Dampak Kyai menjadi Pemimpin Daerah - Setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama dalam hal menjadi seorag pemimpin di negeri ini baik dalam ranah eksekutif maupun legislatif. Di bidang eksekutif pada bulan februari 2017 mendatang akan di selenggarakan pemilihan kepala daerah secara serentak mulai dari Bupati, Walikota, Gubernur akan diperebutkan setiap orang yang mencalonkan diri.
Para calon kepala daerah berasal dari berbagai background bidang yang melatar belakangi. Mulai dari politisi murni yang mulai berproses di suatu partai, Dosen, PNS pemerintah daerah atau termasuk dari unsur kyai yang kemudian hari mencalonkan diri sebagai pemimpin daerah. Pertanyaan yang muncul ketika kyai yang biasanya bergelut dengan santri-santinya pasti ada berbagai hal. Apakah mampu menyakinkan publik untuk memilihnya? Pahamkah mengenai birokrasi pemerintahan? Waktu yang dibutuhkan berapa lamakan untuk belajar birokrasi?
Kalau kita melihat memang betul ada keraguan yang tersematkan dalam pikiran mengenai keahlian seorang kyai dalam memimpin birokrasi pemerintah. Selama ini sosok Figur seorang kyai itu lemah dalam kemampuan teknokratik manajemen administrasi.
Namun hal tersebut tidaklah boleh dipandang sebelah mata. Ada banyak kok kyai sekarang yang sudah paham politik terlebih setelah ada partai yang bernuansa Islam berdiri yang kemudian memberikan pelajaran penting ke kyai mengenai birokrasi pemerintahan dan ada pula kyai yang bergabung pada partai nasionalis. Karena setiap orang yang sudah mempuyai amanat untuk memimpin daerah pasti akan berjuang sekuat mungkin untuk belajar managemen birokrasi pemerintah.
Pemimpin Agamis Sebagai Corong Transformaif
Kyai atau ulama mempunyai kedekatan yang sudah melekat dengan masyarakat secara tidak langsung ketika menyampaikan gagasan atau pesan terhadap masyarakat akan lebih mudah untuk diterima ketimbang ketika seorang pejabat murni yang menyampaikan ke masyarakat.Hal ini yang menjadi kesempatan bahwa kyai yang mempunyai kemapuan agamis kemudian mempunyai kemampuan transformatif langsung ke masyarakat yang tidak hanya berhenti pada nasihat, retorika ataupun ceramah.
Keberagaman yang inklusif dalam konteks kebangsaan harus bisa di terapkan seorang pemimpin yang berbackground kyai. Jadi tema-tema agama rahmat bagi semesta dapat terwujud dan tidak hanya di endapkan dalam retorika pembelajaran dengan satri-santri yang mondok di pondok pesantren maupun pesan-pesan keagaamaan ke masyarakat belaka.
Contoh Kyai yang sudah menjadi Birokrasi
Abdurrahman Wahid atau yang sering disapa Gus Dur merupakan salah satu contoh yang sukses masuk dalam birokrasi Pemerintahan bahkan menjadi Presiden ke 4 Indonesia. Bahkan beliau juga dijuluki bapak Pluralisme. Gus dur berjuang untuk mewujudkan plurarisme di Indonesia. Beliau sangat menghargai keberagaman dalam berbagai hal, terutama keberagaman suku, agama, dan ras. Saat memimpin gus dur berani mendobrak diskriminasi pada warga tiong hoa yang telah membelengunya.Muhammad Zainul Majdi atau mempunyai nama lain Tuan Guru Bajang (Tuan Guru Muda) Muhammad Zainul Majdi menjadi Gubernur Nusa Tenggara Barat pada Usia 38 Tahun dan pada waktu itulah memecahkan Rekor MURI sebagai Bubernur Termuda. Pada pencalonan periode kedua ia disusung 7 Parpol yang juga membawanya memimpin kembali NTB.
Prestasi yang diraih diraih lulusan Al-Azhar kairo, Muhammad Zainul Majdi banyak sekali salah satu yang dapat dilihat adalah mampu mendongkrak pariwisata NTB dengan presentasi pada tahun 2008 hanya sebesar 600ribu 7 tahun kemudian mampu mendongkrak pada angka 2,4 juta orang.
Post a Comment
Silahkan di Share kalau dianggap bermanfaat