1
Pengertian Jarimah, Unsur dan Ruang Lingkup Pembahasannya
Pengertian Jarimah, Unsur dan Ruang Lingkup Pembahasannya - Fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum syara’ praktis yang diambil dari dalil-dalil terperinci. Atau fiqh adalah himpunan hukum-hukum syara’ yang bersifat praktis yang diambil dari dalil-dalil yangterperinci.” [1]. Pada kesempatan kali ini kami akan membahas mengenai ruang lingkup Jarimah.

 

Pengertian Fiqh Jinayah

Fiqh jinayah terdiri dari dua kata yakni fiqh dan jinayah. Pengertian fiqh secara bahasa berasal dari lafadl faqiha-yafqahu-fiqhan, yang berarti mengerti. Sedangkan secara istilah yang dikemukakan oleh Abdul Wahab Khallaf :

Jinayah secara bahasa ialah :

إسم لما يجنيه المرءمن شر وما اكتسبه

“Nama bagi hasil perbuatan seseorang yang buruk dan apa yang diusahakannya.”

Sedangkan jinayah secara istilah yang dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah adalah :

فالجناية إسم لفعل محرم شرعا, سواء وقع الفعل على نفس او مال او غير ذلك

“Jinayah adalah suatu istilah untuk perbuatan yang dilarang oleh syara’ baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta, atau lainnya.”[2]

Jadi fiqh jinayah ialah ilmu tentang hukum syara’ yang berkaitan dengan masalah-masalah perbuatan yang dilarang dan hukumannya, yang diambil dari dalil-dalil nash.

Menurut aliran madzhab Hanafi, pembahasan tentang jinayah dikhususkan bagi kejahatan terhadap jiwa dan anggota badan, sedangkan masalah yang terkait dengan kejahatan terhadap benda diatur pada bab sendiri. Adapun aliran madzhab lain tidak mengadakan pemisahan antara perbuatan jahat terhadap jiwa dan anggota badan dengan kejahatan terhadap harta benda (pencurian, kejahatan terhadap harta benda lainnya).[3]

Kata jinayah juga digunakan dalam KUHP Mesir, tetapi pengertiannya berbeda dengan pengertian yang dikemukakan oleh madzhab hanafi tersebut. Dalam KUHP Mesir tindak pidana dibagi menjadi tiga bagian yakni jinayah, janhah, dan mukhalafah.[4] Ketiga macam tindak pidana menurut KUHP Mesir tersebut dalam hukum pidana islam dinamakan jinayah atau jarimah.[5]

Fiqih jinayah terkait dengan istilah jarimah. Jarimah berasal dari kata (جرم) yang sinonimnya (كسب وقطع) artinya berusaha dan bekerja. Usaha disini difokuskan pada usaha yang tidak baik atau usaha yang dibenci oleh manusia. Atau dapat diartikan jarimah adalah melakukan setiap perbuatan yang menyimpang dari kebenaran (perbuatan dosa), keadilan, dan jalan yang lurus (agama). [6]

Menurut istilah, definisi jarimah yang dikemukakan oleh Imam al-Mawardi :

الجرائم محظورات شرعية زجر الله تعالى عنها بحد او تعزير

“Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’, yang diancam dengan hukuman had atau ta’zir.”

Kata jarimah diistilahkan dalam hukum positif sebagai tindak pidana (delik) atau pelanggaran.

Dalam pemakaian kata jinayah mempunyai arti lebih luas, yaitu ditujukan bagi segala sesuatu yang ada sangkut pautnya dengan kejahatan manusia dan tidak ditujukan pada satuan perbuatan dosa tertentu (jarimah). Oleh karena itu, pembahasan fiqh yang memuat masalah-masalah kejahatan, pelanggaran yang dikerjakan manusia, dan hukuman yang diancamkan kepada pelaku perbuatan disebut fiqh jinayah, bukan fiqh jarimah.[7]

Pengertian jarimah tersebut hampir bersesuaian dengan pengertian menurut hukum positif (hukum pidana Indonesia). Jarimah dalam istilah hukum pidana Indonesia diartikan dengan peristiwa pidana. Menurut Mr. Tresna dalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana, peristiwa pidana ialah rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundangan lainya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman.[8]

Pengertian jarimah menurut syara’ pada lahiriyahnya ternyata sedikit berbeda dengan pengertian jarimah atau tindak pidana menurut hukum positif dalam kaitannya dengan masalah ta’zir. Menurut hukum islam hukuman ta’zir adalah hukuman yang tidak tercantum nash ata ketentuannya dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, dengan ketentuan yang pasti dan terperinci. Sedangkan menurut hukum positif dalam perngertian di atas, hukuman itu harus tercantum dalam undang-undang.[9]

Unsur-unsur Jarimah dan Objek Kajiannya


1. Unsur-unsur Jarimah


Suatu perbuatan dianggap sebagai tindak pidana apabila unsur-unsurnya telah terpenuhi. Abdul Qadir Audah mengemukakan bahwa unsur-unsur umum jarimah ada tiga macam :

a. Unsur Formal (الركن الشرعي) yaitu adanya nash (ketentuan) yang melarang perbuatan dan mengancamnya dengan hukuman.

Dalam unsur ini terdapat lima masalah pokok :
  • Asas legalitas dalam hukum pidana islam.
  • Sumber-sumber aturan-aturan pidana islam.
  • Masa berlakunya aturan-aturan pidana islam.
  • Lingkungan berlakunya aturan-aturan pidana islam.
  • Asas pelaku atau terhadap siapa berlakunya aturan-aturan hukum pidana islam.[10]

b. Unsur Material (الركن المادي) yaitu adanya tingkah laku yang membentuk jarimah, baik berupa perbuatan nyata (positif) maupun sikap tidak berbuat (negatif) yang bersifat melawan hukum.

Unsur materiil ini mencakup antara lain:

1) Jarimah yang belum selesai atau percobaan.

2) Turut serta melakukan jarimah.[11]

c. Unsur Moral (الركن الادبي) yaitu bahwa pelaku adalah orang yang mukallaf, yakni orang yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukan.

Pemahasan mengenai unsur pertanggungawaban ini berkisar dua masalah pokok :

1) Pertanggungjawaban pidana.

2) Hapusnya pertanggungjawaban pidana.[12]

Unsur-unsur diatas merupakan unsur-unsur yang bersifat umum. Artinya unsur-unsur tersebut adalah unsur yang sama dan berlaku bagi setiap macam jarimah (tindak pidana/delik). Jadi pada jarimah apapun ketiga unsur tersebut harus terpenuhi.[13] Untuk unsur yang secara khusus bisa dipelajari pada tiap masing-masing jarimah.

2. Objek Kajian Jarimah

Objek utama kajian fiqh jinayah jika dikaitkan dengan unsur-unsur tindak pidana atau arkan al-Jarimah, dan objek kajian utama fiqh jinayah sangat berhubungan erat dengan unsur materiil atau al-Rukn al-Madi, maka objek kajian utama fiqh jinayah meliputi tiga masalah pokok :
  • Jarimah Qishash.
  • Jarimah Hudud.
  • Jarimah Ta’zir.[14]

C. Pembagian Jarimah dan Ruang Lingkup Pembahasannya

 

Pembagian Jarimah

Macam-macam jarimah dapat dilihat dari beberapa segi : [15]

Jarimah ditinjau dari Segi Berat Ringannya Hukuman.

Dari segi ringannya hukuman, jarimah dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu :

Jarimah ditinjau dari Segi Niat.

Dari segi niatnya, jarimah dibagi kepada dua bagian, yaitu :

1) Jarimah Sengaja.

Menurut Muhammad Abu Zahrah, yang dimaksud jarimah sengaja adalah suatu jarimah yang dilakukan oleh seseorang dengan kesengajaan dan atas kehendaknya serta ia mengetahui bahwa perbuatan tersebut dilarang dan diancam dengan hukuman.

Dalam istilah hukum positif Indonesia jarimah ini sejalan dengan delik dolus (mengandung unsur kesengajaan).[16]

2) Jarimah Tidak Sengaja.

Abdul Qadir Audah mengemukakan jarimah tidak sengaja adalah jarimah dimana pelaku tidak sengaja (berniat) untuk melakukan perbuatan yang dilarang dan perbuatan tersebut terjadi sebagai akibat kelalaiannya (kesalahannya).

Jarimah tidak sengaja ini dalam istilah hukum positif Indonesia disebut delik culpa (kesalahan berbentuk kealpaan).[17]

 

Jarimah ditinjau dari Segi Waktu Tertangkapnya.

Dari segi waktu tertangkapnya, jarimah itu dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu :

1) Jarimah Tertangkap Basah (جرائم المتلبس بها)

2) Jarimah yang Tidak Tertangkap Basah (جرائم لاتلبس فيها)

 

Jarimah ditinjau dari Segi Cara Melakukannya.

Dari segi cara melakukannya, jarimah dibagi dua bagian :

1) Jarimah Positif (جرائم ايجابية)

Jarimah karena melakuakan perbuatan yang dilarang. Dalam hukum positif jarimah ini disebut delik commissionis.

2) Jarimah Negatif (جرائم سلبية)

Jarimah karena meninggalkan perbuatan yang diperintahkan. Dalam hukum positif disebut delikta commissionis.

Jarimah ditinjau dari Segi Objeknya.

Dari segi objek atau sasaran yang terkena oleh jarimah, maka jarimah dibagi menjadi dua bagian :

1) Jarimah Perseorangan (جرائم ضد الافراد)

Jarimah perseorangan adalah suatu jarimah dimana hukuman terhadap pelakunya dijatuhkan untuk melindungi hak perseorangan (indiv idu).

2) Jarimah Masyarakat (جرائم ضد الجماعة)

Jarimah masyarakat adalah jarimah dimana hukuman terhadap pelakunya dijatuhkan untuk melindungi kepentingan masyarakat.

Jarimah ditinjau dari Segi Tabiatnya atau Motifnya.

Dari segi watak atau tabiatnya, dibagi menjadi dua bagian :

1) Jarimah Biasa (جرائم عادية)

Jarimah biasa yaitu jarimah yang dilakukan oleh seseorang tanpa mengaitkannya dengan tujuan-tujuan politik.

2) Jarimah Politik (جرائم سياسية)

Menurut Muhammad Abu Zahrah, Jarimah politik adalah jarimah yang merupakan pelanggaran terhadap peraturan pemerintah atau pejabat-pejabat pemerintah atau terhadap garis-garis politik yang telah ditentukan oleh pemerintah.

2. Ruang Lingkup Pembahasan Fiqh Jinayah

Ruang lingkup pembahasan hukum pidana islam meliputi pencurian, perzinaan, qadzaf, minum khamr, membunuh dan atau melukai, merusak harta orang lain, melakukan gerakan-gerakan kekacauan dan semacamnya berkaitan dengan hukum kepidanaan (jarimah).[18] Literatur lain menyebutkan ruang lingkup meliputi sebagai berikut :

[1] Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam;Fiqh Jinayah, cet.II, Jakarta :Sinar Grafika, 2006, hal. 1
[2] Ibid.
[3] Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam;Fiqih Jinayah,cet.2, Bandung : Pustaka Setia, 2000, hal.13
[4] Jinayah ialah suatu tindak pidana yang diancam dengan hukuman mati, kerja berat seumur hidup, kerja berat sementara atau penjara (pasal 10 KUHP Mesir). Janhah adalah suatu tindak pidana yang diancam dengan hukuman kurungan lebih dari satu minggu atau denda lebih dari seratus piester (qirsy) (pasal 11). Mukhalafah adalah suatu tindak pidana yang diancam dengan hukuman kurungan tidak lebih dari satu minggu atau denda tidak lebih dari seratus piester (qirsy)(pasal 12).
[5] Muslich,op.cit.hal.14
[6] Ibid. hal.9
[7] Rahmat Hakim,op.cit.,hal.15
[8] Muslich,op.cit.,hal.10
[9] Ibid.hal.11
[10] Ibid.hal.29
[11] Ibid.hal.59
[12] Ibid.hal.74
[13] Rahmat Hakim, op.cit., hal.53
[14] M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, cet.1, Jakarta : Amzah, 2013, hal.3-4
[15] Mushlich,op.cit.,hal.17-28
[16] Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, ed.revisi, Jakarta : Rineka Cipta, 2008, hal.82
[17]Moeljatno,op.cit.
[18] Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, cet.3,Jakarta : Sinar Grafika, 2012,hal.9
[19] http://makmum-anshory.blogspot.com/2009/07/ruang-lingkup-fiqih.html (Di akses 14 Maret 2015;11:45 AM)

Post a Comment

Silahkan di Share kalau dianggap bermanfaat

 
Top