0

A. PENGERTIAN ASAL KATA SUFI

Pengertian dan Konsep Takhali, macam-macam Pengertian dan Konsep Takhali, Takhali, Pengertian

Tasawuf berasal dari kata sufi. Menurut sejarah, orang yang pertama memakai kata sufi seorang zahid atau ascetic bernama Abu Hasyim Al-Kufi di Irak ( w: 150 H )

Adapun mengenai asal usul atau etimologi kata sufi adalah diantaranya sebagai berikut :
  1. Ahl al-Suffah orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah dalam keadaan miskin, karena kehabisan bekal. Mereka hidup di Masjid Nabi dengan menggunakan pelana sebagai bantal ( suffah/ sofa = pelana, baik dan mulia). Sifat tidak mementingkan keduniaan, miskin tetapi berhati baik dan mulia itulah sifat kaum sufi.
  2. Saf ( صف ) petama, sebagaimana halnya dengan orang sembahyang di saf pertama, yang mendapat kemuliaan dan pahala, demikian pula kaum sufi, dimuliakan Allah dan diberi pahala yang lebih.
  3. Sufi ( صوفى ) dari su صافى dan fi صفى yaitu suci. Seorang sufi adalah orang yang disucikan dan kaum sufi adalah orang-orang yang telah mensucikan dirinya melalui latihan-latihan yang berat (mujahadah).
  4. Shopos dari kata Yunani yang berarti hikmah. Orang sufi berarti orang yang mempunyai hubungan dengan hikmah.
  5. Suf ( سوفى ) kain wol. Orang sufi berarti orang-orang yang sering memakai wol, yaitu merupakan simbul kesederhanaan dan kemiskinan. Kaum sufi sebagai golongan yang hidup sederhana dan dalam keadaan miskin, tetapi berhati suci dan mulia.
  6. Tasawuf merujuk pada kata safa atau safw yang artinya bersih atau suci. Maksudnya, kehidupan seorang sufi lebih banyak diarahkan pada penyucian batin untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sebab Tuhan tidak bisa didekati kecuali oleh orang yang suci.

B. PENGERTIAN TAKHALLI DALAM TASAWUF

** Pengertian dan Konsep Takhali** Dalam pandangan kaum sufi, manusia cenderung mengikuti hawa nafsu. Ia cenderung ingin menguasai dunia atau berusaha agar berkuasa di dunia. Menurut Imam Al-Gazali, cara hidup seperti ini akan membawa manusia ke jurang kehancuran moral. Kenikmatan hidup di dunia telah menjadi tujuan umat pada umumnya. Pandangan hidup seperti ini menyebabkan manusia lupa akan wujudnya sebagai hamba Allah yang harus berjalan di atas aturan-aturan-Nya.

Untuk memperbaiki keadaan mental yang tidak baik tersebut, seseorang yang ingin memasuki kehidupan tasawuf harus melalui beberapa tahapan yang cukup berat. Tujuannya adalah untuk menguasai hawa nafsu, menekan hawa nafsu sampai ketitik terendah dan bila mungkin mematikan hawa nafsu itu sama sekali. Tahapan tersebut di antaranya adalah tahapan takhalli yaitu mengosongkan diri dan sifat-sifat yang tercela baik lahir maupun batin. Di antara sifat-sifat tercela itu menurut Imam al-Ghazali adalah hasut, tamak, takabur, bakhil, khianat, dusta, cinta harta dunia, riya’, pemarah (ghadab) dan lainnya.
Artikel terkait: Hubungan Islam dan Hak Asasi Manusia

C. UPAYA-UPAYA SEORANG SUFI DALAM MEWUJUDKAN TAKHALLI

Seorang sufi dapat mewujudkan tahapan takhalli dengan jalan menjauhkan diri dari kemaksiatan dengan segala bentuk dan berusaha melepaskan dorongan hawa nafsu tercela. Menurut kelompok sufi, maksiat dibagi menjadi dua : maksiat lahir dan batin. Maksiat batin yang terdapat pada manusia tentulah lebih berbahaya, karena ia tidak kelihatan tidak seperti maksiat lahir, dan kadang-kadang begitu tidak di sadari. Maksiat ini lebih sukar dihilangkan. Perlu diketahui bahwa maksiat batin itu pula yang menjadi penggerak maksiat lahir. Selama maksiat batin itu belum bisa dihilangkan pula maksiat lahir tidak bisa di bersihkan. Maksiat lahir Adalah segala maksiat tercela yang di kerjakan oleh anggota lahir. Sedangkan maksiat batin adalah segala sifat tercela yang dilakukan oleh anggota batin dalam hal ini adalah hati, sehingga tidak mudah menerima pancaran nur Illahi, dan tersingkaplah tabir (hijab), yang membatasi dirinya dengan Tuhan, dengan jalannya sebagai berikut:
  1. Menghayati segala bentuk ibadah, sehingga pelaksananya tidak sekedar apa yang terlihat secara lahiriyyah, namun lebih dari itu, memahami makna hakikinya.
  2. Riyadhoh (latiahan) dan mujahadah (perjuangan) yakni berjuang dan berlatih membersihkan diri dari kekangan hawa nafsu, dan mengendalikan serta tidak menuruti keinginan hawa nafsunya tersebut. Menurut Imam Al-Ghozali, riyadoh dan mujahadah itu adalah latihan dan kesungguhan dalam menyingkirkan keinginan hawa nafsu (shahwat) yang negatif dengan mengganti sifat yang positive.
  3. Berusaha mengubah sifat buruk dan mempunyai daya tangkal terhadap kebiasaan buruk dan menggantikanya dengan kebiasaannya yang baik.
  4. Mukhasabah (koreksi) terhadap diri sendiri dan selanjutnya meninggalkan sifat-sifat yang jelek itu. Dan memohon pertolongan kepada Allah SWT dari godaan syaitan.

Dengan demikian tampaklah bahwa zuhud, qona’ah, shabar, mujahadah, ridho, syukur, masuk dalam kategori kriteria jiwa atau mental yang sehat. Sedangkan cinta dunia, tamak, ujub, riya, takabbur, hasad, sum’ah, masuk dalam kriteria jiwa atau mental yang sakit. Maka dari itu kita harus selalu berusaha menjauhkan atau mengkosongkan diri dari sifat-sifat kemaksiatan, sifat itu diantaranya :
Artikel terkait: Tafsir, Takwil dan Terjemah

1. Hubb al Dunya (Mencintai Dunia)

Hubb al-dunya adalah cinta pada dunia, sedangkan secara istilah adalah cinta pada dunia yang dianggap mulia dan tidak melihat pada akhirat. Perilaku ini dianggap Ahmad Rifa’i sebagai suatu perbuatan yang tercela karena memandang dunia lebih mulia dibanding akhirat. Ia menekankan celaan terhadap dunia yang dapat membawa orang lupa akan akhirat. ia masih memberikan peluang untuk menyisihkan pada dunia selama tidak menjadikan orang lupa akan akhirat.

2. Tamak

Pengertian tamak menurut Ahmad Rifa’i adalah hati yang rakus terhadap dunia sehingga tidak memperhitungkan halal dan haram yang mengakibatkan adanya dosa besar.

3. Ujub

Ujub artinya mengherankan dalam batin. Menurut istilah ‘ujub adalah membanggakan diri atas hasil yang telah dicapai di dalam hatinya dan dengan angan-angan merasa telah sempurna baik dari segi ilmu maupun amalnya dan ketika ada seseorang tahu tentang ilmu dan amalnya maka ia tidak akan mengembalikan semua itu pada yang kuasa yakni telah memberikan nikmat tersebut, maka ia telah benar dikatakan’ujub.

5. Riya’

Yang dimaksud riya’ menurut Ahmad Rifa’i adalah memperlihatkan atas kebaikannya kepada manusia. Sedangkan menurut istilah adalah melakukan ibadah dengan sengaja dalam hatinya yang bertujuan karena manusia (dunia) dan tidak beribadah semata-mata tertuju karena Allah. Siapapun yang berbuat segala amal kebajikan dan ingin diketahui agar orang mengagungkan dirinya, maka orang ini termasuk seorang yang berbuat riya’.

6. Takabur

Pengertian takabur menurut Ahmad Rifa’i adalah sombong merasa tinggi. Sedangkan menurut istilah adalah menetapkan kebaikan atas dirinya dalam sifat-sifat baik atau keluhuran yang disebabkan karena banyaknya harta dan kepandaian. Inti perbuatan takabur dalam pengertian tersebut adalah merasa sombong karena harta dan kapandaian yang dimiliki seseorang. Perasaan sombong menunjukkan bahwa dirinya termasuk seorang yang paling bodoh. Mana mungkin ia pantas bersikap sombong padahal ia mengetahui dirinya diciptakan dari air mani yang menjijikkan dan adakalanya air mani itu lebih kotor dari bangkai binatang. Meskipun pada dirinya terdapat berbagai keutamaan dan kebaikan, tetapi semua itu datangnya dari Allah dan kemurahan-Nya. Tidak seorangpun dapat mendatangkan kebaikan bagi dirinya sendiri.

Seorang yang sombong tidak dapat mencegah karunia Allah yang ditaik dari tubuhnya, karena sifat sombong hanya pantas dimiliki Allah YME.

7. Hasud

Jika penyakit hasud telah menyebar luas, dan setiap orang yang hasud mulai memperdaya setiap orang yang memiliki nikmat maka pada saat itu tipu daya telah menyebar luas pula dan tidak seorangpun yang selamat dari keburukannya karena setiap orang pembuat tipu daya dan diperdaya. Ahmad Rifa’i mengartikan hasud adalah berharap akan nikmatnya tuhan yang ada pada orang Islam baik itu ilmu, ibadah maupun harta benda.

8. Sum’ah

Secara bahasa sum’ah adalah memperdengarkan kepada oranglain. Sedangkan secara istilah adalah melakukan ibadah dengan benar dan ikhlas karena Allah akan tetapi kemudian menuturkan kebaikannya kepada orang lain agar orang lain berbuat baik kepada dirinya. Dalam pembahasan ini beliau menekankan pada jalan yang harus ditempuh bagi seseorang muslim agar selalu mengerjakan sifat-sifat terpuji dan menjauhi sifat-sifat tercela yang dapat membawanya pada kerusakan pada amaliah lahir maupun batin. Beliau mengajak kepada kita unuk berperilaku dengan benar, baik secara lahir maupun batin.

Adapun penyebab utama segala sifat yang tidak terpuji yang dimiliki dalam hati seseorang adalah karena orang itu lebih mencintai dunianya dari pada akhiratnya. Setiap kecintaannya kepada dunia merupakan penyebab yang paling utama untuk berbuat dosa. Jika seorang hatinya telah bersih, maka Allah akan memberinya cahaya, kesenangan, dan akan membuka baginya segala rahasia Allah yang tersembunyi.

Pemahaman dan pengetahuan mengenai ilmu tasawuf sangatlah penting, karena merupakan bimbingan jiwa agar menjadi suci, selalu tertuju pada Allah dan Tasawuf menjauhkan dari pengaruh-pengaruh selain Allah. Kemudian dengan Tasawuf maka terbukalah hijab yang menutupinya.
KESIMPULAN

Dari uraian pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
  1. Tasawuf adalah melakukan pengabdian kepada Allah dengan cara mensucikan diri, meningkatkan akhlak, membangun kehidupan jasmani dan rahani untuk mencapai kebahagiaan hakiki. tasawuf lebih menekankan aspek rohaninya ketimbang aspek jasmaninya. Dalam kaitannya dengan kehidupan, ia lebih menekankan kehidupan akhirat ketimbang kehidupan dunia yang fana.
  2. Orang yang ahli dalam tasawuf disebut dengan seorang sufi. Seorang sufi menekankan aspek rohaninya dari pada aspek jasmaninya. Seorang sufi selalu berusaha untuk dekat dengan Tuhan-nya. Dan untuk mencapai itu, terdapat tingkatannya, salah satunya dengan tahapan takhalli.
  3. Seorang sufi dapat mewujudkan tahapan takhalli dengan jalan menjauhkan diri dari kemaksiatan dengan segala bentuk dan berusaha melepaskan dorongan hawa nafsu tercela.

SARAN

Dengan selesainya makalah yang berjudul "Pengertian dan Konsep Takhali" tentunya masih banyak yang kurang di dalamnya maka dari itu kami mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun dari Bapak dosen yang membawakan mata kuliah ini.

Selanjutnya selaku penyusun makalah ini kami hanya memberikan himbauan khususnya kepada teman-teman mahasiswa karena seperti yang kita ketahui bahwa mahasiswa “agent social of change dan agent social of control”, maka untuk mengaplikasikannya, kita dituntut untuk mengadakan inovasi dan tidak lupa kita harus membenahi diri dari kekurangan yang ada untuk menuju ke arah yang sempurna.
Artikel terkait: Ilmu Qiro’at

Post a Comment

Silahkan di Share kalau dianggap bermanfaat

 
Top