Pengertian dan Klasifikasi Tafsir, Takwil dan Terjemah

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCwsy34SMSLFh53unLM9KPOts9lXRzY8TDACs0T2w2FjTy2RxfuQgHQ_isVY0J6HxVQ2mm_7b2sDzzTvY9wX9gQSZxPE1kqrdxBrkf2nlRT_DtCKDucRUHzzknHXyvvmYK8kb_2GE1t0LZ/s1600/Tafsir%252C+Takwil+dan+Terjemah+2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Pengertian dan Klasifikasi Tafsir, Takwil dan Terjemah" border="0" height="479" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCwsy34SMSLFh53unLM9KPOts9lXRzY8TDACs0T2w2FjTy2RxfuQgHQ_isVY0J6HxVQ2mm_7b2sDzzTvY9wX9gQSZxPE1kqrdxBrkf2nlRT_DtCKDucRUHzzknHXyvvmYK8kb_2GE1t0LZ/s640/Tafsir%252C+Takwil+dan+Terjemah+2.jpg" title="al-Quran" width="640" /></a></div> <div style="text-align: justify;"> <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> </div> <br /> <br /> <h3> <a href="http://ijepara.blogspot.com/2013/07/tafsir.html">Pengertian dan Klasifikasi Tafsir, Takwil dan Terjemah</a></h3> <br /> <h4> A. Pengertian Tafsir</h4> Tafsir dalam makna etimologi berarti menjelaskan (al idloh/at tabyin). Arti tersebut diambil dari surat Al-Furqon ayat 33:<br /> <br /> ﻮﻻﻴﺄﺘﻮﻧﻙﺒﻤﺛﻞﺍﻻﺠﺌﻧﻙﺒﺎﻠﺣﻖﻮﺍﺤﺴﻦﺗﻓﺳﻴﺮﺍ ﴿ﺍﻠﻓﺮﻗﺎﻦ٣٣﴾<br /> <br /> Artinya: tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.<br /> <br /> Kata tafsir juga di serap dari kata “fassara” yang yang juga memiliki arti membuka (al kasyfu). <br /> <br /> Adapun tafsir secara terminology yaitu ilmu untuk membahas Al-Quran dengan menggunakan dalil-dali tertentu agar sesuai dengan apa yang dimaksud oleh Allah SWT sesuai dengan standar kemampuan manusia. Ada istilah lain yang digunakan untuk mendefinisikan tafsir, yaitu ilmu untuk mengetahui Al –Quran, menjelaskan makna-maknanya dan mengeluarkan hukum-hukum serta hikmah-hikmahnya .<br /> <br /> Dalam tafsir sendiri ada media untuk mendalaminya. Yaitu dengan menggunakan ilmu tafsir. Imam As Zarkasyi dalam kitabnya, Al Burhan, memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan ilmu tafsir adalah, ilmu yang membahas tentang ahwal (keadaan) Al-Quran dengan indikasi dalil-dali tertentu yang sesuai dengan apa yang dimaksud oleh Allah SWT sesuai dengan standar kemampuan manusia. Dari sini bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan ilmu tafsir adalah tafsir itu sendiri. Dan titik pembahasannya adalah Ai-Quran Al Karim.</div> <div style="text-align: justify;"> Artikel terkait: <a href="http://kingilmu.blogspot.com/2013/06/nama-nama-lain-al-quran.html" target="_blank">Nama-nama lain Al-Quran</a><br /> <br /> <h3> B. Klasifikasi Tafsir</h3> <b><br /></b> <br /> <h4> <b>Tafsir birriwayah</b></h4> Tafsir birriwayah (tafsir binnaqli/bil maktsur)adalah metode menjelaskan Al-Quran dengan menggunakan dalil –dalil tekstual baik menggunakan Al-Quran sendiri (tafsirul Quran bil Quran), hadits-hadits Rasulullah (Tafsirul Quran Bissunnah) atau ucapan para shahabat (Tafsirul Quran bil Maktsur ‘Anis Shahabah)<br /> <br /> 1) Tafsir Al-Quran bil Quran<br />  Ayat 1 Surat Al-Maidah<br /> <br /> ﺍﺤﻠﺖﻠﻛﻢﺒﻬﻴﻣﺔﺍﻻﻧﻌﺎﻢﺍﻻﻤﺎﻴﺘﻠﻰﻋﻠﻴﻛﻢ<br /> ﴿ﺍﻠﻣﺂﺋﺓ١﴾<br /> <br /> Artinya: ‘’dihalalkan bagi kamu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu”.<br /> <br /> Ayat yang bergaris bawah belum memiliki kejelasan. Namun ditafsiri dengan ayat lain yaitu pada surat yang sama di ayat ke 3.<br /> <br /> ﺤﺮﻣﺖﻋﻠﻴﻛﻢﺍﻟﻣﻳﺗﺔﻭﺍﻠﺩﻢﻭﻟﺤﻢﺍﻟﺧﻧﺯﻳﺮﻭﻣﺂﺍﻫﻞﻟﻐﻳﺮﺍﷲﺒﻪ﴿ﺍﻠﻣﺂﺋﺪﺓ٣﴾<br /> <br /> Artinya: “diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan hewan yang disembelih atas nama selain Allah”.<br /> <br /> Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa maksud dari hal-hal yang akan dibacakan yang berpredikat haram adalah bangkai, darah, daging babi dan hewan yang disembelih atas nama selain Allah. <br /> <br />  Ayat 1 Surat At Thoriq<br /> <br /> ﻮﺍﻠﺳﻣﺂﺀﻮﺍﻂﺎﺮﻕ ﴿ﺍﻠﻃﺎﺮﻕ١﴾<br /> <br /> Artinya: demi langit dan yang datang pada malam hari,<br /> <br /> Lafal yang bergaris bawah sangatlah samar, namun Allah mamberikan penafsiran (penjelasan) dengan ayat ke 3 dalam surat yang sama.<br /> <br /> ﺍﻠﻧﺠﻢﺍﻠﺛﺎﻗﺐ ﴿ﺍﻠﻁﺎﺭﻖ٣﴾<br /> <br /> Artinya: (yaitu) bintang yang cahayanya menembus ,<br /> <br />  Surat Ad dukhon ayat 3<br /> <br /> ﺍﻧﺂﺍﻧﺰﻠﻧﻪﻓﻲﻠﻴﻠﺔﻤﺒﺮﻛﺔﺍﻧﺎﻛﻧﺎﻣﻧﺫﺮﻴﻥ ﴿ﺍﻠﺪﺧﺎﻥ٣﴾<br /> <br /> Artinya: Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.<br /> <br /> “Malam yang diberkahi” masih menimbulkan pertanyaan karna belum diketahui apakah malam yang dimaksud tersebut. Namun, Allah berfirman dalm surat Al-Qadr ayat 1 yang sekaligus menjadi penafsiran ayat diatas bahwa yang dimaksud “malam yang diberkahi” adalah lailatul qadr.<br /> <br /> ﺍﻧﺂﺍﻨﺯﻠﻧﻪﻓﻲﻠﻴﻠﺔﺍﻠﻗﺪﺮ ﴿ﺍﻠﻗﺩﺮ١﴾<br /> <br /> Artinya:Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan (lailatul qadr)<br /> <br /> Dan masih banyak lagi tafsir Al-Quran dengan menggunakan ayat lain sebagai penjelasan ayat yang masih mujmal (membutuhkan penafsiran dan penjelasan) .</div> <div style="text-align: justify;"> Artikel terkait: <a href="http://kingilmu.blogspot.com/2013/07/ilmu-qiroat.html" target="_blank">Ilmu Qiro’at</a><br /> <br /> <br /> <h4> 2) Tafsirul quran bis sunnah</h4>  surat al-an’am ayat 82<br /> <br /> <br /> ﺍﻠﺫﻴﻥﺍﻣﻧﻮﺍﻮﻠﻢﻴﻠﺒﺴﻮﺁﺍﻳﻣﺎﻧﻬﻢﺒﻆﻠﻢﺍﻭﻠﺋﻚﻠﻬﻢﺍﻻﻤﻦﻮﻫﻢﻣﻬﺗﺩﻮﻦ ﴿ﺍﻻﻧﻌﺎﻢ٨٢﴾ <br /> <br /> <br /> Artinya: orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman , mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.<br /> <br /> Rasulullah memberikan penafsiran pada lafal “adh dhulm” dengan makna “syirik” (menyekutukan Allah). Dan Rasulullah juga menguatkan tafsiran beliau mengenai ayat tersebut dengan surat Luqman ayat 13. <br /> <br /> ﻮﺍﺫﻗﺎﻞﻟﻗﻤﻥﻻﺒﻨﻪﻮﻫﻮﻳﻌﻅﻪﻴﺒﻧﻲﻻﺗﺷﺮﻙﺒﺎﷲۗﺍﻦﺍﻠﺷﺮﻙﻟﻇﻠﻢﻋﻇﻴﻢ ﴿ﻠﻗﻣﻥ١٣﴾<br /> <br /> Artinya: Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".<br /> <br />  surat Al-Baqarah ayat 238<br /> <br /> ﺣﺎﻓﻈﻮﺍﻋﻠﻰﺍﻠﺻﻠﻮﺖﻭﺍﻠﺻﻠﻮﺓﺍﻠﻮﺴﻃﻰﻮﻗﻮﻣﻮﺍﷲﻗﻧﺘﻴﻥ<br /> <br /> Artinya: peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa dan Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'.<br /> <br /> “As Shalat Al wustho” belum memberikan pemahaman secara jelas sehingga Rasulullah SAW memberikan penafsiran dari ayat tersebut sebagai shalat ashar. Dari itulah para ulama menyimpulkan bahwa shalat pertama dalam 5 waktu adalah shalat subuh.<br /> <br />  Surat Al-Fatihah ayat 7 <br /> <br /> ﺻﺮﺍﻂﺍﻠﺫﻴﻥﺍﻧﻌﻣﺖﻋﻠﻳﻬﻢۙﻏﻴﺭﺍﻠﻣﻐﺿﻮﺐﻋﻠﻴﻬﻢﻮﻻﺍﻟﻀﺂﻟﻳﻥ ﴿ﺍﻠﻓﺎﺗﺤﺔ٧﴾ <br /> <br /> Artinya: (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.<br /> <br /> Maksud dari “orang-orang yang dimurkai” adalah orang-orang Yahudi. Sedangkan “orang-orang yang sesat adalah orang-orang Nasrani. Demikianlah penjelasan dari Rasulullah mengenai ayat tersebut. Dari penjelasan Rasul itulah setiap kitab tafsri yang kita temui akan memiliki penjelasan yang sama mengenai ayat tersebut. Insya Allah.<br /> <br />  Surat Yunus ayat 26<br /> <br /> ﻟﻠﺫﻴﻥﺍﺣﺳﻧﻮﺍﺍﻠﺣﺳﻧﻰﻮﺯﻳﺎﺩﺓۗ ﴿ﻴﻮﻧﺲ٢٦﴾<br /> <br /> Artinya: bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. <br /> <br /> Begitu juga dengan kata “tambahan” dari ayat tersebut. Ke-mujmalannya memerlukan penjelasan yang dapat memberikan pemahaman. Dan kemudian hal itu terjawab dengan penjelasan Rasulullah SAW bahwa yang dimaksud dengan “tambahan” (nilai plus) yang didapat oleh para muhsinin adalah melihat (wajah) Allah ketika di akhirat.<br /> <br /> Kedua jenis tafsir tersebut (tafsirul quran bil quran & tafsirul quran bis sunnah) merupakan tafsir yang memiliki legitimasi dan legalitas yang jelas. Karna keduanya muncul dari sumber yang muthlak kebenarannya. Tafsirul quran bil quran datang langsung dari Allah SWT. Dzat yang berposisi sebagai penguasa dan manager alam semasta serta isinya. Yang merancang scenario kehidupan yang diperankan oleh tokoh-tokoh yang disebut manusia.<br /> <br /> Sedangkan Rasulullah SAW yang memberikan penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Quran, adalah representasi dari Al-Quran itu sendiri. Yang berbicara, berbuat, dan mengajarkan sunnah-sunnahnya berdasarkan wahyu. Dengan demikian kedua jenis tafsir ini wajib diyakini kebenaran dan keabsahannya oleh setiap orang islam .<br /> <br /> <h3> 3) Tafsir bil maktsur ‘anis shahabat</h3> Jenis tafsir yang ke 3 adalah tafsir para sahabat yang digunakan untuk menjelaskan ayat-ayat Al-Quran yang masih mujmal. Penafsiran para sahabat Rasul ini tarmasuk jenis tafsir yang dapat diterima dan dijadikan pegangan (I’timad) oleh para manusia hususnya kaum muslimin. Hal tersebut dikarenakan para shahabat adalah orang yang dekat dengan Rasulullah SAW. Mereka juga menyaksikan turunnya wahyu dan mengetahui asbabun nuzul. Mereka memiliki kebersihan hati, kesucian jiwa dan derajat (kedudukan) yang tinngi yang menjadikan mereka dapat memahami Al-Quran dengan baik diatas standar kemampuan manusia biasa. Bahkan menurut Imam Hakim, tafsir para shahabat yang menyaksikan turunnya wahyu dan mengetahui asbabun nuzul memiliki hokum marfu’. Artinya, tafsir para shahabat memiliki kekuatan hukum (validitas) yang sama dengan hadits nabawi yang langsung disandarkan pada Rasulullah SAW.<br /> <br /> <h4> Tafsir bir Ra’yi</h4> Para ulama’ berbeda pendapat mengenai mengenai tafsir ini,ada yang mengharamkan ,ada yang membolehkan .Akan tetapi perbedaan paham mereka pada hakekatnya ,berkisar tentang boleh tidaknya menyatakan sesuatu secara pasti ,itulah kehendak Allah tanpa alas an yang kuat atau menafsirkan Al-Quran tanpa memperhatikan kaidah-kaidah bahasa dan prisiip-prinsip syara’ atau mengedepankan kepentingan-kepentingan dalam mengunakan ayat-ayat Al-Quran .<br /> <br /> Syarat- syarat yang diperlukan untuk membolehkan seseorang menafsirkan Al-Qur’an dengan Ar Ra’yi:<br /> <ul> <li>Mengambil riwayat yang diterima oleh Rasulluah dengan menghindari yang dha’if dan yang maudhu’</li> <li>Memegangi pendapat para sahabi(Hadits Marfu’)</li> <li>Mempergunakan ketentuan-ketentuan bahasa dengan menghindari sesuatu yang tidak ditunjukkan kepadanya oleh bahasa arab yang terkenal </li> <li>Mengambil mana yang dikehendaki untuk siyaq (hubungan) pembicaraan dan ditunjuki oleh ketentuan-ketentuan syara’.</li> </ul> </div> <div style="text-align: justify;"> Tafsir bir Ra’yi walaupun sempurna syaratnya ,tidak dapat digunakan apabila berlawanan dengan tafsir bil ma’tsur yang diterima secara qath-y,karena ar Ra’yuitu adalah ijtihad.Tidak ada lapanngan bagi ijtihad ditempat yang telah ada nash .Apabila tidak berlawanan dan bertentangan dengan tafsir bil ma;tsur,maka masing-masing saling menguatkan. Contoh dalam Q.S.,Fathir:32<br /> <br /> Artinya : kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang Menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan[1260] dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang Amat besar.</div> <div style="text-align: justify;"> Ada yang mengatakan bahwa sabiq adalah orang yang lebih banyak kebajikanya.</div> <div style="text-align: justify;"> </div> <div style="text-align: justify;"> Muqtashid ialah orang yang kebajikanya seimbang sma banyak dengan kejahatanya<br /> <br /> Zalim ialah orang yang mengerjakan sebagian yang haram Menurut suatu pendapat lain sabiq adalah orang yang ikhlas ,muqtashid ialah orang yang ria ; zhallim ialah orang yang mengingkari nikmat .muqtashid ialah yang mencampurkan amalan-amalan shaleh dengan amalan yang buruk. Demikianlah kita temui beberapa pendapat yang satu sama lainya tidak ada pertentangan.</div> <div style="text-align: justify;"> Artikel terkait: <a href="http://kingilmu.blogspot.com/2015/07/pengertian-asbab-nuzul-menurut-para.html" target="_blank">Pengertian Asbab An-Nuzul Menurut Para Pakar Fiqh </a><br /> <br /> <h4> Tafsir isyari</h4> Menurut kau sufi setiap ayat mempunyai makna yang zahir dan yang batin .yang zahir adalah yang segera mudah dipahami oleh akal pikiran sedangkan yang batin adalah isyarat-isyarat yang tersembunyidibalik itu yang hanya dapat diketahui oleh ahlinya .Isyarat-isyarat kudus yang terdapat dibalik ungkapan-ungkapan Al-Qur’an ialah yang akan tercurah kedalam hati dari limpahanpengetahuan ghaib yang dibawa ayat-ayat. Itulah yang dinamakan tafsir isyari. kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya <br /> <br /> <h3> D. Metode dan Corak Tafsir</h3> </div> <div style="text-align: justify;"> <br /> <h4> a. Metode Tahalli (Analitik)</h4> adalah metode menasirkan Al-Quran yang berusaha menjelaskan Al-Quran dengan menerangkan berbagai seginya dan menjelaskn apa yang dimaksudkan oleh Al-Quran ,dilakukan secar berurutan ayat mi ayat kemudia surat demi surat dari awal hingga akhir sesuai dengan susunan AlQuran.Dia menjelaskan kosa kata dan lafald menjelaskan arti yang dikehendaki ,sasaran ynag dituju dan kandungan ayat ,yaitu unsure-unsur I’jaz ,balaghah ,dan keindahan susunan kalimat ,menjelaskan apa yang dapat diambil dari ayat yaitu hokum fikih,dalil syar’I arti secara bahasa,norma-norma akhlak dan sebagaiya.<br /> <h4>  b. Metode Ijmali (Global)</h4> </div> <div style="text-align: justify;"> Adalah berusaha menafsirkan Al-Quran secara singkat dan global ,dengan menjelaskan makna yang dimaksud tiap kalimat dengan bahasa yang ringkas sehingga mudah dipahami,Urutan penafsiran sama dengan metode tahalli namun memiliki peedaan dalam hal penjelasan yang ringkasa dan tidak panjang lebar keistimewaan tafsir ini ada pada kemudahanya sehingga dapat dikonsumsi oleh lapisan dan dan tingkatan kaum mslimin secara merata.Seangkan kelemahanya ada pada penjelasanya yang terlalu ringkas sehingga tidak dapat menguak makna ayat yang luas da tidak dapat menyelesaikan masalah secara tuntas.</div> <div style="text-align: justify;"> <h4> c. Metode Muqarin </h4> </div> <div style="text-align: justify;"> Yaitu menggunaka meode perbandingan antaraayat dengan ayat ,atau ayat dengan hadits,atau antara pendapat-pendapat para ulama’ tafsr dengan menonjolkan perbedaan tertentu dari objek yang diperbandingkan itu.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /> <h4> c. Metode Maudhu’I (Tematik)</h4> Mencari jawaban AL-Quran dengan cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Quran yang mmpunyai tujuan satu,yang bersama-sama membahas topi/judul tertentu dan menertibkanya sesuai dengan masa turunya selaras dengan sebab –sebab turunya,kemudian meperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan,keterangan-keterangan dengan hubungan-hubunganya dengan ayat-ayat lain kemudian mengbl hokum-hukum darinya.</div> <div style="text-align: justify;"> <h3> TA’WIL</h3> <br /> <h4> a) Pengertian Ta’wil</h4> Ta’wil secara etimologi berasal dari kata “al-aul” yang berarti “kembali”. Sehingga seolah-olah para mufassir mengembalikan ayat pada makna-makna yang terkandung dalam ayat tersebut. Kata ta’wil juga diambil dari ayat ke 7 surat Ali Imron:</div> <div style="text-align: justify;"> Artinya: menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, <br /> <br /> sedangkan pengertisn ta’wil dalam bahasa istilah (terminology), menimbulkan perbadaan pendapat dari para ulama <br /> <br /> Pendapat ulama salaf mengenai Ta'wil</div> <div style="text-align: justify;"> <br /> Para ulama salaf mengemukakan dua pendapat dalam mendefinisikan ta’wil.<br /> 1). Ta’wil mempunyai arti yang sama (sinonim) dengan tafsir, yaitu ,menjelaskan kalam dan menerangkan makna-maknanya, entah penjelsan tersebut sesuai dengan tekstual ataupun tidak.</div> <div style="text-align: justify;"> Imam mujahid memberikan statement bahwa para ulama mengerti ta’wil Al-Quran dan hendak menakwilkannya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /> 2). Ta’wil merupakan esensi dari kalam (statement) itu sendiri. Jika suatu kalam berupa pertanyaan/permintaan (tholab), maka ta’wilnya adalah hal yang ditanyakan/yang diminta. Sebagai contoh adalah surat An-Nasr ayat: 3.<br /> <br /> ﻓﺳﺑﺢﺑﺣﻤﺩﺮﺒﻚﻮﺍﺴﺗﻐﻔﺮﻩۗﺍﻧﻪﻛﺎﻥﺗﻮﺍﺒﺎً ﴿ﺍﻟﻧﺻﺮ۳﴾<br /> <br /> Artinya: Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.<br /> <br /> Perintah bertasbih dan istighfar pada ayat tersebut merupakan ta’wil dari ayat itu sendiri. Begitu juga dengan kalam yang berupa berita, maka ta’wilnya adalah hal yang diberitakan. Contoh surat At-Taubah ayat 128</div> <div style="text-align: justify;"> <br /> ﻠﻗﺩﺟﺂﺀﻛﻢﺮﺳﻮﻞﻣﻥﺍﻧﻔﺴﻛﻢﻋﺯﻳﺯﻋﻠﻳﻪﻣﺎﻋﻧﺗﻢﺣﺮﻴﺹﻋﻠﻳﻛﻢﺒﺎﻠﻤﺅﻣﻧﻴﻥﺮﺀﻮﻒﺮﺤﻳﻢ ﴿ﺍﻠﺗﻮﺒﺔ١٢٨﴾ </div> <div style="text-align: justify;"> Artinya: sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /> Dari ayat diatas dapat diketahui bahwa Allah SWT memberi kabar kepada manusia bahwa Muhammad Telah diutus Allah sebagai Rasul di muka bumi. Dan kabar itu sekaligus menjadi ta’wil bagi ayat itu sendiri. <br /> <br /> Pendapat ulama ahli kalam.<br /> Menurut ulama ahli kalam, ta’wil adalah merelokasi dalil-dalil baik Al-Quran ataupun hadits dari bentuk dlohirnya (tekstual) menjadi makna-makna (kontekstual) yang relevan dengan maksud-maksud (pesan) Allah SWT).</div> <div style="text-align: justify;"> </div> <div style="text-align: justify;"> <h4>  b) Syarat-Syarat Ta’wil</h4> Ta’wil Al-Quran bukanlah hal yang sembarangan dan bukan hal yang dapat dilakukan oleh setiap orang. Ta’wil haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu agar ta’wil yang dapat diterima (maqbul). Adapun syarat-syarat ta’wil adalah sebagai berikut:<br /> <ul> <li>a. Takwil yang dihasilkan harus sesuai dengan makna bahasa Arab, makna asyariat, atau makna ‘urf (makna kebiasaan orang Arab). Contohnya pada lafal quru’ dalam surat Al-Baqarah yang di ta’wili dengan makna haid dan suci. Maka muncullah stu hukum bagi wanita yang bercerai bawa dia harus melakukan iddah selama 3 kali haid atau 3 kali sucian. Ta’wil tersebut dapat diterima karna orang Arab sering menggunakan kata quru’ sebagai ganti suci/haid.</li> <li>b. Ta’wil harus menggunakan dalil yang kuat. Misalkan dalam menakwili dalil umum, harus di takhsis dengan dalil khusus yang lebiih kuat. Begitu juga dalam menakwili dalail.</li> <li>c. Dalil harus dapat ditakwil. Nisbat dalil umum harus dapat ditakhsis dan dalil muthlaq juga harus dapat di taqyid.</li> <li>d . Muawwil harus memiliki kapasitas keilmuan yang mumpuni dalam mentakwil. Karna itu, takwil orang yang bodoh (tidak menguasai ilmu sastra arab dan syariat) tidak dapat diterima. Sebab takwil hanya boleh dilakukan oleh orang sekelas mujtahid . </li> </ul> <br /> <br /> <h3> Pengertian Terjemah</h3> <br /> Terjemah itu dikaitkan kepada dua pengertian.</div> <div style="text-align: justify;"> </div> <div style="text-align: justify;">  Pertama, terjemah harfiyah, yaitu memindaahkan lafaz dari suatu bahasa dicocokkan dengan bahasa lain. Karena ada peraturan yang cocok dengan peraturan lain, dan susunannya itu cocok dengan susunan lain .<br /> <br /> Kedua, terjemah tafsiriyah, atau ma’nawiyah, yaitu menerangkan arti kata dengan bahasa lain, tanpa dikaitkan dengan susunan kata-kata yang asli.<br /> <br /> Orang yang melihat dengan bahasa yang diketahuinya itu mengatakan bahwa terjemahan harfiyah itu dengan arti tersebut tidak mungkin berhasil menghafal tutur kata yang asli dan menghafal artinya.Keistimewaan tiap-tiap bahasa itu berneda-beda. Demikian pula susunannya, jumlah fi’liyah dalam bahasa arab dimulai dengan fi’il, sedangkan fi’ilnya itu ada istifham dan lainnya. Mudhaf itu mendahului Mudhaf ilaih. Mausuf itu mendahului sifat.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /> Di dalam tanahnya orang arab itu terkandung ta’bir rahasia bahasa. Ta’bir (ibarat-ibarat) ini tidak dapat diuraikan dalam bahasa lain. Lafaz-lafaz pada terjemahan ini tidak membentuk persamaan arti dari setiap bentuk, apalagi dari segi susunan. AlQuranulkarim dalam penilaian bahasa arab adalah fashah dan balaghah. Dia mempunyai keistimewaan-keistimewaan susunan dan rahasia metode dan halus pengertiannya. Seluruh ayat-ayat Al Quran itu adalah I’jaz (tidak sanggup orang lain menandinginya) tidak bisa diucapkan dengan lidah.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /> <h4> 1. Hukum Terjemah Harfiyah </h4> Dalam hal ini tidak seorangpun persis sama menurut penilaian menterjemahkan Al Quran itu yang persis menurut terjemahan harfiyah. Al Quran itu dalam perkataan Allah diturunkan kepada Rasul-Nya yang ma’jaz dengan lafaz berikut arti, yang merupakan ibadah membacanya. Tidak seorang juga yang mengatakan bahwa kata-kata Al Quran itu bila diterjemahkan dia perkataan Allah SWT. Allah tidak berkata kecuali dengan Al Quran yang kita baca itu dengan bahasa arab. Al Quran tidak lagi merupakan I’jaz bila diterjemahkan karena I’jaz itu khusus dengan apa apa yang diturunkan yaitu dengan bahasa arab. Menjadi ibadat bagi orang yang membacanya. Itulah dia Al Quran dengan lfaz-lafaz arab, huruf arab, susunan arab dan kata-kata arab. Bilamana orang menterjemahkan Al Quran dengan terjemahan harfiyah berdasarkan ilmu pengetahuan kedalam bahasa-bahasa lain metode dan susunannya, maka Al Quran itu sudah keluar dari Al Quran kita.<br /> <br /> <h4> 2. Terjemah Ma’nawi</h4> Beginilah Al Quran, tiap-tiap kata bahasa arab yang terdapat dalam AlQuran itu ada yang mempunyai arti asliah dan ada pula arti tsanawiyah, Yang dimaksud dengan arti asliah ialah arti-arti yang bersamaan dalam memahami kedua kata itu. Tiap-tiap orang harus memahami lafaz-lafaz mufrad dan mengetahui bentuk susunannya, sekalipun cara ijmal (global). Dan yang dimaksud dengan ma’nawi ialah keistimewaan-keistimewaan peratura yang meninggikan nilai perkataan. Dengan inilah Al Quran menjadi ma’jaz.<br /> <br /> Arti asli bagi sebagian ayat-ayat itu kadang-kadang cocok dalam bentuk prosa atau puisi arab, namun tidak menyentuh I’jazul quran. Letak I’jaz ini yaitu bukan main indah susunannya dan penjelasan-penjelasanny itu mengegumkan.Artinya dengan makna tsanawi inilah yang dikemukakan oleh Az Zamakhsyari didalam kitabnya Al Kasyaf, katanya, “ kata-kata arab itu khusus Al Quran,artinya itu lemah lembut, tidak bisa diucapkan dengan lidah.<br /> <br /> <h4> 3. Hukum Terjemah Ma’nawi</h4> Menterjemahkan arti Al Quran secara maknawi itu tidak mudah, karena untuk mendapatkan bahasa yang cocok dengan bahasa arab itu sulit.Memilih lafaz-lafaz yang bersamaan artinya maka oleh ahli ilmu bayan dinamakan khawasul tarkib (keistimewaan susunan). Demikianlah tidak mudah orang menterjemahkan.Inilah yang dimaksud Zamakhsyari, apa-apa yang dikemukakan diatas. Bentuk balagha Al Quran terdapat pada lafaz atau susunannya, atau nakirah dan ma’rifah, atau taqdim dan tak-khir, atau yang disebutkan dan yang dibuang.<br /> <br /> Adapun arti asliah , inilah yang mungkin dipindahkan kepada bahasa lain, Syathibiy menyebutkan tentang penyesuaian arti asliah dan arti tsanawiah. Kemudian katanya-“Terjemahan Al Quran dalam bentuk pertama, yaitu melihat kepada arti yang asli itu memungkinkan.</div> <div style="text-align: justify;"> <b>Kesimpulan</b><br /> Dari pemaparan diatas, telah jelas bahwa berbagai macam teknis untuk memahami Al Quran memiliki karakteristik dan prosedur masing-masing. Baik tafsir, takwil dan juga tarjamah. Dapat disimpulkan bahwa tafsir merupakan cara (metodologi) untuk mengeluarkan makna-makna dlohir dari Al Quran yang sesuai dengan apa yang dipesankan oleh Allah SWT yang sesuai dengan standar kemampuan manusia. Tafsir sendiri terdiri dari beberapa macam jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Selain itu seorang mufassir juga harus memiliki syarat-syarat tertentu untuk dapat secara legal menafsirkan ayat-ayat Al Quran. <br /> <br /> Berbeda dengan takwil. Takwil adalah metodologi mengeluarkan makna-makna implisit dari suatu ayat Al Quran. Kesamaan tafsir dengan takwil adalah dalam segi syarat para tokohnya. Baik muawwil dan mufassir harus memenuhi syarat-tertentu untuk mendalaminya.<br /> <br /> Satu lagi yang menarik dari cara memahani Al Quran, tarjamah. Merupakan metodologi memahami Al Quran dengan hanya mengartikan secara lafdliyah (tarjamah harfiyah) ataupun secara global (tarjamah maknawiyah/tafsiriyah). Perbedaan tantara keduanya adalah dalam segi tarkib (gramer). Tarjamah harfiyah masih menekankan struktur asli kalimat (kalam=arab) tersebut dan mengartikan secara mufrodat. Sedangkan tarjamah maknawiyah adalah pengembangan dari tarjamah harfiyah dengan merangkai arti mufrodat sehingga menjadi kalimat yang mufid (dapat dipaham) <br /> <br /> <b>Saran</b><br /> Berhubung makalah ini sangat terbatas, kami sebagai penulis hanya dapat menyarankan kepada segenap pembaca agar tidak cukup puas dengan apa yang termuat dalam makalah ini. Banyak sekali hijab yang harus disingkap untuk mengetahui lebih dalam tentang <a href="http://ijepara.blogspot.com/2013/07/tafsir.html">tafsir, takwil dan tarjamah,.</a><br /> <br /> DAFTAR PUSTAKA<br /> <ul> <li>As Shabuni, Muhammad Ali. 1985. At Tibyan Fi Ulumi Al Quran. Indonesia: Daru Ihya’ Al Kutub Al diniyah.</li> <li>Muttholib, abdul dkk. Tanpa Tahun. At Tafsir Wa Ulumuh. Jawa Tengah: Maktab Idarah As Syu’un Ad Diniyah.</li> <li>http://rumahterjemah.com</li> <li> http://www.slideshare.net</li> <li>Ash shiddieqy teungku Muhammad.2002.Ilmu-ilmu Al-Quran .Semarang: PT Pustaka Rizki Putra.</li> </ul> Dibuat oleh: Siti Masruroh untuk memenuhi mata kuliah Ulumul Quran, Fakultas Syariah</div>

Hukum Pengertian dan Klasifikasi Tafsir, Takwil dan Terjemah

Pengertian dan Klasifikasi Tafsir, Takwil dan Terjemah A. Pengertian Tafsir Tafsir dalam makna etimologi berarti menjelaskan (al...

Read more »

Biografi Nh. Dini

<br /> <table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody> <tr><td style="text-align: center;"><img alt="Biografi dan Sejarah Nh. Dini" border="0" height="460" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimxDXiKmPMn_2LFbyIYa39Vh7ZXl_CLRA0ePDrKOrCtixtF1fFhxFY3piVaPLJTQ6ObYVzVywmSgwoGMkDc76Auor-q4EZlsKCrb6Gv-cqWU-7fZp494uv78GkOwWYXVMTDTVXqpxLx4Jp/s640/Nh.+Dini.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;" title="Biografi Nh. Dini" width="640" /></td></tr> <tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">BiografiNh. Dini</td></tr> </tbody></table> <div style="text-align: justify;"> Siapa yang tak kenal <a href="http://ijepara.blogspot.com/2013/07/biografi-nh-dini.html" target="_blank">NH DINI</a>?? tulisan beliau banyak di jadikan motivasi hidup oleh masyakah. Karya-karya sangat buming atau sangat laku di kalangan masyarakat Indonesia bahkan masyarakat internasional. Karya-karya beliau seperti <b>Pada Sebuah Kapal (1972), La Barka (1975) atau Namaku Hiroko (1977), Orang-orang Tran (1983), Pertemuan Dua Hati (1986), Hati yang Damai (1998)</b> sangat laku di pasaran.<br /> (Baca: <a href="http://kingilmu.blogspot.com/2013/03/biografi-frank-lampard.html" target="_blank">Biografi Frank Lampard </a>) </div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <a href="http://ijepara.blogspot.com/2013/07/biografi-nh-dini.html" target="_blank">NH Dini</a> dilahirkan dari pasangan Saljowidjojo dan Kusaminah. Ia anak bungsu dari lima bersaudara, ulang tahunnya dirayakan empat tahun sekali. Masa kecilnya penuh larangan. Konon ia masih berdarah Bugis, sehingga jika keras kepalanya muncul, ibunya acap berujar, “Nah, darah Bugisnya muncul".</div> <div style="text-align: justify;"> <br /> NH Dini mengaku mulai tertarik menulis sejak kelas tiga SD. Buku-buku pelajarannya penuh dengan tulisan yang merupakan ungkapan pikiran dan perasaannya sendiri. Ia sendiri mengakui bahwa tulisan itu semacam pelampiasan hati. Ibu Dini adalah pembatik yang selalu bercerita padanya tentang apa yang diketahui dan dibacanya dari bacaan Panji Wulung, Penyebar Semangat, Tembang-tembang Jawa dengan Aksara Jawa dan sebagainya. Baginya, sang ibu mempunyai pengaruh yang besar dalam membentuk watak dan pemahamannya akan lingkungan.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /> Sekalipun sejak kecil kebiasaan bercerita sudah ditanamkan, sebagaimana yang dilakukan ibunya kepadanya, ternyata Dini tidak ingin jadi tukang cerita. la malah bercita-cita jadi sopir lokomotif atau masinis. Tapi ia tak kesampaian mewujudkan obsesinya itu hanya karena tidak menemukan sekolah bagi calon masinis kereta api.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /> Kalau pada akhirnya ia menjadi penulis, itu karena ia memang suka cerita, suka membaca dan kadang-kadang ingin tahu kemampuannya. Misalnya sehabis membaca sebuah karya, biasanya dia berpikir jika hanya begini saya pun mampu membuatnya. Dan dalam kenyataannya ia memang mampu dengan dukungan teknik menulis yang dikuasainya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /> Dini ditinggal wafat ayahnya semasih duduk di bangku SMP, sedangkan ibunya hidup tanpa penghasilan tetap. Mungkin karena itu, ia jadi suka melamun. Bakatnya menulis fiksi semakin terasah di sekolah menengah. Waktu itu, ia sudah mengisi majalah dinding sekolah dengan sajak dan cerita pendek. Dini menulis sajak dan prosa berirama dan membacakannya sendiri di RRI Semarang ketika usianya 15 tahun. Sejak itu ia rajin mengirim sajak-sajak ke siaran nasional di [[RRI]Semarang dalam acara Tunas Mekar.<br /> (baca juga: <a href="http://kingilmu.blogspot.com/2012/12/maturidiyah.html" target="_blank">Biografi AL-MATURIDI </a>) </div> <br /> Reference:<br /> http://id.wikipedia.org/wiki/Nh._Dini<br /> <br />

biografi Biografi Nh. Dini

BiografiNh. Dini Siapa yang tak kenal NH DINI ?? tulisan beliau banyak di jadikan motivasi hidup oleh masyakah. Karya-karya sangat bum...

Read more »

Cara Mengetahui Asal Pengunjung Blog

<div style="text-align: justify;"> <table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody> <tr><td style="text-align: center;"><h2> Cara Mengetahui Asal Pengunjung Blog</h2> <h2> <img alt="Cara Mengetahui Asal Pengunjung Blog, Tips Cara Mengetahui Asal Pengunjung Blog" border="0" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSH54mTMWQYLmNFnTU7MdUvYzark8pVCI0hHLXDdXmtUJtQ-K5bdcqy_axGjgrSYyB5tfNLzJ8t4DK7PCSZxcLwRuEvApZKuR4VHUOeHkd_5X8CdgkhXXe9pjR6MRmk17DUTDG6H9Za81N/s640/free.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;" title="Tips Blogger" width="568" /></h2> </td></tr> <tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Blogger</td></tr> </tbody></table> <br /><br /><br /><br /><a href="http://ijepara.blogspot.com/2013/07/cara-mengetahui-asal-pengunjung-blogg.html">Cara mengetahui asal pengunjung blog</a>- sobat pernah melihat gadged seperti tersebut??. pasti sobat tertarik untuk mendapatkannya. gadged seperti itu berguna mengetahui asal pengunjung yang mengunjungi blog anda.<br /><br /><a href="http://ijepara.blogspot.com/2013/07/cara-mengetahui-asal-pengunjung-blogg.html">Cara mengetahui asal pengunjung blog</a><br /><br /><b>Langkah Pertama,</b> Masuklah ke situs <a href="http://feedjit.com/">FREEDJIT</a>!<br /><br /><b>Langkah Kedua,</b> Klik “Choose Your Freedjit”, kemudian akan muncul tiga pilihan, yaitu 2 diantaranya widget berbayar dan satu sisanya free. Anda bisa memilih yang free, kecuali anda ingin tampilan yang ekstra luar biasa dan pelayanan terbaik, anda bisa memilih yang berbayar.<br /><br /><b>Langkah ketiga,</b> Klik “Sign Up” pada bagian “FREEDJIT Completely Free”, kemudian anda akan dibawa ke bagian kostumisasi widget yang akan dipasang di blog anda. Pilihlah kombinasi warna teks, latar belakang dan lain sebagainya, sebelum anda memasang widget tersebut di blog anda.<br /><br /><b>Langkah keempat,</b> Setelah anda selesai melakukan kostumisasi pada widget anda, klik “Go” pada bagian “Instal Freedjit on my”. Kemudian klik “klik to open new window and isntall on blogger”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /><b>Langkah kelima,</b> Setelah muncul tab baru, tulislah judul di atas widget yang nanti akan dipasang di blog anda. Bagian ini juga bisa dikosongkan jika anda tidak ingin memberi judul. Selanjutnya klik “add widget”. Anda akan dibawa ke halaman blog anda ke bagian tata letak. Letakanlah widget yang telah terpasang di blog anda pada posisi yang anda inginkan. Caranya cukup dengan drag widget tersebut pada posisi yang anda inginkan.</div> <div style="text-align: justify;">  </div> <div style="text-align: justify;"> <b>Langkah keenam,</b> Save dan lihat hasilnya! Sekarang anda telah memiliki widget freedjit yang bisa anda gunakan untuk melacak pengunjung blog anda. <br /> </div> <div style="text-align: justify;"> Demikian tutorial Cara mengetahui asal pengunjung blog Smoga dapat bermanfaat</div>

Blogger Cara Mengetahui Asal Pengunjung Blog

Cara Mengetahui Asal Pengunjung Blog Blogger Cara mengetahui asal pengunjung blog - sobat pernah melihat gadged seperti tersebut??....

Read more »

Membuat Tulisan Arab pada Blogg

<br /><div style="text-align: justify;"> <br /><br /><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEijvDTtEUwxsZm3KKz2mFQqscr4-VD6YbqCdTaxL1841tzZwmPAAM8lTJm6DPknztfh4W4seWQCfUN6Qq9Q__6P2uLOmHrxrnZLIkIybhi-E_fQsiwZLHBAt7Bbxl4hhsY8YcHvUoNtfudf/s1600/Membuat+Tulisan+Arab+pada+Blogg.gif"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEijvDTtEUwxsZm3KKz2mFQqscr4-VD6YbqCdTaxL1841tzZwmPAAM8lTJm6DPknztfh4W4seWQCfUN6Qq9Q__6P2uLOmHrxrnZLIkIybhi-E_fQsiwZLHBAt7Bbxl4hhsY8YcHvUoNtfudf/s640/Membuat+Tulisan+Arab+pada+Blogg.gif" /></a><br /><br />Temen-temen kebingun saat mau membuat tulisan Al-quran pada blogg seperti tulisan ا لحمد لله . sekarang tidak usah bingungg cara membuatnya berikut adalah huruf Arab dan kodenya<br /><br />HURUF ARAB KODE<br /></div> <ul style="text-align: justify;"> <li>ا & #1575 ;</li> <li>ب & #1576 ;</li> <li>ت & #1578 ;</li> <li>ث & #1579 ;</li> <li>ج & #1580 ;</li> <li>ح & #1581 ;</li> <li>خ & #1582 ;</li> <li>د & #1583 ;</li> <li>ذ & #1584 ;</li> <li>ر & #1585 ;</li> <li>ز & #1586 ;</li> <li>س & #1587 ;</li> <li>ش & #1588 ;</li> <li>ص & #1589 ;</li> <li>ض & #1590 ;</li> <li>ط & #1591 ;</li> <li>ظ & #1592 ;</li> <li>ع & #1593 ;</li> <li>غ & #1594 ;</li> <li>ف & #1601 ;</li> <li>ق & #1602 ;</li> <li>ك & #1603;</li> <li>ل & #1604;</li> <li>م & #1605;</li> <li>ن & #1606 ;</li> <li>ه & #1607;</li> <li>و & #1608;</li> <li>ى & #1609;</li> <li>ي & #1610;</li> <li>ة & #1577;</li> <li>إ & #1573;</li> <li>ؤ & #1572;</li> <li>أ & #1571;</li> <li>آ & #1570;</li> </ul> <div style="text-align: justify;"> <br /><br />Perhatian :<br />Untuk menghasilkan tulisan Arab yang sempurna, jangan pisahkan dengan koma atau Spasi jika membuat huruf Arab bersambung. Contoh Khazanah Islam, maka huruf Arabnya menjadi خز ا نة ا لإ لسلا م. Jadi kalimat yang bersambung, penulisan kodenya tanpa spasi dan pisahkan huruf tersebut jika kalimat atau hurufnya berdiri sendiri.</div> <div style="text-align: justify;">  </div> <div style="text-align: justify;"> Semoga tulisan saya yang berjudul <a href="http://kingilmu.blogspot.com/2013/07/membuat-tulisan-arap-pada-blogg.html" target="_blank">"Membuat Tulisan Arab pada Blogg"</a> dapat bermanfaat bagi anda semua.</div>

Blogger Membuat Tulisan Arab pada Blogg

Temen-temen kebingun saat mau membuat tulisan Al-quran pada blogg seperti tulisan ا لحمد لله . sekarang tidak usah bingungg cara membuatnya...

Read more »

Pengertian dan Sejarah Ilmu Qiro’at

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> </div> <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg6Q_hPBB2wkOmH4fhyI0b4VyiNPXI0SiujXqqIelqfW20W2f8p-P8uVXdqozxKus1oNpUWeZTZ5BMpG7zMPTAuTD3CdQhgDU3Cz6uBMBmI7tcNrnhCaP1QaG0LnKFiqA3YOQ-iu-I6w3dR/s1600/Pengertian+dan+Sejarah+Ilmu+Qiro%25E2%2580%2599at.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Pengertian dan Sejarah Ilmu Qiro’at" border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg6Q_hPBB2wkOmH4fhyI0b4VyiNPXI0SiujXqqIelqfW20W2f8p-P8uVXdqozxKus1oNpUWeZTZ5BMpG7zMPTAuTD3CdQhgDU3Cz6uBMBmI7tcNrnhCaP1QaG0LnKFiqA3YOQ-iu-I6w3dR/s1600/Pengertian+dan+Sejarah+Ilmu+Qiro%25E2%2580%2599at.jpg" title="Pengertian dan Sejarah Ilmu Qiro’at" /></a></div> <br /> <div style="text-align: justify;"> <b>Ilmu Qiro’at</b> merupakan salah satu cabang ilmu Al-Quran  namu tidak banyak orang tang mengetahuinya secara baik. Orang pertama yang mengarang dalam ilmu Qiro”at adalah Abu Ubaid al-Qasim bin Salam, diikuti Ahmad  bin Jabirf al-Kufiy, Isma’il bin Ishaq al-Malikiy kawan Qalun, Abu ja”far bin Jarir al-Thabariy, Abu Bakar Muhammad bin Ahmad bin Umar al-Dajuniy dan Abu Bakar Muhammad bin Mujahid. Kemudian orang-orang setelah itu mengarang berbagai macam Qira’at secara menyeluruh maupun tersendiri, secara ringkas maupun secara panjang lebar[1</div> <div style="text-align: justify;"> (Baca: <a href="http://kingilmu.blogspot.com/2013/06/nama-nama-lain-al-quran.html" target="_blank">Nama-nama lain Al-Quran</a>)</div> <div style="text-align: justify;"> <h3> <b>Pengertian Qira’ah</b></h3> </div> <div style="text-align: justify;"> Qira’ah menurut bahasa berupa isim mashdar dari lafal qara’a (fi’il) yang berarti membaca. Maka qira’ah berarti bacaa atau membaca </div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Menurut istilah, <b><i>definisi qira’ah</i></b> yaitu</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Artinya: “Qira’ah ialah salah satu cara membaca Al_quran yang selaras dengan kaidah bahasa Arab, dan sanadnya mutawatir serta cocok dengan salah satu dari beberapa mushaf Utsman.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Maka dari itu, bacaan yang tidak selaras dengan kaidah bahasa Arab, atau sanadnya tidak mutawatir atau tidak sesuai (cocok) dengan salah satu mushaf Utsman, tidaklah bisa dinamakan Qira’atil Qur’an.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Pendapat para imam mengenai defines Qira’ah sebagai berikut:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <b>a.       Imam Az-Zarqani dalam bukunya Manaahilul Irfan</b></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Qira’ah yaitu suatu cara membaca Alquran yang dipuilih oleh salah seorang imam ahli qira’ah, yang berbeda dengan cara orang lain dalam mengucapkan Al-Quranil Karim, sekalipun riwayat (sanadnya) dan jalanya sama.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <b>b.      Imam Ibnul Jauzy dalam kitab Munjidul Muqri’in</b></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Qira’ah yaitu ilmu mengenai cara mengucapkan kalimat-kalimat Alquran dan perbedaan-perbedaanya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Imam az-Zarkasyi mengingatkan dalam bukunya Al-Burhan Fii Ulumil Qur’an al-qira’ah (bacaan) itu berbeda dengan Alquran (yang dibaca). Keduanya merupakan dua fakta yang berlainan. Sebab, Al-quran adalah wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menjadi keterangan dan mukjizat. Sedangkan qira’ah ialah perbedaan cara membaca lafal-lafal wahyu tersebut di dalam huruf-hurufnya yang menurut jumhur cara itu adalah mutawatir.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Jadi, qira’ah yaitu cara membaca ayat-ayat Al-quran yang berupa wahyu Allah SWT, dipilih oleh salah seorang imam ahli qira’ah, berbeda dengan cara ulama lain, berdasarkan riwayat-riwayat mutawatir sanadnya dan selaras dengan kaidah-kaidah bahasa Arab serta cocok dengan bacaan terhadap tulisan Al-quran yang terdapat dalam salah satu mushaf Utsman.[2]</div> <div style="text-align: justify;"> <h3> </h3> </div> <div style="text-align: justify;"> <h3> B.     Sejarah Ilmu Qira’at</h3> </div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Pada zaman Rasullah, perhatian umat terhadap kitab Al-quran dengan memperoleh ayat-ayat Al-quran dengan mendengarkan, membaca, dan menghafalkan secara lisan dari mulut kemulut. Dari nabi Muhammad ke para sahabat, dari sahabat ke sahabat lainnya, dari seorang imam ahli bacaan yang satu ke imam yang lainnya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Pada masa Rasullah Al-quran belum dibukukan, sehingga dasar pembacaan dan pembelajaran adalah masih secara lisan. Pedomannya adalah Nabi dan para sahabat serta orang-orang yang hafal Al-quran. Hal ini berlansung sampai masa sahabat, masa pemerintahan khalifah Abu Bakar dan Umar r.a. pada masa mereka, kitab Al-quran sudah dibukukan dalam satu mushaf. Pembukukan Al-quran tersebut merupakan ikhtiar dari khalifah Abu Bakar ra atas inisiatif Umar bin Khattab r.a.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan r.a. mushaf Al-quran disaliun dan dibuat banyak, serta dikirim ke daerah-daerah Islam yang pada waktu itu sudah menyebar luas guna menjadi pedoman bacaan pelajaran dan hafalan Al-quran.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Hal itu diupayakan khalifah Utsman karena pada waktu itu ada perselisihan sesame kaum muslim di daerah Azzerbeijan mengenai bacaan Al-quran. Perselisihan tersebut hampir saja menimbulkan perang saudara sesame umat islam. Seba, mereka berlainan dalam menerima bacan ayat-ayat Al-quran karena oleh Nabi diajarkn cara bacaan yang relevan dengan dialek mereka masing-masing. Tetapi karena tidak memahami tujuan nabi yang begitu tadi, lalu tiap-tiap suku/ golongan menganggap hanya bacaan mereka sendiri yang benar,sedang bacaan yang lainnya salah, sehingga mengakibatkan perselisihan.Untuk memadamkan perselisihan, khalifah Utsman mengadakan penyalinan mushaf Al-quran dan mengirimkan ke berbagai daerah, sehingga bisa mempersatukan kembali umat islam. Tentunya bacaan Al-quran didaerah-daerah tersebut mengacu pada mushaf-mushaf yang dikirim oleh khalifah Utsman.<br /> (Baca Juga: <a href="http://kingilmu.blogspot.com/2013/03/pembagian-hukum-berdasarkan-sumbernya.html" target="_blank">Pembagian Hukum berdasarkan sumbernya</a> ) </div> <div style="text-align: justify;"> <h3> </h3> </div> <div style="text-align: justify;"> <h3> C.     Syarat-syarat diterimanya Qira’ah</h3> </div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Untuk menentukan diterimanya sebuah qira’ah, para ulama menetapkan criteria sebagai berikut:[3]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø  Mutawatir. Yaitu qira’at yang diturunkan dari beberapa orang dan tidak mungkin terjadi kebohongan</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø  Sesuai dengan kaidah bahasa Arab</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø  Sesuai dengan tulisan Mushaf Utsman</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø  Mempunyai sanad yang sahih</div> <div style="text-align: justify;"> <h3> </h3> </div> <div style="text-align: justify;"> <h3> D.    Macam-macam Qira’at</h3> </div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Qira’atul Qur’an bermacam-macam.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> a.                   Ditinjaui dari para qurra’</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> a.    Qira’ah sab’ah, yang qira’ahnya disandarkan kepada tujuh tokoh ahli qira’ah yang termasyhur. Qira’ah tersebut mulai terkenal sejak abad II H., pada masa pemerintahan Al-Makmun. Tujuh orang pakar qira’ah tersebut ialah:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø     Nafi’ bin Abd Rahman (wafat 169 H) di Madinah</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø     Ashmin bin Abi Najud Al-Asady (wafat 127 H) di kuffah</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø     Hamzah bin Habib At-Taymy (wafat 158 H) di kuffah</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø     Ibnu Amir Al-Yashhuby (wafat 118 H) di Syam</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø     Abdullah Ibnu Katsir (wafat 130 H) di Makkah</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø     Abu Amer Ibnul Ala (wafat 154 H) di Basrah</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø     Abu Ali Al-Kisai (wafat 189 H) di Kuffah.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> b.      Qira’ah asyrah adalah qiralah yang disandarkan kepada sepuluh orang ahli qira’ah karena banyak ulama lain yang pandai memahami qira’atul qur’an.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Tiga ulama yang laiun yaitu:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø   Abu Ja’far Yazid Ibnul Qa’qa Al-Qari (wafat 130 H) di madinah</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø   Abu Muhammad Ya’qub  bin Ishaq Al-Hadhary (wafat 205 H) di Bashrah</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø   Abu Muhammad Khalaf bin Hisyam Al-A’masyy (wafat 229 H)</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> c.         Qira’ah arba’a ‘asyrata, qira’ah yang disandarkan kepada empat belas orang ahli qira’ah. Empat belas orang tersebut adalah sepuluh orang ahli qira’ah dan ditambah empat orang berikut:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø   Hasan Al-Bashry (wafat110 H) dari Basrah</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø   Ibnu Muhaish (wafat 123 H) Yahya Ibnul Mubarak Al_Yazidy (wafat 202 H) dari Baghdad</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø   Abdul Faraj Ibnul Ahmad Asy-Syambudzy (wafat 388 H) dari Baghdad.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> b.      Ditinjau dari perawi</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Menurut imam As-Suyuti dalam buku Al-Itqan menukilkan dari Ibnu Jauzy dalam buku Munjidul Muqri’in menjelaskan, bahwa macam-macam qira’ah jika ditinjau dari segi perawinya ada enam macam, yaitu:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø  Qira’ah Mutawatir, yaitu qira’ah yang diriwayatkan oleh orang banyak , mereka tidak mungkin bersepakat dusta. Contonya, qira’ah sab’ah. Menurut jumhur, qira’ah sab’ah ini semua riwayatnya mutawatir.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø  Qira’ah masyhurah, yaitu qira’at yang sanadnya sahih karena diriwayatkan oleh tokoh yang adil, dhabith (mempunyai ketelitian tulisan atau hafalan yang bik), sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan sesuai dengan tulisan mushaf Utsman.[4]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Contoh qira’at yang masyhur ialah: karangan yang terkenal dalam hal ini adalah al-Taidir karya al-Daniy, Qashidah al Syathibiy, lalu Au’iyat al-Nasyr fi Qira’at al-Asyr dan Taqrib al-Nasyr, keduanya karya Ibnu al-Jazariy.[5]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø  Qira’ah ahad, yaitu qira’ah yang sanadnya sahih, tetapi tulisannya tidak cocok dengan mushaf  Utsman dan juga tidak selaras dengan kaidah bahasa Arab. Qira’ah seperti ini tidak boleh untuk membaca Al-quran, dan juga tidak boleh diyakini dari Al-quran.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø  Qira’ah syadzdzah, yaitu qira’ah yang sanadnya tidak sahih seperti bacaan:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø      Å7Î=»tB ÏQöqtƒ ÉúïÏe$!$#  </div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> dengan bentuk fi’il madhi yang berasal darti bacaan Ibnu Sumaifai.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø  Qira’ah Maudhu’ah. Qira’at ini hanya dinisbatkan kepada orang yang mengucapkan tanpa asal-usul yang pasti bahkan tanpa asal usul sama sekali. Misalnya qira’at yang dikumpulkan oleh Muhammad bin Ja’far al-Khuzai dan ia mengatakan bersumber dari Abu Hanifah padahal bukan. Al-Khuza’I membaca firman yang berbunyi:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> …3 $yJ¯RÎ) Óy´øƒs† ©!$# ô`ÏB ÍnÏŠ$t6Ïã (#às¯»yJn=ãèø9$#  </div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Artinya: Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama[6]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Harakat (baris) fathah pada lafadz Allah (!$ا) dan dhammah pada lafadz “Ulama” dibalik. Ia fathah-kan kata       dan ia dhammah-kan kata      Sehingga bila potongan ayat yang harakatnya diubah Al-Khuza’I  itu diterjemahkan, menjadi: “Allah takut kepada hambah –hambah-Nya yang Ulama” kata Al-‘ulama’         yang seharusnya fa’il (subjek) diubah menjadi maf’ul (objek).[7]</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø  Qira’ah mudraj, yaitu qira’ah yang bacaannya ditambah-tambah sebagai penjelas, seperti bacaan Abi Waqqash وََلَََََََََهُ اَخٌ اَوْاُخُتٌ اُمِّ    dengan مِنْ اُمٌِ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> c.       Ditinjau dari segi nama jenis</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Menurut sebagian ulama, jika ditinjau dari segi nama jenis, maka macam-macam qira’ah ada empat, yaitu:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø  Qira’ah, yaitu untuk nama bacaan yang telah memenuhi tiga syarat, sebagaimana penjelasan tadi. Seperti qitra’ah sab’ah asyrah dan qira’ah asyrata.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø  Riwayat, yaitu nama bacaan yang hanya berasal dari salah seorang peawinya sendiri.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø  Thariq, yaitu nama untuk bacaan yang sanadnya terdiri dari orang-orang yang sesudahnya para perawinya sendiri.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø  Wajah, yaitu nama untuk bacaan terhadap Al-quran yang tidak didasarkan sifat-sifat tersebut, melainkan berdasarkan pilihan pembacanya sendiri.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <h3> E.     Sebab Perbedaan Para Qari’[8]</h3> </div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Sebab-sebab perbedaan qira’at sebagai berikut:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> a.       Perbedaan dalam I’rab atau Harakat kalimat tanpa perubahan makna dan bentuk kalimat. Misalnya pada firman Allah yang berbunyi:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> b.      Perbedaan pada I’rab dan harakat (baris) kalimat sehingg mengubah maknanya. Misal pada firman Allah yang berbunyi:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Artinya: … Wahai Tuhan kami, jauhkanlah jalan perjalanan kami (saba’ ayat 19)</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Kata yang diterjemahkan menjadi “jauhkanlah” di atas adalah kata  بَا عِدْkarena statusnya sebagai Fi’il Amar. Boleh juga dibaca بَا عَدَ yang berartikan kedudukannya menjadi Fi’il Madhi, sehingga bila diindonesiakan, kata itu menjadi “jauh”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> c.       Perbedaan pada perubahan huruf tanpa berubah I”rab dan bentuk tulisannya, sementara maknanya berubah. Misalnya firman Allah:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Artinya:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “…Lihatlah tulang belulang, bagaiman kami menyusun kembali…”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;">         Kata $ydã”ų^çR (kami menyusun kembali) yang ditulis dengan huruf Zay (ز) diganti dengan huruf Ra’ (ر) sehingga berbunyi نُنْشِِِرُِهَا yang berartikan “ kami menghidupkan kembali”.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> d.       Perubahan pada kalimat dengan perubahan pada bentu tulisannya, tetapi tanpa perubahan maknanya. Misalnya pada firman Allah:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Artinya:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;">  dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Beberapa Qira’at mengganti kata ِ`ôgÏèø9$$Ÿ2 dengan  كَانَصُّوْفِ  sehingga yang mulanya bermakna “bulu-bulu” berubah menjadi “bulu-bulu domba”.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> e.       Perbedaan pada kalimat di mana bentuk dan maknanya berubah pula. Misalnya pada kata طَلْعِ مَنْضُوْدٍ   menjadi  طُلْعِ مَنْضُوْدٍ   </div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> f.       Perbedaan pada mendahulukan kata dan mengakhirinya. Misalnya pada firman Allah yang berbunyi:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Artinya:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Kono menurut suatu riwayat, Abu Bakar pernah membacanya menjadi وَجَا ءَتْ سَكْرَةُ الحَقِّ بِِِا لْمَوْتِ . Abu Bakar menggeser kata Al-Maut kebelakang, sementara kata Al-Haq ia majukan ketempat yang ia geser ke belakang, setelah mengalami pergeseran ini, bila kalimat itu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi: “ Dan datanglah sekarat yang benar-benar dengan kematian”.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;">     Qira’at ini tdak bisa dipakai, karena jelas menyalahi ketentuan yang berlaku.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> g.      Perbedaan dengan menambah atau mengurangi huruf</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> جنت تجرى من تحتها الانهر</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;">  Kata (مِنْ) dalam ayat ini dibuang. Dan pada ayat serupa yang tanpa  مِنْ   justru ditambah.</div> <div style="text-align: justify;"> <h3> F.    . Pengaruh Perbedaan Qira’at Terhadap Istinbat Hukum[9]</h3> </div> <div style="text-align: justify;"> Sebelum masuk kepada pengaruh perbedaan qira’at terhadap istinbat hukum, kata istinbat ( إستنباط ) adalah Bahasa Arab yang akar katanya al-nabth ( النبط ) artinya air yang pertama kali keluar atau tampak pada saat seseorang menggali sumur.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Adapun istinbat menurut bahasa berarti: “Mengeluarkan air dari mata air (dalam tanah)”, karena itu, secara umum kata istinbat dipergunakan dalam arti istikhraj ( استخراج ), mengeluarkan. Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud istinbat yaitu:إستخراج المعانى من النصوص بفرط الذهب وقوة الفريحة“Mengeluarkan kandungan hukum dari nash-nash yang ada (al-Qur’an dan al-Sunnah), dengan ketajaman nalar serta kemampuan yang optimal.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dari definisi di atas, dapat dipahami bahwa, esensi istinbat yaitu: Upaya melahirkan ketentuan-ketentuan hukum yang terdapat baik dalam al-Qur’an maupun al-Sunnah. Mengenai obyek atau sasarannya yaitu dalil-dalil syar’i baik berupa nash maupun bukan nash, namun hal ini masih berpedoman pada nash.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Adapun perbedaan qira’at al-Qur’an yang khusus menyangkut ayat-ayat hukum dan berpengaruh terhadap istinbat hukum, dapat dikemukakan dalam contoh berikut:Firman Allah SWT  :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Artinya:</div> <div style="text-align: justify;"> Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit[10]atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh[11]perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ayat ini menjelaskan, bahwa seseorang yang mau mendirikan shalat, diwajibkan berwudhu. Adapun caranya seperti yang disebutkan dalam firman Allah di atas. Sementara itu, para ulama berbeda pendapat tentang apakah dalam berwudhu, kedua kaki ( وارجلكم ) wajib dicuci ataukah hanya wajib diusap dengan air.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Hal ini dikarenakan adanya dua versi qira’at yang menyangkut hal ini. Ibn Katsir, Hamzah dan Abu Amr membaca وَاَرْجُلِكُمْ . Nafi, Ibn Amir dan al-Kisai membaca وَاَرْجُلَكُمْ Sementara Ashm riwayat Syu’bah membaca وَاَرْجُلِكُمْ , sedangkan Ashm riwayat Hafsah membaca وَاَرْجُلَكُمْ .</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Qira’at وَاَرْجُلَكُمْ menurut dzahirnya menunjukkan bahwa kedua kaki wajib dicuci, yang dalam hal ini ma’thuf kepada قَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ . Sementara qira’at وَاَرْجُلِكُمْ menurut dzahirnya menunjukkan bahwa kedua kaki hanya wajib diusap dengan air, yang dalam hal ini ma’thuf kepada وَامْسَحُوْابِرُءُ وْسِكُمْ . Jumhur ulama cenderung memilih qira’at وَاَرْجُلَكُم , mereka memberikan argumentasi sebagai berikut:a. Menunjukkan betapa terpelihara dan terjaganya kitab Allah dari perubahan dan penyimpangan. Dalam ayat tersebut Allah membatasi kaki sampai mata kaki, sebagaimana halnya membatasi tangan sampai dengan siku. Hal ini menunjukkan bahwa dalam berwudhu, kedua kaki wajib dicuci sebagaimana diwajibkannya mencuci kedua tangan.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Selain itu jumhur berupaya menta’wilkan qira’at وَاَرْجُلِكُمْ sebagai berikut:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> a.  Qira’at وَاَرْجُلِكُمْ kedudukannya ma’thuf kepada kata وَاَيْدِيَكُمْ , akan tetapi kata وَاَرْجُلِكُمْ dibaca majrur disebabkan karena berdekatan dengan رُءُ وْسِكُمْ yang juga majrur.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> b. Lafadz اَرْجُلِكُمْ dalam ayat tersebut dibaca majrur, semata-mata karena ma’thuf kepada lafadz وَاَرْجُلِكُمْ yang majrur. Akan tetapi ma’thufnya hanya dari segi lafadz bukan dari segi makna.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Sementara itu, sebagian ulama dari kalanga Syi’ah Immamiyyah cenderung memilih qira’at وَاَرْجُلِكُمْ . Sedangkan ulama azh-Zhahir berpendapat bahwa dalam berwudhu diwajibkan menggabungkan antara mengusap dan mencuci dua kaki, dengan alasan mengamalkan ketentuan hukum yang tedapat dalam dua versi qira’at tersebut. Menurut Ibn Jabir ath-Thabari berpendapat bahwa seseorang yang berwudhu, boleh memilih antara mencuci kaki dan mengusapnya (dengan air).</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dari uraian di atas tampak jelas, bahwa perbedaan qira’at dapat menimbulkan perbedaan istinbat hukum. Qira’at وارجلكم dipahami oleh jumhur ulama dengan menghasilkan ketentuan hukum, bahwa dalam berwudhu diwajibkan mencuci kedua kaki, sementara qira’at وَاَرْجُلِكُمْ dipahami oleh sebagian ulama dengan menghasilkan ketentuan hukum bahwa dalam berwudhu tidak diwajibkan mencuci kedua kaki, akan tetapi diwajibkan mengusapnya. Sementara ulama lainnya membolehkan untuk memilih salah satu dari kedua ketentuan hukum tersebut. Dan ada pula yang mewajibkan untuk menggabungkan kedua ketentuan hukum tersebut.<br /> (Baca juga: <a href="http://kingilmu.blogspot.com/2012/12/peranan-manusia-dalam-lingkungan.html" target="_blank">peranan manusia dalam lingkungan</a>) </div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <h3> G.    Kegunaan Mempelajari Qira’at</h3> </div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dengan bervariasinya qira’at, maka banyak sekali manfaat atau faedahnya, diantaranya:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> 1. Menunjukkan betapa terpelihara dan terjaganya kitab Allah dari perubahan dan penyimpangan.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> 2. Meringankan umat Islam dan memudahkan mereka untuk membaca al-Qur’an</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> 3. Bukti kemukjizatan al-Qur’an dari segi kepadatan makna, karena setiap qira’at menunjukkan sesuatu hukum syara tertentu tanpa perlu pengulangan lafadz.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> 4. Penjelasan terhadap apa yang mungkin masih global dalam qira’at lain.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> 5. Memperbesar pahala.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: center;"> <h3> Bab III</h3> </div> <div style="text-align: center;"> <h3> Penutup</h3> </div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Kesimpulan</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;">       Untuk menjadi seorang Qori’ Harus memenuhi syarat yang ada yaitu;</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø  Mutawatir. Yaitu qira’at yang diturunkan dari beberapa orang dan tidak mungkin terjadi kebohongan</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø  Sesuai dengan kaidah bahasa Arab</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø  Sesuai dengan tulisan Mushaf Utsman</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ø  Mempunyai sanad yang sahih</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dan dengan mengetahui sekilas tentang ilmu Qiro’at kita dapat mengetahui bacaan qiro’ah mempunyai tingkatan-tingkatan-tingkatan qiro’ah dan macamnya. Ilmu ini telah sangat berjasa dalam menggali, menjaga dan mengajarkan berbagai “cara membaca” al-Qur’an yang benar sesuai dengan yang telah diajarkan Rasulullah SAW. Para ahli qiraat  telah mencurahkan segala kemampuannya demi mengembangkan ilmu ini. Ketelitian dan kehati-hatian mereka telah menjadikan al-Qur’an terjaga dari adanya kemungkinan penyelewengan dan masuknya unsur-unsur asing yang dapat merusak kemurnian al-Qur’an.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <h3 style="text-align: center;"> Daftar Pustaka</h3> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Muhammad, Al Sayid. 2008. Kaidah-kaidah ulumul Qur’an. Pekalongan. Al-Asri.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Djalal, Abdul. 2000. Ulumul Quran. Surabaya. Dunia Ilmu.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Marzuki, Kamaluddin. 1992. ‘Ulumul Al-Qur’an. Bandung. PT Remaja Rosdaskarya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Shiddieqy, Muhammad Hasbi Ash. Sejarah dan Pengaruh Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Semarang. PT Pustaka Rizki Putra.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> http://safiudinaokay.blogspot.com/2012/11/3-pengaruh-perbedaan-qiraat-terhadap.html</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> [1] Al-Sayid Muhammad bin Alawi Al-Maliky Al-Hasany. 2008. Kaidah-kaidah Ulumul Quran. Pekalongan. Al-Asri</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> [2] Prof.Dr.H.Abdul Djalal H.A.,Ulumul Qur’an,hlm.327-328</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> [3] Kamaludin Marzuki. 1992. Ulumul Qur’an. Bandung. Remaja Rosdakarya Offest. Hlm 106</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> [4] Ibid., Kamaludin Marzuki, Ulumul Qur’an Hlm 106</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> [5] Al Sayid Muhammad bin Alawi Al-Maliky Al-Hasan, Kaidah-kaidah Ulumul Qur’an. Hlmn14</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> [6] Yang dimaksud dengan ulama dalam ayat ini ialah orang-orang yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> [7] Ibid., Kamaludin Marzuki, Ulumul Qur’an. Hlmn 109.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> [8] Ibid 110</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> [9] http://safiudinaokay.blogspot.com/2012/11/3-pengaruh-perbedaan-qiraat-terhadap.html</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> [10] Maksudnya: sakit yang tidak boleh kena air.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> [11] Artinya: menyentuh. menurut jumhur Ialah: menyentuh sedang sebagian mufassirin Ialah: menyetubuhi.</div>

Hukum Pengertian dan Sejarah Ilmu Qiro’at

Ilmu Qiro’at merupakan salah satu cabang ilmu Al-Quran  namu tidak banyak orang tang mengetahuinya secara baik. Orang pertama yang me...

Read more »