Sejarah Ushul Fiqh - sebagai salah satu kajian ilmu-ilmu keislaman, tentunnya juga memiliki sejarah mengapa ilmu Ushul Fiqh bisa hadir di tengah-tengah masyarakat, khususnya masyarakat muslim. Ilmu yang mengkaji hukum islam ini lebih fokus dalam peranandan fungsi Ushul Fiqh sebagai dasar dalam memutuskan sebuah hukum.
Jika diangan-angan, permasalahan hukum yang berkembang di masyarakat sangatlah dinamis. Sehingga mustahil jika seseorang bisa dengan mudah memutuskan berbagai hokum yang terus berkembang tersebut dengan mudah. Disnilah pentingnya ushul (dasar)yang bisa menjadi landasan seseorang dalam menentukan sebuah hukum (fiqh) pada permaslahan-permasalahan baru.
Seperti yang dikatakan para ulama bahwa “barang siapa yang tidak mengetahui ashal (dasar hukum) niscaya ia tak akan mengetahui far’ (cabang hukum) .
B. Rumusan masalah
a. Bagaimana sejarah munculnya ushul fiqh pada masa Rasul?
b. Bagaimana sejarah munculnya ushul fiqh pada masa Sahabat?
c. Bagaimana sejarah munculnya ushul fiqh pada Tabiin?
C. Tujuan Penulisan
Makalah ini ditulis dengan tujuan sebagai berikut:
a. Mengetahui Bagaimana sejarah munculnya ushul fiqh pada masa Rasul
b. Mengetahui Bagaimana sejarah munculnya ushul fiqh pada masa Sahabat
c. Mengetahui Bagaimana sejarah munculnya ushul fiqh pada Tabiin
BAB II
PEMBAHASAN
Embrio Munculnya Ushul Fiqh Pada Masa Rasulullah SAW
Pernah terjadi sebuah kisah dimana Rasulullah memerintah para Shahabat untuk berangkat ke desa Bani Quraidhoh (BQ). Saat itu perjalanan dimulai ketika sudah masuk waktu sholat asar.
Sebelum mereka berangkat, Rasul berpesan agar mereka sholat asar di tempat tujuan, yakni desa Bani Quraidhoh, mungkin agar tidak terlambat dan agar mereka segera sampai disana.
Namun, ditengah perjalanan, mereka mendapati waktu sholat asar hamper habis. Jika mereka melanjutkan perjalanan dan menunda sholat, kemungkinan besar mereka akan tertinggal dan akan kehabisan waktu asar. Sehingga terjadi perundingan dan bahkan sampai perdebatan diantara mereka apakah melaksanakan sholat asar dalam perjalanan agar tidak kehabisan waktu ataukah melaksakan sholat di tempat tujuan dengan alasan menaati perintah Rasul ?
Akhirnya, kelompok tersebut pecah menjadi dua golongan. Golongan pertama memutuskan untuk melaksanakan sholat dalam perjalanan dan yang lain memutuskan untuk melaksanakan sholat di tempat tujuan .
Golongan pertama, yakni yang sholat dalam perjalanan disebut sebagai ahli ra’yi (ahli berijtihad). Disebabkan karena mereka memahami perintah Rasul secara kontekstual dan kondisional. Tidak hanya memakan mentah sebuah redaksi meskipun itu berasal dari Rasulullah. Mereka juga mempertimbangkan bagaimana mestinya sholat itu dijalankan.
Sedangkan kelompok yang ke dua disebut sebagai ahli hadits. Hal itu karna mereka mengambil hukum atas dasar tekstual dan memakan redaksi tanpa dikupas dan ditelaah terbih dahulu.
Meskipun demikian, rasul tidak menyalahkan kedua kelompok tersebut. Dengan bahasa bijaksana, yang jika diterjemahkan secara bebas, Rasulullah berkata sebagai berikut:
1) Kepada kelompok pertama:
“Anda telah kreatif memahami Pesanku dengan melaksanakan shalat Di perjalanan”
2) Kepada kelompok ke dua:
“Anda telah mengamalkan sabdaku”
Artinya, rasul tidak menyalahkan keduanya. Sehingga bisa diambil kesimpulan bahwa keduanya tidak salah.
Perkembangan Usul Fiqh Pada Masa Shahabat
عَنْ مُعَاذٍ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَمَّا بَعَثَ مُعَاذًا إِلَى الْيَمَنِ قَالَ لَهُ : كَيْفَ تَقْضِى إِذَا عَرَضَ لَكَ قَضَاءٌ؟. قَالَ : أَقْضِى بِكِتَابِ اللَّهِ. قَالَ : فَإِنْ لَمْ تَجِدْهُ فِى كِتَابِ اللَّهِ؟ قَالَ : أَقْضِى بِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-. قَالَ : فَإِنْ لَمْ تَجِدْهُ فِى سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ ..قَالَ : أَجْتَهِدُ بِرَأْيِى لاَ آلُو. قَالَ : فَضَرَبَ بِيَدِهِ فِى صَدْرِى وَقَالَ : الْحَمْدُ للَّهِ الَّذِى وَفَّقَ رَسُولَ رَسُولِ اللَّهِ لِمَا يُرْضِى رَسُولَ اللَّهِ.
Dari Muadz: Bahwasanya Rasulullah SAW ketika mengutus Muadz ke Yaman, beliau bersabda: “Bagaimana kau memutuskan juga dihadapkan perkara kepadamu‘ Muadz menjawab: “Saya putuskan dengan kitab Allah. Rasulullah bertanya kembali: “Jika tidak kau temukan dalam kitab Allah.” Muadz menjawab: “Saya putuskan dengan sunnah Rasulullah SAW. Rasulullah bertanya: Jika tidak kau temukan dalam sunnah Rasulullah‘ Muadz menjawab: “Saya berijtihad dengan ra’yu saya dan tidak melampaui batas.” Muadz lalu berkata: “Rasulullah memukulkan tangannya ke dada saya dan bersabda: “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan petunjuk utusan Rasulullah terhadap apa yang diridloi Rasulullah.”
Hadits tersebut menunjukan bahwa ketika ada permasalahan yang musykiI yang sekiranya tidak ditemukan secara jelas dalam al-Quran maupun al-Sunnah, seseorang harus berijtihad dengan menggunakan analisis penalarannya. Tentunya hal ini tidak dilakukan oleh sembarang orang. Orang yang berijtihad harus mumpuni dan memiliki syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut telah dirumuskan oleh para Ulama periode selanjutnya yang diantaranya sebagai berikut:
1) Harus mengetahui dalil-dalil nash al-Quran dan al-Sunnah
2) Mengetahui sastra (lisan) arab.
3) Harus mengetahui ushul fiqh
4) Mengetahui nasikh dan mansukh .
Kembali pada bahasan sebelumnya, bahwa perkembangan ushul fiqh pada masa shahabat dicontohkan dengan beberapa kasus yang dialami kholifah Umar Ibnul Khottob. Diantaranya sebagai berikut, kasus pertama, Kholifah Umar tidak memberikan harta Ghonimah pada prajurit muslim yang berperang. Padahal dalam surat al-Anfal ayat 41, prajurit islam berhak mendapatkan bagian 80% dari harta ghonimah. Kasus kedua, kholifah Umar tidak memotong tangan seorang pencuri padahal harta yang dicuri sudah mencapai ketentuan had.
Keputusan beliau tersebut bukan tanpa alasan. Alasan kasus pertama, bahwa perintah untuk membagikan harta ghonimah dalam surat al-anfal ayat 41 adalah ketika umat islam belum begitu kuat. Sehingga perlu dikuatkan dahulu dengan imbalan materi agar pasukan islam termotifasi dalam berperang. Sedangkan pada masa Kholifah Umar, keadan kaum muslim sudah bisa dibilang kuat. Sehingga tidak perlu lagi mendapat harta ghonimah.
Alasan kasus kedua, Karena pada masa itu suasana ekonomi sangat gawat ( paceklik), yang disebut dengan Amul maja’ah , yaitu tahun kelaparan.
Dari contoh kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa terkadang untuk menghasilkan kebijakan yang benar-benar bijak dan keputusan yang maslahat diperlukan ijtihad. Dan ijtihad, dalam perkembangannya adalah salah satu sasaran kajian Ushul Fiqh.
Perkembangan Ushul Fiqih Pada Masa Tabiin.
Tabi’in adalah generasi ketiga setelah Rasulullah dan Shohabat. Lafal “tabi’in” sendiri bermakna pengikut . Dalam mayoritas perbuatan dan langkah intelektualnya, tabi’in mengikuti apa yang para shohabat perbuat. Sebab, secara esensial, para tabi’in adalah murid para shohabat itu sendiri. Sehingga doktrin yang dulu diajaran Rosulullah kepada shohabat diteruskan kepada para tabi’in.
Namun dalam perkembangannya para tabi’inpun juga menemui beberapa kendala saat hendak memutuskan suatu hokum yang selalu dinamis. Bahkan pada masa tabiin perkembangan ijtihad semakin kompleks. Hal ini disebabkan karena Rasulullah sudah wafat yang notabennya adalah sumber jalan keluar dari seluruh permasalahan. Sehingga memaksa mereka untuk memutuskan permasalahan hukum dengan berijtihad. Hal itu tentunya dengan beberapa tahap.
Menyebarnya para Shohabat ke berbagai daerah
Setelah rasulullah wafat, perjuangan dakwah islam dilanjutkan oleh para shohabat. Sehingga memaksa mereka untuk menyebar ke berbagai daerah untuk melanjutkan misi menyebarkan agama islam. Daerah-daerah tujuan itu diantaranya adalah kufah, irak, basrah, mesir dan lain-lain.
Timbulnya kasus-kasus baru di masing-masing daerah
Telah diketahui bahwa hukum selalu berkembang dinamis. Begitu juga di masing-masing daerah pada masa itu. Timbul berbagai masalah baru yang belum ada solusi sebelumnya. Sehingga sekali lagi, menuntut mereka untuk berpikir keras untuk mencari solusi hukum dari masing-masing kasus yang timbul.
Hal ini terjadi karena perbedaan metode dan cakrawala keilmuan para imam. Contoh sederhana yaitu iam malik dan imam syafi’dalam menentukan sampai mana batasan kepala yang diusap. Mereka berdua beristinbath dengan menggunakan dalil surat al-Maidah ayat 6. Pada kalimat “wamsahuu bi ruusikum”, imam Malik memandang bahwa huruf ba’ pada “biruusikum” adalah ba’ zaidah yang dalam bahasa arab, huruf zaidah tidak berimplikasi pada suatu kalam. Sehingga hukum yang terlahir sama halnya dengan “wamsahuu ruusakum” (usaplah kepalamu).
Sedangkan menurut imam Syafi’i bahwa ba’ dalam redaksi ayat tersebut bermakna ilshoq. Sehingga yang dimaksud adalah “meletakkan usap dengan kepala” dan ini dapat terjadi dengan mengusap sebagian sebagaimana dapat terjadi dengan mengusap keseluruhan . Dengan demikian hukum yang terlahir adalah mengusap kepala sudah cukup dengan hanya mengusap sebagian dan bukan keseluruhan.
Sedangkan menurut imam Syafi’i bahwa ba’ dalam redaksi ayat tersebut bermakna ilshoq. Sehingga yang dimaksud adalah “meletakkan usap dengan kepala” dan ini dapat terjadi dengan mengusap sebagian sebagaimana dapat terjadi dengan mengusap keseluruhan . Dengan demikian hukum yang terlahir adalah mengusap kepala sudah cukup dengan hanya mengusap sebagian dan bukan keseluruhan.
1. Kesimpulan
Ushul Fiqih adalah salah satu disiplin ilmu baru yang juga dirumuskan oleh para Ulama. Seperti halnya ilmu-ilmu yang lain, ilmu Ushul Fiqh juga memiliki aspek historis-kronologis yang melatar belakangi munculnya ilmu tersebut.
Dimulai ketika masa rasulullah SAW yang menyuruh para Shahabat untuk pergi menuju desa Bani Quraidzah. Berlanjut pada masa Shahabat saat Kholifah Umar mengambil kebijakan yang tidak sejalur dengan Al-Quran. Lalu kemudian bersambung pada masa Tabi’in yang menemui berbagai permasalahan baru pada daerah dakwahnya masing-masing.
2. Saran
Belajarlah Ushul Fiqh. Sebab, dengan itulah hukum-hukum yang berkembang dinamis dapat dengan mudah teratasi. Hal itu disebabkan juga banyaknya kasus hukum yang berkembang tanpa batas. Sedangkan dalil-dalil ilahiyah sangat terbatas jumlahnya. Dengan mempelajari dasar, maka akan mudah untuk mengetahui cabang-cabangnya.
DAFTAR PUSTAKA
AL-Quran Al-Karim
Hakim, Abdul Hamid.Tanpa Thun.Al-Bayan.Jakarta:Maktabah As-Sa’adiyah Putra.
Syaltout, Mahmud, M. Ali As-Sayis.1993.Perbandingan Madzhab Dalam Masalah Fiqih.Jkarta:Bulan Bintang.
http://ruruls4y.wordpress.com/2012/04/07/sejarah-perkembangan-ushul-fiqh/
http://www.scribd.com/doc/19340889/1USHUL-FIQH-SEJARAH
Post a Comment
Silahkan di Share kalau dianggap bermanfaat