻮﺖﻭﺍﻠﺻﻠﻮﺓﺍﻠﻮﺴﻃﻰﻮﻗﻮﻣﻮﺍﷲﻗﻧﺘﻴﻥ

Artinya: peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa dan Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'.

“As Shalat Al wustho” belum memberikan pemahaman secara jelas sehingga Rasulullah SAW memberikan penafsiran dari ayat tersebut sebagai shalat ashar. Dari itulah para ulama menyimpulkan bahwa shalat pertama dalam 5 waktu adalah shalat subuh.

 Surat Al-Fatihah ayat 7

ﺻﺮﺍﻂﺍﻠﺫﻴﻥﺍﻧﻌﻣﺖﻋﻠﻳﻬﻢۙﻏﻴﺭﺍﻠﻣﻐﺿﻮﺐﻋﻠﻴﻬﻢﻮﻻﺍﻟﻀﺂﻟﻳﻥ ﴿ﺍﻠﻓﺎﺗﺤﺔ٧﴾

Artinya: (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

Maksud dari “orang-orang yang dimurkai” adalah orang-orang Yahudi. Sedangkan “orang-orang yang sesat adalah orang-orang Nasrani. Demikianlah penjelasan dari Rasulullah mengenai ayat tersebut. Dari penjelasan Rasul itulah setiap kitab tafsri yang kita temui akan memiliki penjelasan yang sama mengenai ayat tersebut. Insya Allah.

 Surat Yunus ayat 26

ﻟﻠﺫﻴﻥﺍﺣﺳﻧﻮﺍﺍﻠﺣﺳﻧﻰﻮﺯﻳﺎﺩﺓۗ ﴿ﻴﻮﻧﺲ٢٦﴾

Artinya: bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya.

Begitu juga dengan kata “tambahan” dari ayat tersebut. Ke-mujmalannya memerlukan penjelasan yang dapat memberikan pemahaman. Dan kemudian hal itu terjawab dengan penjelasan Rasulullah SAW bahwa yang dimaksud dengan “tambahan” (nilai plus) yang didapat oleh para muhsinin adalah melihat (wajah) Allah ketika di akhirat.

Kedua jenis tafsir tersebut (tafsirul quran bil quran & tafsirul quran bis sunnah) merupakan tafsir yang memiliki legitimasi dan legalitas yang jelas. Karna keduanya muncul dari sumber yang muthlak kebenarannya. Tafsirul quran bil quran datang langsung dari Allah SWT. Dzat yang berposisi sebagai penguasa dan manager alam semasta serta isinya. Yang merancang scenario kehidupan yang diperankan oleh tokoh-tokoh yang disebut manusia.

Sedangkan Rasulullah SAW yang memberikan penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Quran, adalah representasi dari Al-Quran itu sendiri. Yang berbicara, berbuat, dan mengajarkan sunnah-sunnahnya berdasarkan wahyu. Dengan demikian kedua jenis tafsir ini wajib diyakini kebenaran dan keabsahannya oleh setiap orang islam .

3) Tafsir bil maktsur ‘anis shahabat

Jenis tafsir yang ke 3 adalah tafsir para sahabat yang digunakan untuk menjelaskan ayat-ayat Al-Quran yang masih mujmal. Penafsiran para sahabat Rasul ini tarmasuk jenis tafsir yang dapat diterima dan dijadikan pegangan (I’timad) oleh para manusia hususnya kaum muslimin. Hal tersebut dikarenakan para shahabat adalah orang yang dekat dengan Rasulullah SAW. Mereka juga menyaksikan turunnya wahyu dan mengetahui asbabun nuzul. Mereka memiliki kebersihan hati, kesucian jiwa dan derajat (kedudukan) yang tinngi yang menjadikan mereka dapat memahami Al-Quran dengan baik diatas standar kemampuan manusia biasa. Bahkan menurut Imam Hakim, tafsir para shahabat yang menyaksikan turunnya wahyu dan mengetahui asbabun nuzul memiliki hokum marfu’. Artinya, tafsir para shahabat memiliki kekuatan hukum (validitas) yang sama dengan hadits nabawi yang langsung disandarkan pada Rasulullah SAW.

Tafsir bir Ra’yi

Para ulama’ berbeda pendapat mengenai mengenai tafsir ini,ada yang mengharamkan ,ada yang membolehkan .Akan tetapi perbedaan paham mereka pada hakekatnya ,berkisar tentang boleh tidaknya menyatakan sesuatu secara pasti ,itulah kehendak Allah tanpa alas an yang kuat atau menafsirkan Al-Quran tanpa memperhatikan kaidah-kaidah bahasa dan prisiip-prinsip syara’ atau mengedepankan kepentingan-kepentingan dalam mengunakan ayat-ayat Al-Quran .

Syarat- syarat yang diperlukan untuk membolehkan seseorang menafsirkan Al-Qur’an dengan Ar Ra’yi:
  • Mengambil riwayat yang diterima oleh Rasulluah dengan menghindari yang dha’if dan yang maudhu’
  • Memegangi pendapat para sahabi(Hadits Marfu’)
  • Mempergunakan ketentuan-ketentuan bahasa dengan menghindari sesuatu yang tidak ditunjukkan kepadanya oleh bahasa arab yang terkenal
  • Mengambil mana yang dikehendaki untuk siyaq (hubungan) pembicaraan dan ditunjuki oleh ketentuan-ketentuan syara’.
Tafsir bir Ra’yi walaupun sempurna syaratnya ,tidak dapat digunakan apabila berlawanan dengan tafsir bil ma’tsur yang diterima secara qath-y,karena ar Ra’yuitu adalah ijtihad.Tidak ada lapanngan bagi ijtihad ditempat yang telah ada nash .Apabila tidak berlawanan dan bertentangan dengan tafsir bil ma;tsur,maka masing-masing saling menguatkan. Contoh dalam Q.S.,Fathir:32

Artinya : kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang Menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan[1260] dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang Amat besar.
Ada yang mengatakan bahwa sabiq adalah orang yang lebih banyak kebajikanya.
Muqtashid ialah orang yang kebajikanya seimbang sma banyak dengan kejahatanya

Zalim ialah orang yang mengerjakan sebagian yang haram Menurut suatu pendapat lain sabiq adalah orang yang ikhlas ,muqtashid ialah orang yang ria ; zhallim ialah orang yang mengingkari nikmat .muqtashid ialah yang mencampurkan amalan-amalan shaleh dengan amalan yang buruk. Demikianlah kita temui beberapa pendapat yang satu sama lainya tidak ada pertentangan.
Artikel terkait: Pengertian Asbab An-Nuzul Menurut Para Pakar Fiqh

Tafsir isyari

Menurut kau sufi setiap ayat mempunyai makna yang zahir dan yang batin .yang zahir adalah yang segera mudah dipahami oleh akal pikiran sedangkan yang batin adalah isyarat-isyarat yang tersembunyidibalik itu yang hanya dapat diketahui oleh ahlinya .Isyarat-isyarat kudus yang terdapat dibalik ungkapan-ungkapan Al-Qur’an ialah yang akan tercurah kedalam hati dari limpahanpengetahuan ghaib yang dibawa ayat-ayat. Itulah yang dinamakan tafsir isyari. kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya

D. Metode dan Corak Tafsir


a. Metode Tahalli (Analitik)

adalah metode menasirkan Al-Quran yang berusaha menjelaskan Al-Quran dengan menerangkan berbagai seginya dan menjelaskn apa yang dimaksudkan oleh Al-Quran ,dilakukan secar berurutan ayat mi ayat kemudia surat demi surat dari awal hingga akhir sesuai dengan susunan AlQuran.Dia menjelaskan kosa kata dan lafald menjelaskan arti yang dikehendaki ,sasaran ynag dituju dan kandungan ayat ,yaitu unsure-unsur I’jaz ,balaghah ,dan keindahan susunan kalimat ,menjelaskan apa yang dapat diambil dari ayat yaitu hokum fikih,dalil syar’I arti secara bahasa,norma-norma akhlak dan sebagaiya.

 b. Metode Ijmali (Global)

Adalah berusaha menafsirkan Al-Quran secara singkat dan global ,dengan menjelaskan makna yang dimaksud tiap kalimat dengan bahasa yang ringkas sehingga mudah dipahami,Urutan penafsiran sama dengan metode tahalli namun memiliki peedaan dalam hal penjelasan yang ringkasa dan tidak panjang lebar keistimewaan tafsir ini ada pada kemudahanya sehingga dapat dikonsumsi oleh lapisan dan dan tingkatan kaum mslimin secara merata.Seangkan kelemahanya ada pada penjelasanya yang terlalu ringkas sehingga tidak dapat menguak makna ayat yang luas da tidak dapat menyelesaikan masalah secara tuntas.

c. Metode Muqarin 

Yaitu menggunaka meode perbandingan antaraayat dengan ayat ,atau ayat dengan hadits,atau antara pendapat-pendapat para ulama’ tafsr dengan menonjolkan perbedaan tertentu dari objek yang diperbandingkan itu.

c. Metode Maudhu’I (Tematik)

Mencari jawaban AL-Quran dengan cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Quran yang mmpunyai tujuan satu,yang bersama-sama membahas topi/judul tertentu dan menertibkanya sesuai dengan masa turunya selaras dengan sebab –sebab turunya,kemudian meperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan,keterangan-keterangan dengan hubungan-hubunganya dengan ayat-ayat lain kemudian mengbl hokum-hukum darinya.

TA’WIL


a) Pengertian Ta’wil

Ta’wil secara etimologi berasal dari kata “al-aul” yang berarti “kembali”. Sehingga seolah-olah para mufassir mengembalikan ayat pada makna-makna yang terkandung dalam ayat tersebut. Kata ta’wil juga diambil dari ayat ke 7 surat Ali Imron:
Artinya: menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya,

sedangkan pengertisn ta’wil dalam bahasa istilah (terminology), menimbulkan perbadaan pendapat dari para ulama

Pendapat ulama salaf mengenai Ta'wil

Para ulama salaf mengemukakan dua pendapat dalam mendefinisikan ta’wil.
1). Ta’wil mempunyai arti yang sama (sinonim) dengan tafsir, yaitu ,menjelaskan kalam dan menerangkan makna-maknanya, entah penjelsan tersebut sesuai dengan tekstual ataupun tidak.
Imam mujahid memberikan statement bahwa para ulama mengerti ta’wil Al-Quran dan hendak menakwilkannya.

2). Ta’wil merupakan esensi dari kalam (statement) itu sendiri. Jika suatu kalam berupa pertanyaan/permintaan (tholab), maka ta’wilnya adalah hal yang ditanyakan/yang diminta. Sebagai contoh adalah surat An-Nasr ayat: 3.

ﻓﺳﺑﺢﺑﺣﻤﺩﺮﺒﻚﻮﺍﺴﺗﻐﻔﺮﻩۗﺍﻧﻪﻛﺎﻥﺗﻮﺍﺒﺎً ﴿ﺍﻟﻧﺻﺮ۳﴾

Artinya: Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.

Perintah bertasbih dan istighfar pada ayat tersebut merupakan ta’wil dari ayat itu sendiri. Begitu juga dengan kalam yang berupa berita, maka ta’wilnya adalah hal yang diberitakan. Contoh surat At-Taubah ayat 128

ﻠﻗﺩﺟﺂﺀﻛﻢﺮﺳﻮﻞﻣﻥﺍﻧﻔﺴﻛﻢﻋﺯﻳﺯﻋﻠﻳﻪﻣﺎﻋﻧﺗﻢﺣﺮﻴﺹﻋﻠﻳﻛﻢﺒﺎﻠﻤﺅﻣﻧﻴﻥﺮﺀﻮﻒﺮﺤﻳﻢ ﴿ﺍﻠﺗﻮﺒﺔ١٢٨﴾
Artinya: sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin.

Dari ayat diatas dapat diketahui bahwa Allah SWT memberi kabar kepada manusia bahwa Muhammad Telah diutus Allah sebagai Rasul di muka bumi. Dan kabar itu sekaligus menjadi ta’wil bagi ayat itu sendiri.

Pendapat ulama ahli kalam.
Menurut ulama ahli kalam, ta’wil adalah merelokasi dalil-dalil baik Al-Quran ataupun hadits dari bentuk dlohirnya (tekstual) menjadi makna-makna (kontekstual) yang relevan dengan maksud-maksud (pesan) Allah SWT).

 b) Syarat-Syarat Ta’wil

Ta’wil Al-Quran bukanlah hal yang sembarangan dan bukan hal yang dapat dilakukan oleh setiap orang. Ta’wil haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu agar ta’wil yang dapat diterima (maqbul). Adapun syarat-syarat ta’wil adalah sebagai berikut:
  • a. Takwil yang dihasilkan harus sesuai dengan makna bahasa Arab, makna asyariat, atau makna ‘urf (makna kebiasaan orang Arab). Contohnya pada lafal quru’ dalam surat Al-Baqarah yang di ta’wili dengan makna haid dan suci. Maka muncullah stu hukum bagi wanita yang bercerai bawa dia harus melakukan iddah selama 3 kali haid atau 3 kali sucian. Ta’wil tersebut dapat diterima karna orang Arab sering menggunakan kata quru’ sebagai ganti suci/haid.
  • b. Ta’wil harus menggunakan dalil yang kuat. Misalkan dalam menakwili dalil umum, harus di takhsis dengan dalil khusus yang lebiih kuat. Begitu juga dalam menakwili dalail.
  • c. Dalil harus dapat ditakwil. Nisbat dalil umum harus dapat ditakhsis dan dalil muthlaq juga harus dapat di taqyid.
  • d . Muawwil harus memiliki kapasitas keilmuan yang mumpuni dalam mentakwil. Karna itu, takwil orang yang bodoh (tidak menguasai ilmu sastra arab dan syariat) tidak dapat diterima. Sebab takwil hanya boleh dilakukan oleh orang sekelas mujtahid .


Pengertian Terjemah


Terjemah itu dikaitkan kepada dua pengertian.
 Pertama, terjemah harfiyah, yaitu memindaahkan lafaz dari suatu bahasa dicocokkan dengan bahasa lain. Karena ada peraturan yang cocok dengan peraturan lain, dan susunannya itu cocok dengan susunan lain .

Kedua, terjemah tafsiriyah, atau ma’nawiyah, yaitu menerangkan arti kata dengan bahasa lain, tanpa dikaitkan dengan susunan kata-kata yang asli.

Orang yang melihat dengan bahasa yang diketahuinya itu mengatakan bahwa terjemahan harfiyah itu dengan arti tersebut tidak mungkin berhasil menghafal tutur kata yang asli dan menghafal artinya.Keistimewaan tiap-tiap bahasa itu berneda-beda. Demikian pula susunannya, jumlah fi’liyah dalam bahasa arab dimulai dengan fi’il, sedangkan fi’ilnya itu ada istifham dan lainnya. Mudhaf itu mendahului Mudhaf ilaih. Mausuf itu mendahului sifat.

Di dalam tanahnya orang arab itu terkandung ta’bir rahasia bahasa. Ta’bir (ibarat-ibarat) ini tidak dapat diuraikan dalam bahasa lain. Lafaz-lafaz pada terjemahan ini tidak membentuk persamaan arti dari setiap bentuk, apalagi dari segi susunan. AlQuranulkarim dalam penilaian bahasa arab adalah fashah dan balaghah. Dia mempunyai keistimewaan-keistimewaan susunan dan rahasia metode dan halus pengertiannya. Seluruh ayat-ayat Al Quran itu adalah I’jaz (tidak sanggup orang lain menandinginya) tidak bisa diucapkan dengan lidah.

1. Hukum Terjemah Harfiyah

Dalam hal ini tidak seorangpun persis sama menurut penilaian menterjemahkan Al Quran itu yang persis menurut terjemahan harfiyah. Al Quran itu dalam perkataan Allah diturunkan kepada Rasul-Nya yang ma’jaz dengan lafaz berikut arti, yang merupakan ibadah membacanya. Tidak seorang juga yang mengatakan bahwa kata-kata Al Quran itu bila diterjemahkan dia perkataan Allah SWT. Allah tidak berkata kecuali dengan Al Quran yang kita baca itu dengan bahasa arab. Al Quran tidak lagi merupakan I’jaz bila diterjemahkan karena I’jaz itu khusus dengan apa apa yang diturunkan yaitu dengan bahasa arab. Menjadi ibadat bagi orang yang membacanya. Itulah dia Al Quran dengan lfaz-lafaz arab, huruf arab, susunan arab dan kata-kata arab. Bilamana orang menterjemahkan Al Quran dengan terjemahan harfiyah berdasarkan ilmu pengetahuan kedalam bahasa-bahasa lain metode dan susunannya, maka Al Quran itu sudah keluar dari Al Quran kita.

2. Terjemah Ma’nawi

Beginilah Al Quran, tiap-tiap kata bahasa arab yang terdapat dalam AlQuran itu ada yang mempunyai arti asliah dan ada pula arti tsanawiyah, Yang dimaksud dengan arti asliah ialah arti-arti yang bersamaan dalam memahami kedua kata itu. Tiap-tiap orang harus memahami lafaz-lafaz mufrad dan mengetahui bentuk susunannya, sekalipun cara ijmal (global). Dan yang dimaksud dengan ma’nawi ialah keistimewaan-keistimewaan peratura yang meninggikan nilai perkataan. Dengan inilah Al Quran menjadi ma’jaz.

Arti asli bagi sebagian ayat-ayat itu kadang-kadang cocok dalam bentuk prosa atau puisi arab, namun tidak menyentuh I’jazul quran. Letak I’jaz ini yaitu bukan main indah susunannya dan penjelasan-penjelasanny itu mengegumkan.Artinya dengan makna tsanawi inilah yang dikemukakan oleh Az Zamakhsyari didalam kitabnya Al Kasyaf, katanya, “ kata-kata arab itu khusus Al Quran,artinya itu lemah lembut, tidak bisa diucapkan dengan lidah.

3. Hukum Terjemah Ma’nawi

Menterjemahkan arti Al Quran secara maknawi itu tidak mudah, karena untuk mendapatkan bahasa yang cocok dengan bahasa arab itu sulit.Memilih lafaz-lafaz yang bersamaan artinya maka oleh ahli ilmu bayan dinamakan khawasul tarkib (keistimewaan susunan). Demikianlah tidak mudah orang menterjemahkan.Inilah yang dimaksud Zamakhsyari, apa-apa yang dikemukakan diatas. Bentuk balagha Al Quran terdapat pada lafaz atau susunannya, atau nakirah dan ma’rifah, atau taqdim dan tak-khir, atau yang disebutkan dan yang dibuang.

Adapun arti asliah , inilah yang mungkin dipindahkan kepada bahasa lain, Syathibiy menyebutkan tentang penyesuaian arti asliah dan arti tsanawiah. Kemudian katanya-“Terjemahan Al Quran dalam bentuk pertama, yaitu melihat kepada arti yang asli itu memungkinkan.
Kesimpulan
Dari pemaparan diatas, telah jelas bahwa berbagai macam teknis untuk memahami Al Quran memiliki karakteristik dan prosedur masing-masing. Baik tafsir, takwil dan juga tarjamah. Dapat disimpulkan bahwa tafsir merupakan cara (metodologi) untuk mengeluarkan makna-makna dlohir dari Al Quran yang sesuai dengan apa yang dipesankan oleh Allah SWT yang sesuai dengan standar kemampuan manusia. Tafsir sendiri terdiri dari beberapa macam jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Selain itu seorang mufassir juga harus memiliki syarat-syarat tertentu untuk dapat secara legal menafsirkan ayat-ayat Al Quran.

Berbeda dengan takwil. Takwil adalah metodologi mengeluarkan makna-makna implisit dari suatu ayat Al Quran. Kesamaan tafsir dengan takwil adalah dalam segi syarat para tokohnya. Baik muawwil dan mufassir harus memenuhi syarat-tertentu untuk mendalaminya.

Satu lagi yang menarik dari cara memahani Al Quran, tarjamah. Merupakan metodologi memahami Al Quran dengan hanya mengartikan secara lafdliyah (tarjamah harfiyah) ataupun secara global (tarjamah maknawiyah/tafsiriyah). Perbedaan tantara keduanya adalah dalam segi tarkib (gramer). Tarjamah harfiyah masih menekankan struktur asli kalimat (kalam=arab) tersebut dan mengartikan secara mufrodat. Sedangkan tarjamah maknawiyah adalah pengembangan dari tarjamah harfiyah dengan merangkai arti mufrodat sehingga menjadi kalimat yang mufid (dapat dipaham)

Saran
Berhubung makalah ini sangat terbatas, kami sebagai penulis hanya dapat menyarankan kepada segenap pembaca agar tidak cukup puas dengan apa yang termuat dalam makalah ini. Banyak sekali hijab yang harus disingkap untuk mengetahui lebih dalam tentang tafsir, takwil dan tarjamah,.

DAFTAR PUSTAKA
  • As Shabuni, Muhammad Ali. 1985. At Tibyan Fi Ulumi Al Quran. Indonesia: Daru Ihya’ Al Kutub Al diniyah.
  • Muttholib, abdul dkk. Tanpa Tahun. At Tafsir Wa Ulumuh. Jawa Tengah: Maktab Idarah As Syu’un Ad Diniyah.
  • http://rumahterjemah.com
  • http://www.slideshare.net
  • Ash shiddieqy teungku Muhammad.2002.Ilmu-ilmu Al-Quran .Semarang: PT Pustaka Rizki Putra.
Dibuat oleh: Siti Masruroh untuk memenuhi mata kuliah Ulumul Quran, Fakultas Syariah

Post a Comment

Silahkan di Share kalau dianggap bermanfaat

 
Top