Sejarah Penulisan Al-Quran, Pengumpulan, Penyalinan dan Penghimpunannya - Kata “penghimpunan Al-Qur’an (jam’ Al-Qur’an)” terkadang dimaksudkan sebagai “pemeliharaan dan penjagaan dalam dada” (penghafalan), dan terkadang dimaksudkan sebagai “penulisan keseluruhannya, huruf demi huruf, kata demi kata, ayat demi ayat,dan surat demi surat” (penulisan).
Yang kedua medianya adalah shahifah-shahifah dan lembaran-lembaran lainnya, selanjutnya penghimpunan Al-Qur’an dalam pengertian “penulisannya” pada masa awal berlangsung tiga kali. Pertama pada masa Nabi s.a.w. kedua pada masa kekhalifahan Abu Bakar.
Ketiga pada kekhalifahan Utsman. Pada masa yang terakhir itulah dilakukan penyalinan al- qur'an menjadi beberapa mushaf dan dikirim ke berbagai daerah. Berkenaan dengan masalah ini, berkembang banyak kesangsian yang tidak bisa kita biarkan dan harus kita singkap kekeliruannya, kemudian kita hadapkan kepada realitas ilmiah yang sebenarnya, agar hancur lebur atau lenyap menguap.
A. Pembahasan.
Qur’an dikhususkan sebagai nama bagi kita yang diturunkan kepada Muhammad s.a.w sehingga Qu’an menjadi nama khas kitab itu, sebagai nama diri dan secara gabungan kata itu dipakai untuk nama Qur’an secara keseluruhan, begitu juga untuk penamaan ayat-ayatnya. Maka jika kita memndengar orang membaca ayat Al-Qur’an kit aboleh mengatakan bahwa ia sedang membaca Qur’an.
Qur’an adalah kalam atau firman Allah yang diturunkan kepada Muhammad s.a.w, yang pembacaanya merupakan suatu ibadah. Karena pengertiannya, Al-Qur’an itu merupakan kalam yang membedakan antara yang benar dan yang batil, atau sebagiannya dibedakan dari sebagian yang lain dalam hal tuntunan-Nya, atau kedalam surat-surat dan ayat-ayat.
Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Nabi hanya dilakukan pada dua cara yaitu dituliskan melalui benda-benda seperti yang terbuat dari kulit binatang, batu yang tipis dan licin, pelapah kurma, tulang binatang dan lain-lain.Tulisan-tulisan dari benda-benda tersebut dikumpulkan untuk Nabi dan beberapa diantaranya menjadi koleksi pribadi sahabat yang pandai baca tulis.
Tulisan-tulisan melalui benda yang berbeda tersebut memang dimiliki oleh Rasulullah namun tidak tersusun sebagaimana mushaf yang sekarang ini. Pemeliharaan ayat-ayat Al-Qur’an juga dilakukan melalui hafalan baik oleh Rasulullah maupun oleh sahabat-sahabat beliau.
Rasulullah mengerahkan segenap kekuatan hafalannyabterhadap apa yang dianggapnya penting. Lebih-lebih bila mereka diberi kekuatan hafalan yang lebih, maka akan membuat mereka lebih mudah menghafal.[1] Demikian pula, bangsa Arab sewaktu Al-Qur’an turun, mereka memiliki watak ke-Arab’an yang khas, yang antgara lain cepat hafal.
Rasulullah antusias untuk menghafal Al-Qu’an mendorong beliau menggerakkan lidah meski dalam kondisi yang amat berat menghadapi wahyu dan jibril sedang turun. Rasulullah melakukan hal itu demi mendapatkan hafalan yang cepat, karena khawatir ada satu kata atau satu huruf yang terlewatkan.
Para penulis itu diambil dari sahabat pilihan, antara lain Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Mu’awiyah, Abban ibn Sa’id, Khalid ibn al-Walid, Ubaiy ibn Ka’b, Zaid ibn Tsabit, Tsabit ibn Qais dan lain-lain.[2]
Rasulullah selalu memberikan bimbingan mengenai letask ayat itu harus ditulis, mereka menulisnya pada sarana yang mereka mudah dapatkan, seperti pelepah kurma, batu-batu tipis, lembaran terbuat dari kulit atau yang lain, kemudian tulisan-tulisan itu diletakkan di rumah Rasulullah, dan Al-Qur’an telah dihimpun sempurna melalui cara seperti itu. Hanya saja , ia belum ditulis dalam shahifah-shahifah atau mushaf-mushaf. Ia tertulis berserakan, di atas tulang dan yang sejenis.
Penyusunan Al-qur'an itu merupakan kegiatan meruntutkan ayat-ayat sesuai dengan bimbingan Rasullullah, hasil pengajaran langsung dari jibril as.
Persoalan itulah yang mendapat perhatian serius dari umar, lalu umar mengunjungi abu bakar, dan memberitahukan peristiwa-peristiwa yang terjadi serta mendesak agar Abu Bakar segera melakukan penghimpunan Al-Qur’an, karena khawatir ia akan terbengkalai lantaran wafatnya para hafidz dan qari’.
Mula-mula Abu Bakar merasa ragu karena ia selalu berpegang teguh pada apa yang dilakukan Rasulullah. Ia khawatir kalau keinginan melakukan pembaruan justru menjerumuskannya ke dalam sikap penggantian, atau melakukan sesuatu yang bisa dikategorikan kedalam perilaku bid’ah.
Abu Bakar benar-benar memperhatikan terealisasikannya ide baik itu, kemudian Abu Bakar memilih seorang tokok pilihan yaitu Zaid ibn Tsabit r.a, ia termasuk penghafal Al-Qur’an, ia juga dikenal sangat cerdas, sangat jujur,sangat berbudi, sangan teguh memegang teguh ajaran agama.
Sama halnya seperti Abu Bakar, Zaid pun merasa ragu, keduanya lalu bertukar pendapat, sampai akhirnya Zaid dapat menerima dengan lapang dada perintah penulisan Qur’an itu. Zaid memulai tugasnya yang berat ini dengan bersandar padahafalan yang ada dalam hati para qurra dan catatan yang ada pada para penulis. Kemudian lembaran-lembaran (kumpulan) itu disimpan ditangan Abu Bakar.
Di dalam menghimpun Al-Qur’an Zid ibn Tsabit menempuh cara yang sangat ketat yang diterapkan oleh Abu Bakar, yang mampu menjamin ketelitian dan kehati-hatian maksimal. Ia tidak cukup hanya dengan menggunakan hafalan, atau hanya dengan tulisannya ataupun hanya dengan apa yang didengarnya. Ia disamping menggunakan hafalannya ia juga menggunakan dua sumber lain yaitu yang ditulis pada masa Rasulullah, di hadapan beliau dan yang dihafal dikalangan sahabat.
Ia melihat banyak perbedaan dalam cara-cara membaca Al-Qur’an, diantara mereka terjadi banyak perbedaan tentang apa itu qira’at yang memungkinkan terbukanya pintu pertikaian dan perpecahan mirip yang terjadi pada masa sahabat yang belum mengetahui Al-Qur’an, malah pertikaian ini jauh lebih sengit karena mereka telah jauh dari masa kenabian dan tidak lagi ada Rasullullah s.a.w di tengah-tengah mereka yang menjadi penengah dan menjadi rujukan mereka.
Karena sebab-sebab dan peristiwa itulah, Utsman berpikir bahwa peristiwa seperti itu harus segera di basmi agar tidak muncul permasalahan baru lagi. Kemudian Utsman mengumpulkan para pakar-pakar untuk membahas bagaimana menyelesaikan masalah tersebut. Mereka akhirnya sepakat untuk menyalin mushaf untuk dikirim ke daerah-daerah, mengeluarkan perintah agar selainnya dibakar dan agar mereka hanya bertumpu kepadanya.
Utsman melaksanakan kesepakatan itu sekitar akhir tahun kedua puluh empat dan awal tahun kedua puluh lima hijriah, utuk menyalin Al-Qur’an ia membutuhkan empat sahabat pilihan yaitu Zaid ibn Tsabit, Abdullah ibn az-Zubair, Zaid ibn al-Ash dan Abdurrahman ibn al-Haris ibn Hisyam.
Peraturan Utsman dalam penulisan mushaf adalah bahwa mereka tidak boleh menuliskan sesuatu pun kecuali yang mereka yakini betul sebagai Al-Qur’an.
B. Kesimpulan.
Al- Qur’an diturunkan oleh Allah dan ditujukan untuk Nabi Muhammad SAW dengan cara berangsur – angsur , sebagai pedoman hidup, al- quran merupakan kitab yang paling sempurna dari kitab lainnya . dikarenakan di dalam al – Qur’an terdapat peraturan – peraturan yang dapat menyelamatkan manusia dari kesengsaraan, dari keadaan hina , dan dari segala kejelekan selama hidup di dunia sampai akhirat kelak.
Kita sebagai umat Islam seharusnnya lebih giat untuk membaca dan mengamalkan isi ajaran yang terkandung didalam Al-Qur’an. Sebagaimana para sahabat nabi yang telah berupaya mengumpulkan, menuliskan, serta merapihkan susunan isi Al-Qur’an namun tidak merubah satu kata pun isi ketika awal turun kepada Nabi Muhammad SAW.
C. Penutup.
Sekian paper yang dapat penulis buat, tentu saja penulis menyadari bahwa dalam paper ini banyak kekurangan dan kelemahan dikarenakan terbatasnya pengetahuan dan rujukan, penulis mengharapkan saran serta kritik yang membangun agar kedepannya penulis dapat membuat paper yang lebih baik lagi, semoga paper ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi pembaca.
D. Daftar pustaka.
Abdul Adzim Al-Zarqani, Syeikh Muhammad. Manahil Al’urfan Fi’ulum Al-Qur’an. Gaya Media Pratama. Jakarta. 2002.
Al-Qattan, Manna’ Khalil. Terj Drs. Mudzakir AS. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Surabaya. Litera AntarNusa. 2013.
[1] Syeikh Muhammad Abdul Adzim Al-Zarqani,Manahil Al-‘urfan fi’ulum Al-Qur’an(Jakarta,2001),hal.260.
[2] Ibid hal 265.
[3] Ibid hal,267.
Yang kedua medianya adalah shahifah-shahifah dan lembaran-lembaran lainnya, selanjutnya penghimpunan Al-Qur’an dalam pengertian “penulisannya” pada masa awal berlangsung tiga kali. Pertama pada masa Nabi s.a.w. kedua pada masa kekhalifahan Abu Bakar.
Ketiga pada kekhalifahan Utsman. Pada masa yang terakhir itulah dilakukan penyalinan al- qur'an menjadi beberapa mushaf dan dikirim ke berbagai daerah. Berkenaan dengan masalah ini, berkembang banyak kesangsian yang tidak bisa kita biarkan dan harus kita singkap kekeliruannya, kemudian kita hadapkan kepada realitas ilmiah yang sebenarnya, agar hancur lebur atau lenyap menguap.
A. Pembahasan.
1. Pengertian Al-Qur’an.
Qara’a mempunyai arti mengumpulkan dan menghimpun dan qira’ah berarti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lainnya dalam suatu ucapan yang tersusun rapi. Qur’an pada mulanya seperti qira’ah yaitu masdar (infinitif) dari kata qara’a, qira’atan, qur’anan.Qur’an dikhususkan sebagai nama bagi kita yang diturunkan kepada Muhammad s.a.w sehingga Qu’an menjadi nama khas kitab itu, sebagai nama diri dan secara gabungan kata itu dipakai untuk nama Qur’an secara keseluruhan, begitu juga untuk penamaan ayat-ayatnya. Maka jika kita memndengar orang membaca ayat Al-Qur’an kit aboleh mengatakan bahwa ia sedang membaca Qur’an.
Qur’an adalah kalam atau firman Allah yang diturunkan kepada Muhammad s.a.w, yang pembacaanya merupakan suatu ibadah. Karena pengertiannya, Al-Qur’an itu merupakan kalam yang membedakan antara yang benar dan yang batil, atau sebagiannya dibedakan dari sebagian yang lain dalam hal tuntunan-Nya, atau kedalam surat-surat dan ayat-ayat.
2. Sebab-Sebab Penulisan Al-Qur’an.
Pada Zaman Rasulullah, Ayat Al-Qur’an tidak dikumpulkan atau dibukunan seperti sekarang. Namun disebabkan beberapa faktor, maka ayat Al-Qur’an dimulai dikumpulkan atau dibukukan, yaitu dikumpulkan didalam satu Mushaf.Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Nabi hanya dilakukan pada dua cara yaitu dituliskan melalui benda-benda seperti yang terbuat dari kulit binatang, batu yang tipis dan licin, pelapah kurma, tulang binatang dan lain-lain.Tulisan-tulisan dari benda-benda tersebut dikumpulkan untuk Nabi dan beberapa diantaranya menjadi koleksi pribadi sahabat yang pandai baca tulis.
Tulisan-tulisan melalui benda yang berbeda tersebut memang dimiliki oleh Rasulullah namun tidak tersusun sebagaimana mushaf yang sekarang ini. Pemeliharaan ayat-ayat Al-Qur’an juga dilakukan melalui hafalan baik oleh Rasulullah maupun oleh sahabat-sahabat beliau.
3. Sejarah Penghimpunan Al-Qur’an dalam Arti Penghafalan.
Rasulullah amat menyukai wahyu, ia senantiasa menunggu penurunan wahyu dengan rasa rindu, lalu menghafal dan memahaminya.Mulanya, perhatian beliau tertuju sepenuhnya kepada penghafalan terhadapnya. Kemudian beliau membacakannya kepada orang-orang, sedikit demi sedikit agar mereka juga mampu menghafalnya dengan baik. Oleh sebab itu, ia adalah hafiz (penghafal) Qur’an pertama dan merupakan contoh paling baik bagi para sahabat dalam menghafalnya.Rasulullah mengerahkan segenap kekuatan hafalannyabterhadap apa yang dianggapnya penting. Lebih-lebih bila mereka diberi kekuatan hafalan yang lebih, maka akan membuat mereka lebih mudah menghafal.[1] Demikian pula, bangsa Arab sewaktu Al-Qur’an turun, mereka memiliki watak ke-Arab’an yang khas, yang antgara lain cepat hafal.
Rasulullah antusias untuk menghafal Al-Qu’an mendorong beliau menggerakkan lidah meski dalam kondisi yang amat berat menghadapi wahyu dan jibril sedang turun. Rasulullah melakukan hal itu demi mendapatkan hafalan yang cepat, karena khawatir ada satu kata atau satu huruf yang terlewatkan.
4. Sejarah Penghimpunan Al-Qur’an dalam arti Penulisan pada masa nabi.
Pada mulanya perhatian rasulullah s.a.w tertuju pada penghimpunan Al-Qur’an kedalam hati, yakni dengan cara menghafalnya, dengan pertimbangan mendesak karena pada masa itu alat-alat tulis tidaklah mudah mereka dapatkan waktu itu. Akan tetapi Al-Qur’an memang mendapat perhatian lengkap dari rasulullah, perhatian mereka untuk menghafalnya tidak memalingkan mereka dari perhatian untuk menulis dan menggoreskannya, tetapi tentu saja sesuai dengan kemampuan sarana-sarana tulis waktu itu.Para penulis itu diambil dari sahabat pilihan, antara lain Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Mu’awiyah, Abban ibn Sa’id, Khalid ibn al-Walid, Ubaiy ibn Ka’b, Zaid ibn Tsabit, Tsabit ibn Qais dan lain-lain.[2]
Rasulullah selalu memberikan bimbingan mengenai letask ayat itu harus ditulis, mereka menulisnya pada sarana yang mereka mudah dapatkan, seperti pelepah kurma, batu-batu tipis, lembaran terbuat dari kulit atau yang lain, kemudian tulisan-tulisan itu diletakkan di rumah Rasulullah, dan Al-Qur’an telah dihimpun sempurna melalui cara seperti itu. Hanya saja , ia belum ditulis dalam shahifah-shahifah atau mushaf-mushaf. Ia tertulis berserakan, di atas tulang dan yang sejenis.
Penyusunan Al-qur'an itu merupakan kegiatan meruntutkan ayat-ayat sesuai dengan bimbingan Rasullullah, hasil pengajaran langsung dari jibril as.
5. Sejarah penghimpunan al-qur’an pada masa Abu Bakar.
Pada masa kekhalifahannya, Abu Bakar menghadapi sejumlah persoalan berat, misalnya peristiwa Yamamah, pada tahun dua belas Hijriah. Pada masa kekhalifahannnya juga terjadi peperangan melawan para pengikut Musailamah al-Kadzdzab, yang merupakan peperangan yang sangat dahsyat, dimana banyak yang gugur menjadi syahid, kurang lebih mencapai tujuh puluh orang[3].Persoalan itulah yang mendapat perhatian serius dari umar, lalu umar mengunjungi abu bakar, dan memberitahukan peristiwa-peristiwa yang terjadi serta mendesak agar Abu Bakar segera melakukan penghimpunan Al-Qur’an, karena khawatir ia akan terbengkalai lantaran wafatnya para hafidz dan qari’.
Mula-mula Abu Bakar merasa ragu karena ia selalu berpegang teguh pada apa yang dilakukan Rasulullah. Ia khawatir kalau keinginan melakukan pembaruan justru menjerumuskannya ke dalam sikap penggantian, atau melakukan sesuatu yang bisa dikategorikan kedalam perilaku bid’ah.
Abu Bakar benar-benar memperhatikan terealisasikannya ide baik itu, kemudian Abu Bakar memilih seorang tokok pilihan yaitu Zaid ibn Tsabit r.a, ia termasuk penghafal Al-Qur’an, ia juga dikenal sangat cerdas, sangat jujur,sangat berbudi, sangan teguh memegang teguh ajaran agama.
Sama halnya seperti Abu Bakar, Zaid pun merasa ragu, keduanya lalu bertukar pendapat, sampai akhirnya Zaid dapat menerima dengan lapang dada perintah penulisan Qur’an itu. Zaid memulai tugasnya yang berat ini dengan bersandar padahafalan yang ada dalam hati para qurra dan catatan yang ada pada para penulis. Kemudian lembaran-lembaran (kumpulan) itu disimpan ditangan Abu Bakar.
Di dalam menghimpun Al-Qur’an Zid ibn Tsabit menempuh cara yang sangat ketat yang diterapkan oleh Abu Bakar, yang mampu menjamin ketelitian dan kehati-hatian maksimal. Ia tidak cukup hanya dengan menggunakan hafalan, atau hanya dengan tulisannya ataupun hanya dengan apa yang didengarnya. Ia disamping menggunakan hafalannya ia juga menggunakan dua sumber lain yaitu yang ditulis pada masa Rasulullah, di hadapan beliau dan yang dihafal dikalangan sahabat.
6. Sejarah penghimpunan al-qur’an pada masa utsman.
Pada masa Utsman yang keadaannya semakin ramai, dan kawasan islam semakin luas, kaum muslimin mulai berpencar di berbagai daerah dan muncul factor-faktor yang mengharuskan pengkajian terhadap Al-Qur’an.Ia melihat banyak perbedaan dalam cara-cara membaca Al-Qur’an, diantara mereka terjadi banyak perbedaan tentang apa itu qira’at yang memungkinkan terbukanya pintu pertikaian dan perpecahan mirip yang terjadi pada masa sahabat yang belum mengetahui Al-Qur’an, malah pertikaian ini jauh lebih sengit karena mereka telah jauh dari masa kenabian dan tidak lagi ada Rasullullah s.a.w di tengah-tengah mereka yang menjadi penengah dan menjadi rujukan mereka.
Karena sebab-sebab dan peristiwa itulah, Utsman berpikir bahwa peristiwa seperti itu harus segera di basmi agar tidak muncul permasalahan baru lagi. Kemudian Utsman mengumpulkan para pakar-pakar untuk membahas bagaimana menyelesaikan masalah tersebut. Mereka akhirnya sepakat untuk menyalin mushaf untuk dikirim ke daerah-daerah, mengeluarkan perintah agar selainnya dibakar dan agar mereka hanya bertumpu kepadanya.
Utsman melaksanakan kesepakatan itu sekitar akhir tahun kedua puluh empat dan awal tahun kedua puluh lima hijriah, utuk menyalin Al-Qur’an ia membutuhkan empat sahabat pilihan yaitu Zaid ibn Tsabit, Abdullah ibn az-Zubair, Zaid ibn al-Ash dan Abdurrahman ibn al-Haris ibn Hisyam.
Peraturan Utsman dalam penulisan mushaf adalah bahwa mereka tidak boleh menuliskan sesuatu pun kecuali yang mereka yakini betul sebagai Al-Qur’an.
B. Kesimpulan.
Al- Qur’an diturunkan oleh Allah dan ditujukan untuk Nabi Muhammad SAW dengan cara berangsur – angsur , sebagai pedoman hidup, al- quran merupakan kitab yang paling sempurna dari kitab lainnya . dikarenakan di dalam al – Qur’an terdapat peraturan – peraturan yang dapat menyelamatkan manusia dari kesengsaraan, dari keadaan hina , dan dari segala kejelekan selama hidup di dunia sampai akhirat kelak.
Kita sebagai umat Islam seharusnnya lebih giat untuk membaca dan mengamalkan isi ajaran yang terkandung didalam Al-Qur’an. Sebagaimana para sahabat nabi yang telah berupaya mengumpulkan, menuliskan, serta merapihkan susunan isi Al-Qur’an namun tidak merubah satu kata pun isi ketika awal turun kepada Nabi Muhammad SAW.
C. Penutup.
Sekian paper yang dapat penulis buat, tentu saja penulis menyadari bahwa dalam paper ini banyak kekurangan dan kelemahan dikarenakan terbatasnya pengetahuan dan rujukan, penulis mengharapkan saran serta kritik yang membangun agar kedepannya penulis dapat membuat paper yang lebih baik lagi, semoga paper ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi pembaca.
D. Daftar pustaka.
Abdul Adzim Al-Zarqani, Syeikh Muhammad. Manahil Al’urfan Fi’ulum Al-Qur’an. Gaya Media Pratama. Jakarta. 2002.
Al-Qattan, Manna’ Khalil. Terj Drs. Mudzakir AS. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Surabaya. Litera AntarNusa. 2013.
[1] Syeikh Muhammad Abdul Adzim Al-Zarqani,Manahil Al-‘urfan fi’ulum Al-Qur’an(Jakarta,2001),hal.260.
[2] Ibid hal 265.
[3] Ibid hal,267.
Post a Comment
Silahkan di Share kalau dianggap bermanfaat