2015

Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhhEEnA3sOcNKfD4FiUi7fZwsp_YFCXTtm6QU-TSLs_TvEfvpH3ZManpO5OiT90W4vw-eS9jzJaW53Mt45EZUY2RixuxHmgtuOBPDdG2e0bOPAwRINoo8lnKAAHET4AXnah63IQkDPqgx18/s1600/Hukum+Merayakan+Tahun+Baru+bagi+umat+islam.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Hukum merayakan tahun baru, gambar tahun baru keren, tahun baru masehi" border="0" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhhEEnA3sOcNKfD4FiUi7fZwsp_YFCXTtm6QU-TSLs_TvEfvpH3ZManpO5OiT90W4vw-eS9jzJaW53Mt45EZUY2RixuxHmgtuOBPDdG2e0bOPAwRINoo8lnKAAHET4AXnah63IQkDPqgx18/s320/Hukum+Merayakan+Tahun+Baru+bagi+umat+islam.jpg" title="Hukum merayakan tahun baru, gambar tahun baru keren, tahun baru masehi" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="http://kingilmu.blogspot.com/2015/12/hukum-merayakan-tahun-baru-masehi.html" rel="nofollow" target="_blank"><b><i>Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi</i></b></a> - Sudah tidak terasa pada hari ini waktu sudah menunjukan tanggal 31 Desember 2015. Besok kita akan meninggalkan tahun 2015 menuju tahun 2016. Pergantian <i>tahun baru</i> masehi sangat ditunggu-tunggu masyarakat dunia. Dikalangan muslim ada banyak pertanyaaan mengenai hukum merayakan <b>tahun baru masehi</b>. <br /><br />Sebagian ulama’ mengatakan kalau merayakan tahun baru masehi merupakan hukumnya haram sedangkan sebagian ulama’ lainnya berpendapat bahwa hal itu mempunyai hukum halal. Keduanya mempunyai tendensi hukum yang sama-sama kuat.<br /><br />Ulama’ yang mengatakan haram berlandaskan dari beberapa hujjah dengan beberapa argument. <br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<blockquote>
1.      <a href="http://kingilmu.blogspot.com/2015/12/hukum-merayakan-tahun-baru-masehi.html" rel="nofollow" target="_blank"><i>Merayakan tahun baru</i></a> merupakan ibadah dari orang bukan islam alias kafir <br />1 januari awalnya merupakan perayaan umat kristiani eropa saja. Kenyataannya sekarang, tahun baru sudah lama menjadi tradisi sekuler yang menjadikannya sebagai hari libur umum nasional untuk semua warga Dunia. <br /><br />Bagi orang Kristiani yang mayoritas menghuni belahan benua Eropa, tahun baru masehi dikaitkan dengan kelahiran Yesus Kristus atau Isa al-Masih, sehingga agama Kristen sering disebut agama Masehi. Masa sebelum Yesus lahir pun disebut tahun Sebelum Masehi (SM) dan sesudah Yesus lahir disebut tahun Masehi. <br /><br />Kesimpulannya, perayaan malam tahun baru masehi itu adalah perayaan hari besar agama kafir. Maka hukumnya haram dilakukan oleh umat Islam. <br /><br />2.      Perayaaan tahun baru banyak maksiat yang dilaksanakan <br />Perayaan tahun baru masehi banyak muda mudi yang merayakan secara berlebihan merayakannya seperti halya melakukan kegiatan yang berujung ke negative seperti halnya seks bebas, narkoba al kohol dan lain-lain. </blockquote>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Ulama’ yang berpendapat kalau <i>merayakan tahun baru masehi</i> itu diperbolehkan berlandaskan dari argumentasi bahwa perayaan malam tahun baru masehi tidak selalu terkait dengan ritual agama tertentu. Semua tergantung niatnya. Kalau diniatkan untuk beribadah maka diperbolehkan sedangkan kalau diniatkan untuk melakukan maksiat maka dihukumi haram. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Merayakan tahun baru masehi tergantung pada diri anda bagaimana menyikapi hal tersebut. <br /><br /></div>

Fiqh Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi

Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi - Sudah tidak terasa pada hari ini waktu sudah menunjukan tanggal 31 Desember 2015. Besok kita akan meninggalkan tahun 2015 menuju tahun 2016. Pergantian tahun baru masehi sangat ditunggu-tunggu masyarakat dunia. Di…

Pengertian Korupsi, Dampak Korupsi dan Cara Mengatasinya

18:36:00 Mebel Jepara 3

<div style="text-align: center;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhi0ZyaFs6jZLbJWCjGsjqoSfyBJNptR5M5d1RD7oxN3ASn7TW9IUPPfXxBZ3sGMLyQ51ne-hTRMbAJKjtGaJvDPoa6H81QiL6FcvrbqAZ65QRx7_Wc0Q8pAz3rrVAnnMdaSgxV_f_PanqA/s1600/Dampak+negatif+Korupsi%252C+modus+korupsi.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Motif korupsi, modus korupsi, faktor-faktor korupsi, jenis-jenis pidana korupsi" border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhi0ZyaFs6jZLbJWCjGsjqoSfyBJNptR5M5d1RD7oxN3ASn7TW9IUPPfXxBZ3sGMLyQ51ne-hTRMbAJKjtGaJvDPoa6H81QiL6FcvrbqAZ65QRx7_Wc0Q8pAz3rrVAnnMdaSgxV_f_PanqA/s200/Dampak+negatif+Korupsi%252C+modus+korupsi.jpg" title="Lawan Korupsi" width="178" /></a></div>
<a href="http://kingilmu.blogspot.com/2015/12/pengertian-korupsi-dampak-korupsi-dan.html" rel="nofollow" target="_blank">Pengertian Korupsi, Dampak Korupsi dan Cara Mengatasinya</a> - Masyarakat Indonesia bahkan dunia dapat dikatakan sudah akrab dengan jenis tindak pidana yang akan bahas kita kali ini yaitu <b>Korupsi</b>. Teori John Lock meyebutkan kalau penyokong dari Negara ada 3 badan yaitu eksekutif, legislative dan yudikatif. Namun, dari ketiga lembaga penegak hukum itulah kita menemuni permasalahan yang menjadi musuh bersama masyarakat Indonesia dan dunia yaitu korupsi. Tidak dapat dipungkiri dari ketiga lembaga yang seharusnya menjunjung hukum secara tinggi sudah merasakan goncangan akan <i>dahsyatnya dampak negatif korupsi</i>. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Kita sebagai masyarakat, mahasiswa, atau pelajar perlu mempelajari segala hal mengenai korupsi, mempelajari kal ini bukan berarti kita mempergunakan hal tersebut untuk berkorupsi melainkan mempelajari agar kita atau orang berasal dari keluarga kita terhindar dari perbuatan yang dapat menjerumuskan ke perilaku koruptif. <br />
<br />
<h3>
Pengertian Korupsi </h3>
Kata korupsi atau bahasa melayu menyebut rasuah berasal dari bahasa latin yaitu corruption yang berasal dari kata kerja corrumpere yang mempunyai arti busuk, suap dan rusak. <br />
<br />
Secara epistimologi <i>korupsi</i> dapat diartikan sebagai tindakan seorang pejabat publik, politisi dan pegawai negeri sipil, serta pihak-pihak lain yang terlibat dalam tindakan yang tidak wajar dan ilegal menyalahgunakan publik kepercayaan kewenangan mereka untuk mendapatkan unilateral . <br />
<br />
<h3>
Ayat Al-Qur’an tentang Korupsi </h3>
Secara Eksplisit Al-Quran telah menyebutkan mengenai larangan untuk berkorupsi, oleh sebab itu saya akan menunjukan beberapa ayat yang menyatakan tentang larangan untuk berkorupsi, penyalagunaan amanat. <br />
<br />
<div style="text-align: right;">
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَن يَغُلَّۚ وَمَن يَغۡلُلۡ يَأۡتِ بِمَا غَلَّ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۚ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفۡسٖ مَّا كَسَبَتۡ وَهُمۡ لَا يُظۡلَمُونَ ١٦١ </div>
<br />
Artinya: <br />
<br />
Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya. <br />
<br />
<div style="text-align: right;">
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَخُونُواْ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ وَتَخُونُوٓاْ أَمَٰنَٰتِكُمۡ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ٢٧ </div>
<br />
27. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui <br />
<br />
Dalam kehidupan seringkali manusia lupa akan batas-batas kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pejabat publik sehingga seringkali ia sebagai pejabat publik menggunakan kekuasaanya untuk memperkaya diri, kelompok atau organisasi. <br />
Baca juga: <a href="http://kingilmu.blogspot.co.id/2013/01/korupsi.html" target="_blank">Motif Tindak Pidana Korupsi di Indonesia</a><br />
<h4>
Jenis Tindak Pidana Korupsi </h4>
<ul>
<li>Memberi atau menerima hadiah atau janji (suap),</li>
<li>Penggelapan di kantor,</li>
<li>Pemerasan di kantor,</li>
<li>Perpartisipasi dalam pengadaan (untuk pejabat sipil / negara), dan</li>
<li>Remunerasi (untuk pejabat sipil / negara). </li>
</ul>
<br />
Dr. Andi Hamzah dalam disertainya menginventarisasi beberapa <a href="http://kingilmu.blogspot.com/2015/12/pengertian-korupsi-dampak-korupsi-dan.html" rel="nofollow" target="_blank">penyebab korupsi</a> yaitu : <br />
<ol>
<li>Gaji pegawai negeri yangh tidak sebanding dengan kebutuhan yang semakin tinggi; </li>
<li>Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber atau sebab meluasnya korupsi; </li>
<li>Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efesien, yang memberikan peluan untuk korupsi; </li>
<li>Modernisasi pengembangbiakan korupsi. </li>
</ol>
<br />
<h3>
Dampak Korupsi </h3>
Tindak pidana korupsi dapat menyebabkan dampak negative yang parah terhadap suatu Negara ataupun yang menjadi tujuan pelaku korupsi tersebut. Mulai dari dampak perekonomian, politik, demokrasi dan lain-lain. <br />
<br />
<h4>
Dampak Korupsi Terhadap Perekonomian </h4>
Para akar ekonomi dan hukum sudah melakukan penelitian mengenai <i>dampak korupsi</i> terhadap perekonomian suatu bangsa. Berikut yang kami klasifikasikan dan jabarkan dari beberapa sumber. <br />
<br />
<h4>
1.      Korupsi Mengurangi Daya Investasi </h4>
Para pemilik modal atau yang sering disebut sebagai investor pastikan berfikir untuk berulang kali untuk menanaman modalnya di Indonesia dan lebih memilih Negara lain yang lebih aman akan tindak pidana korupsi misalnya China dan Singapura. Konsukuesi yang didapat dari ketidak percayaan investor adalah mengurangi pencapaian actual growth dari nilai potential growth yang lebih tinggi. Berkurangnya nilai investasi ini diduga berasal dari tingginya biaya yang harus dikeluarkan dari yang seharusnya. ini berdampak pada menurunnya growth yang dicapai. <br />
<br />
<h4>
2.      Korupsi menguangi dana Pendidikan dan Kesehatan </h4>
Pendidikan dan kesehatan merupakan tempat yang tepat utk menanamkan modal bagi bangsa ini dengan jangka panjang. Namun, kalau dana pendidikan dan kesehatan tidak dapat mendapat anggaran yang maksimal dari pendapatan Negara dikarenakan adanya anggaran yang digunakan untuk pribadi, kelompok atau corporation. <br />
<br />
<h4>
3.      Korupsi mengurangi pedapatan pajak </h4>
Kita pasti ingat dngan pegawai pajak yang sekarang mendekam di jeruji penjar yaitu Gayus Tambunan. Ia duluya merupakan pegawai pajak yang menyelewengkan kekuasaanya untuk berkerjasama dengan para penyetor pajak yang nakal untuk memperkaya diri sendiri. Hal itu berdampak akan berkurangannya pendapatan Negara dari sektor pajak. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<h4>
Dampak Korupsi Terhadap Politik Negara </h4>
Korupsi membuat suatu <a href="http://kingilmu.blogspot.co.id/2013/01/negara.html" rel="nofollow" target="_blank">Negara</a> mendapatkan sebuah tantangan serisu darinya. Dalam dunia politik korupsi dapat merusak tatanan demokrasi dan good governance (pemerintahan yang baik) dengan menghancurkan proses formal. Secara umum, korupsi dapat mengikis kapasitas suatu kelembagaan pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau mengangkat posisi bukan karena prestasi. Pada saat yang sama, korupsi mempersulit pihak pemerintahan nilai demokrasi serta kepercayaan dan toleransi. <br />
<br />
Hanya itu yang dapat sampai saya sampaikan mengenai <b>korupsi dan akibat terhadap suatu Negara</b> ataupun pemerintah. Komisi Pemberantasan Korupsi atau Lembaga anti rasuah tidak dapat bekerja secara maksimal ataupun memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya kalau dari kita tidak ikut memerangi korupsi. Ayow memerangi koupsi dari diri kita sendiri. </div>

Hukum Pidana Pengertian Korupsi, Dampak Korupsi dan Cara Mengatasinya

Pengertian Korupsi, Dampak Korupsi dan Cara Mengatasinya - Masyarakat Indonesia bahkan dunia dapat dikatakan sudah akrab dengan jenis tindak pidana yang akan bahas kita kali ini yaitu Korupsi. Teori John Lock meyebutkan kalau penyokong dari Negara a…

Pengertian Aul dan Radd serta Sistem Penggantian Tempat Ahli Waris

15:24:00 Mebel Jepara 5

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjDXPOwFMrqsOgykFso5j1P7s4MWuvE1c-EAZQI-5D_fCmpJGnRhGfZWkEkVS-QSF7v3WH0inbxWwS4kseiCwUWwKXJMfwVLAd1dvMjLThTjCmFNTfMcSnkp1CzhoankEuqnTqoR459Djok/s1600/Pengertian+Aul+dan+Radd+Serta+Sistem+Penggantian+Tempat+Ahli+Waris.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Pengertian Aul dan Radd Serta Sistem Penggantian Tempat Ahli Waris, Hukum kewarisan" border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjDXPOwFMrqsOgykFso5j1P7s4MWuvE1c-EAZQI-5D_fCmpJGnRhGfZWkEkVS-QSF7v3WH0inbxWwS4kseiCwUWwKXJMfwVLAd1dvMjLThTjCmFNTfMcSnkp1CzhoankEuqnTqoR459Djok/s200/Pengertian+Aul+dan+Radd+Serta+Sistem+Penggantian+Tempat+Ahli+Waris.jpg" title="Hukum kewarisan di Indonesia" width="200" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="http://kingilmu.blogspot.com/2015/12/pengertian-aul-dan-radd-serta-sistem.html" rel="nofollow" target="_blank">Pengertian Aul dan Radd Serta Sistem Penggantian Tempat Ahli Waris</a> - Masalah <i>kewarisan</i> dalam pandangan Islam merupakan bagian dari ibadah/syari’ah yang pelaksanaannya harus benar-benar mengacu dan sesuai dengan kehendak Allah SWT dan Rasulullah SAW, sebagaimana pesan Allah tentang kewarisan Q.S. An-nisa’ ayat 13, artinya: “itulah ketentuan hukum Allah, barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasulnya, dia akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya, dan itulah kemenangan yang agung”. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Menurut Wirjono Prodjodikoro,dalam bukunya <b>Hukum Warisan di Indonesia</b>, warisan adalah suatu cara penyelesaian perhubungan-perhubungan hukum dalam masyarakat, yang melahirkan sedikit banyak kesulitan sebagai akibat dari wafatnya seseorang. Namun pada prinsipnya pewarisan dalam hokum perdata islam adalah langkah-langkah penelusuran dan pengoperan harta peninggalan baik yang terwujud maupun tidak terwujud dari ahli waris kepada ahli warisnya.[1]<br /><br />Dalam Kompilasi Hukum Islam, <i>hukum kewarisan</i> adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.[2] Dalam makalah ini membahas mengenai masalah Aul dan Radd yang sering terjadi dalam masyarakat dan perlu penyelesaian. </div>
<div style="text-align: justify;">
Artikel terkait: <a href="http://kingilmu.blogspot.co.id/2015/07/pengertian-dan-hukum-waris-anak-zina.html" rel="nofollow" target="_blank">Pengertian dan Hukum Waris Anak Zina dalam Agama Islam</a><br /><br />B.     Rumusan Masalah <br /><ol>
<li>Apa pengertian dari <i>Aul dan Radd</i> serta penyelesaiannya? </li>
<li>Apa yang dimaksud dengan sistem <b>penggantian tempat ahli waris</b>? </li>
</ol>
<br />C.    Tujuan <br /><ol>
<li>Mengetahui <i>pengertian Aul dan Radd serta penyelesaiannya</i>. </li>
<li>Mengetahui <i>sistem penggantian tempat ahli waris</i>. </li>
</ol>
<br /><h3>
Pengertian Aul </h3>
Dalam kompilasi hukum Islam, Aul dan Rad terdapat pada BAB IV Pasal 192 yang menyatakan bahwa “apabila pembagian harta warisan diantara para ahli waris Dzawil Furudh menunjukkan bahwa angka pembilang lebih besar dari pada angka penyebut, angka penyebut dinaikkan sesuai dengan angka pembilang, dan sesudah itu harta warisan dibagi secara Aul menurut angka pembilang”. <br /><br /><i>Definisi al-Aul menurut Istilah</i>, yaitu bertambahnya jumlah harta waris dari yang telah ditentukan dan berkurangnya bagian para ahli waris. Hal ini terjadi ketika makin banyaknya ashabul furudh sehingga harta yang dibagikan habis, padahal diantara mereka ada yang belum menerima bagian. Oleh karena itu, masalah pokoknya harus ditambah sehingga seluruh harta waris dapat mencukupi jumlah ashabul furudh yang ada meskipun bagian mereka menjadi berkurang.[3]<br /><br />Aul tidak akan terjadi kecuali dengan adanya suami istri. Para ulama berbeda pendapat tentang masalah pemikulan aul, apakah kekurangan harta waris itu dipikul oleh semua ahli waris secara bersama-sama, atau dipikul oleh masalah seorang ahli waris. <br /><br />Madzhab empat mengatakan bahwa kekurangan itu harus dipikul secara bersama-sama oleh seluruh ahli waris. Penambahan harta waris disesuaikan dengan jumlah bagian yang diterima oleh masing-masing ahli waris, persis seperti orang-orang yang mempunyai hutang ketika harta yang akan dibayarkan kepada mereka jumlahnya tidak mencukupi besar piutang yang menjadi hak mereka. Jadi kalau terdapat seorang istri bersama-sama dengan dua orang ayah ibu dan dua orang anak perempuan, masalah seperti ini, bagi madzhab empat, merupakan masalah aul. Dengan demikian, total bagian semuanya adalah 24 bagian, kemudian dijadikan 27 bagian. Istri mengambil bagiannya yang semula 1/8 sekarang menjadi 1/9, ayah ibu mengambil 8 bagian sedangkan dua orang anak perempuan mengambil 16 bagian. <br /><br />Menurut ulama faraidh asal masalah yang boleh diaulkan ada 3 yaitu 6, 12 dan 24:[4]<br /><ol>
<li>Masalah enam hanya boleh diaulkan dengan tujuh, delapan, sembilan, dan sepuluh. </li>
<li>Maslah dua belas hanya boleh diaulkan dengan tiga belas, lima belas dan tujuh belas </li>
<li>Masalah dua puluh empat hanya boleh diaulkan dengan dua puluh tujuh </li>
</ol>
<br />
<h3>
Pengertian Radd </h3>
Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 193, disebutkan “apabila dalam pembagian harta warisan diantara para ahli waris dawil furudh menunjukkan bahwwa angka pembilang lebih kecil dari angka penyebut, sedangkan tidak ada ahli waris ashobah, maka pembagian harta tersebut dilakukan secara radd, yaitu sesuai dengan hak masing-masing ahli waris sedang sisanya dibagi berimbang diantara mereka”. <br /><br />Radd menurut istilah ialah berkurangnya pokok masalah dan bertambahnya jumlah bagian ashabul furudh. Radd merupakan kebalikan dari aul. <br /><br />Dalam pembagian hak waris para <a href="http://Hak Kewarisan Dzawil Arham Menurut Para Ahli Fiqh" rel="nofollow" target="_blank">ashabul furudh</a> telah menerima haknya masing-masing, tetapi ternyata harta warisan itu masih tersisa, sementara itu tidak ada sosok kerabat lain sebagai ashobah maka sisa harta waris itu diberikan atau dikembalikan lagi kepada para ashabul furudh sesuai dengan bagian mereka masing-masing. <br /><br />Radd tidak akan terjadi, kecuali kepada orang-orang yang mempunyai bagian fardh (ashab al-furudh) sebab bagian warisan mereka ini sudah ditentukan dan dibatasi. Kadang-kadang, bagian mereka bisa menghabiskan semua harta misalnya bagian ayah dan ibu dengan dua orang anak perempuan pewaris. Ayah ibu memperoleh sepertiga, dan dua orang anak perempuan memperoleh 2/3. Akan tetapi, kadang-kadang tidak sampai menghabiskan, seperti bagian untuk seorang anak perempuan bersama ibu pewaris. Anak perempuan yang seorang itu menerima seperdua sedangkan ibu mendapat 1/6 dengan demikian masih sisa 1/3. Kalau demikian, apa yang harus dilakukan terhadap sisa tirkah? Kepada siapa sisa tersebut dikembalikan? Kalau para ahli waris itu tidak mempunyai bagian tetap, misalnya beberapa orang saudara laki-laki dan beberapa orang paman pewaris tidak akan muncul permasalahan radd seperti ini.[5]<br /><br />Madzhab empat mengatakan, bahwa sisa yang merupakan kelebihan fardh dikembalikan kepada ahli waris yang menerima ashobah. Kalau pewaris mempunyai seorang anak perempuan, dia mengambil bagian seperdua, sedangkan sisanya diberikan kepada ayah pewaris kalau ayahnya sudah tidak ada, sisa tersebut diberikan kepada saudara-saudara perempuan kandung atau seayah. Sebab, mereka adalah penerima-penerima ashobah bila berada bersama-sama seorang anak perempuan. Kalau mereka juga tidak ada, sisa tersebut diberikan kepada anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung, dan bila tidak ada, sisa tersebut diberikan kepada anak saudara laki-laki pewaris yang seayah, dan seterusnya kepada paman seibu seayah, paman seayah, anak paman kandung, dan paman anak seayah. </div>
<div style="text-align: justify;">
 </div>
<div style="text-align: justify;">
Kalau orang-orang yang disebut diatas tidak ada, bagian yang tersisa tersebut dikembalikan kepada ahli waris yang mempunyai bagian fardh sesuai dengan bagian besar kecilnya bagian tetap mereka, kecuali suami dan istri. Kepada dua orang yang disebut belakangan ini, bagian yang tersisa tersebut tidak bisa dikembalikan. Misalya apabila pewearis mempunyai seorang ibu dan seorang anak perempuan, ibu mengambil bagian 1/6 dan anak perempuan memperoleh bagian ½ sebagai fardh. Sisa yang harus dikembalikan kepada mereka berdua dijadikan menjadi empat bagian. Seperempat diberikan kepada ibu dan ¾ nya diberikan kepada anak perempuan. </div>
<div style="text-align: justify;">
 </div>
<div style="text-align: justify;">
Demikian halnya, apabila pewaris mempunyai seorang saudara perempuan seayah dan seorang saudara perempuan seibu. Yang pertama mengambil bagian seperti yang diambil oleh anak perempuan tunggal pewaris, sedangkan yang kedua mengambil bagian seperti bagian ibu. Imam Syafi’I dan Imam Maliki mengatakan bahwa apabila tidak terdapat orang-orang yang mempunyai bagian ashobah, sisa tirkah yang sudah diambil oleh bagian furudh itu dikembalikan kepada Bait Mal. <br /><br />Imamiyah mengatakan bahwa sisa tersebut dikembalikan kepada ahli waris yang mempunyai bagian fardh sesuai dengan besar kecilnya bagian mereka manakala tidak terdapat kerabat yang setingkat dengannya. Adapun jika terdapat ahli waris seperti itu, mereka yang mempunyai bagian fardh mengambil bagiannya terdahulu, sedangkan sisanya diberikan kepada kerabat dekat tersebut, misalnya ibu dan ayah. <br /><br />Ar-radd tidak akan terjadi dalam suatu keadaan, kecuali bila terwujud tiga syarat: <br /><ol>
<li>Adanya ashhab al-furudh </li>
<li>Tidak adanya ashobah </li>
<li>Ada sisa harta waris </li>
</ol>
Bila dalam pembagian waris tidak ada ketiga syarat tersebut, maka kasus ar-radd tidak akan terjadi. <br /><br />Ar-radd dapat terjadi dan melibatkan semua ashabul furudh, kecuali suami dan istri. Artinya, suami atau istri bagaimanapun keadaannya tidak mendapat bagian tambahan dari sisa harta waris yang ada. <br /><br />Adapun ashabul furudh yang dapat menerima ar-radd ada delapan orang:[6]<br /><ol>
<li>Anak perempuan </li>
<li>Cucu perempuan keturunan anak laki-laki </li>
<li>Saudara kandung perempuan </li>
<li>Saudara perempuan seayah </li>
<li>Ibu kandung </li>
<li>Nenek sahih (ibu dari bapak) </li>
<li>Saudara perempuan seibu </li>
<li>Saudara laki-laki seibu </li>
</ol>
<br /><i>Ashab al-furudh</i> dalam beberapa keadaan tertentu, mereka tidak bisa mendapatkan ar-radd. Sebab, dalam keadaan bagaimanapun, bila dalam pembagian hak waris terdapat salah satunya ayah atau kakek maka tidak mungkin ada ar-radd, karena keduanya akan menerima waris sebagai ashobah. <br /><br />Adapun ahli waris dari <i>ashabul furudh</i> yang tidak dapat mendapatkan ar-radd hanyalah suami istri. Hal ini disebabkan kekerabatan keduanya bukanlah karena nasab, melainkan karena kekerabatan sababiyah (karena sebab), yaitu adanya ikatan tali pernikahan. Kekerabatan ini akan putus karena kematian sehingga mereka (suami dan istri) tidak berhak mendapatkan ar-radd. Mereka hanya mendapat bagian sesuai bagian yang menjadi hak masing-masing. Apabila dalam suatu keadaan pembagian waris terdapat kelebihan atau sisa dari harta waris, suami atau istri tidak mendapatkan bagian sebagai tambahan. <br /><br />Ada empat macam ar-radd, dan masing-masing mempunyai cara atau hukum tersendiri, yaitu sebagai berikut: <br /><ol>
<li>Adanya ahli waris pemilik bagian yang sama, dan tanpa adanya suami atau istri </li>
<li>Adanya pemilik bagian yang berbeda-beda, dan tanpa suami atau istri </li>
<li>Adanya pemilik bagian yang sama, dan dengan adanya suami atau istri </li>
<li>Adanya pemilik bagian yang berbeda-beda, dan dengan adanya suami atau istri. </li>
</ol>
<h3>
 </h3>
<h3>
Sistem Penggantian Tempat </h3>
Sistem penggantian tempat dijelaskan dalam Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam yang menyebutkan sebagai berikut: <br /><ol>
<li>Ahli waris yang meninggal lebih dahulu daripada si pewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam pasal 173. </li>
<li>Bagian bagi ahli waris pengganti tidak boleh melebihii dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti. </li>
</ol>
<br />Dalam KUH Perdata dikenal ahli waris pengganti yaitu, ahli waris yang menggantikan orang yang berhak mewaris karena yang bersangkutan meninggal dunia lebih dulu daripada pewaris.[7]<br /><br />Menurut ketentuan pasal 841 KUHPdt, penggantian adalah hak yang diberikan kepada seseorang untuk menggantikan seorang ahli waris yang telah meninggal lebih dulu daripada pewarisnya untuk bertindak sebagai pengganti dalam derajat dan dalam hak orang yang digantikannya. Penggantian ini menurut pasal 842 KUHPdt hanya terjadi dalam garis lurus kebawah tanpa batas, sedangkan pasal 843 KUHPdt menyatakan bahwa dalam garis lurus keatas tidak terdapat penggantian. Dalam hal ada penggantian, maka menurut pasal 846 KUHPdt pembagian dilakukan pancang demi pancang.[8]<br /><br />Dalam <b>hukum kewarisan Islam</b> juga dikenal ahli waris pengganti yang disebut mawali. Yang dimaksud mawali adalah ahli waris yang menggantikan seseorang untuk memperoleh bagian warisan yang tadinya akan diperoleh orang yang digantikan itu karena meninggal dunia lebih dulu dari pewaris. Mawali itu adalah keturunan anak pewaris, keturunan saudara pewaris, atau keturunan orang yang mengadakan perjanjian mewaris dengan pewaris. <br /><br />Sistem penggantian tempat ini dapat disebut juga Munasakhat yaitu memindahkan bagian sebagian ahli waris kepaada orang yang mewarisinya, lantaran kematiannya sebelum pembagian harta dilaksanakan. <br /><br /><h4>
Unsur dari Munasakhat adalah: </h4>
<ol>
<li>Harta warisan pewaris belum dibagikan kepada ahli waris </li>
<li>Adanya kematian dari seseorang orang ahli waris </li>
<li>Adanya pemindahan bagian harta warisan dari pewaris kepada ahli waris yang lain atau kepada ahli warisny ayang semula belum menjadi ahli waris terhadap orang yang meninggal pertama </li>
<li>Pemindahan bagian ahli waris yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya harus dengan jalan mewarisi, bukan yang lainnya sepperti hibah atau hadiah (9) </li>
</ol>
<h3>
 </h3>
<h3>
Perhitungan Aul, Radd dan Penggantian tempat </h3>
Perhitungan Aul dengan AM=6 menjadi 7 dengan harta 49jt <br /><br /><blockquote>
1.      Ahli waris terdiri dari <br /><br />Suami                    =1/2x6=3 <br /><br />2 Sdr Kdg (pr)      =2/3x6=4 <br /><br />Jumlah saham                    =7 <br /><br />Berarti AM dan jumlah saham tidak cocok. AM harus dinaikkan menjadi 7, sehingga penyelesaiannya sebagai berikut: <br /><br />Suami                    =3/7x49jt=21 jt <br /><br />2 Sdr Kdg (pr)      =4/7x49jt=28 jt <br /><br />Perhitungan Aul dengan AM 6 menjadi 8, dengan harta 16jt <br /><br />1.      Ahli waris terdiri dari: <br /><br />Suami                    1/2x6=3 <br /><br />Ibu                         1/6x6=1 <br /><br />4 Sdr kdg (pr)        2/3x6=4 <br /><br />Jumlah saham                =8 <br /><br />Perhitungan: <br /><br />Suami                    3/8x16jt=6jt <br /><br />Ibu                         1/8x16jt=2jt <br /><br />4 sdr kdg (pr)        4/8x16jt=8jt <br /><br />Perhitungan Aul dengan AM=12 menjadi 17 dengan harta 34 juta <br /><br />1.      Ahli waris terdiri dari <br /><br />Istri                        =1/4x12=3 <br /><br />Ibu                         =1/6x12=2 <br /><br />4 Sdr Kdg (pr)       =2/3x12=8 <br /><br />2 Sdr Seibu            =1/3x12=4 <br /><br />Jumlah saham                    =17 <br /><br />Perhitungan: <br /><br />Istri                        =3/17x34jt=6jt <br /><br />Ibu                         =2/17x34jt=4jt <br /><br />4 sdr kdg pr           =8/17x34jt=16jt <br /><br />2 Sdr seibu            =4/17x34jt=8jt <br /><br />Perhitungan Radd dengan AM=6 dengan harta 60 juta <br /><br />1.      Ahli waris terdiri dari <br /><br />Anak pr           =1/2x6=3 <br /><br />Ibu                   =1/6x6=1 <br /><br />Jumlah saham              =4 <br /><br />AM dikembalikan ke 4, perhitungan: <br /><br />Anak pr           =3/4x60 jt=45 jt <br /><br />Ibu                   =1/4x60 jt= 15jt <br /><br />Perhitungan Radd dengan AM=12 dengan harta 9 juta <br /><br />1.      Ahli waris terdiri dari <br /><br />Istri                  =1/4x12=3 <br /><br />2 sdr seibu       =1/3x12=4 <br /><br />Ibu                   =1/6x12=2 <br /><br />Jumlah saham               =9 <br /><br />Karena ada istri, maka sebelum sisa warisan dibagi, hak untuk istri diambil dulu dengan AM sebagai pembagi: Istri=3/12x9juta=2.250.000. <br /><br />Sisa warisan berarti= 6.750.000 dibagi untu 2 Orang Sdr dan Ibu, yaitu dengan cara bilangan pembaginya adalah jumlah perbandingan kedua pihak (Sdr dan Ibu) yaitu 4+2=6, maka bagian masing-masing adalah: <br /><br />2 Sdr    =4/6x6.750.000=4.500.000 <br /><br />Ibu       =2/6x6.750.000=2.250.000 </blockquote>
<br /><h4>
Perhitungan sengketa Penggantian tempat </h4>
Pakistan, dalam undang-undang tahun 1961 memberikan porsi kepada cucu yakni menempatkan cucu kalau mewaris bersama-sama dengan laki-laki dapat menggantikan kedudukan orang tuanya yang meninggal terlebih dahulu dari pada pewaris. [10]<br /><br />Indonesia tidak mengikuti mesir dalam masalah cucu, tetapi lebih mengikuti pola yang digariskan oleh Pakistan yaitu melalui lembaga waris pengganti, walaupun secara substansial adanya kemungkinan terhadap perbedaan-perbedaan , dengan suatu pertimbangan bahwa kasus kewarisan cucu apabila bersama-sama dengan anak laki-laki belum ada ketentuan bagianya dalam al-quran maupun hadist, sehingga menentukanya diperlukan ijtihad sebagaimana telah dilakukan ulama’ Indonesia yang kemudian dituangkan dalam pasal 185 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam Berbunyi: “Ahli waris yang meninggal lebih dulu dari pewaris  maka kedudukanya, dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam pasal 173”, dan dipasal yang sama ayat (2) yang berbunyi: ” Bagian bagi ahli waris pengganti tidak boleh mlebihi dari bagian ahli waris yang sedrajat dengan yang diganti”.[11]<br /><br />A.    Kesimpulan <br />Dalam kompilasi hukum Islam, Aul dan Rad terdapat pada BAB IV Pasal 192 yang menyatakan bahwa “apabila pembagian harta warisan diantara para ahli waris Dzawil Furudh menunjukkan bahwa angka pembilang lebih besar dari pada angka penyebut, angka penyebut dinaikkan sesuai dengan angka pembilang, dan sesudah itu harta warisan dibagi secara Aul menurut angka pembilang”. <br /><br />Definisi al-Aul menurut Istilah, yaitu bertambahnya jumlah harta waris dari yang telah ditentukan dan berkurangnya bagian para ahli waris. <br /><br />Dalam Kompilasi Hukum Islam disebutkan, “Apabila dalam pembagian harta warisan diantara para ahli waris dawil furudh menunjukkan bahwwa angka pembilang lebih kecil dari angka penyebut, sedangkan tidak ada ahli waris ashobah, maka pembagian harta tersebut dilakukan secara radd, yaitu sesuai dengan hak masing-masing ahli waris sedang sisanya dibagi berimbang diantara mereka”. <br /><br />Radd menurut istilah ialah berkurangnya pokok masalah dan bertambahnya jumlah bagian ashabul furudh. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><h4>
Sistem Pertgantian Tempat Kewarisan </h4>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Sistem penggantian</i> tempat dijelaskan dalam Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam yang menyebutkan sebagai berikut: <br /><ol>
<li>Ahli waris yang meninggal lebih dahulu daripada si pewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam pasal 173. </li>
<li>Bagian bagi ahli waris pengganti tidak boleh melebihii dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti. </li>
</ol>
Penutup <br />Demikianlah makalah ini kami susun dengan kesadaran dan pemahaman yang sesuai dengan kemampuan, mohon saran dan kritikannya. Semoga apa yang ada di makalah ini menjadi manfaat bagi semuanya. Amin <br /><br />DAFTAR PUSTAKA <br /></div>
<ul style="text-align: justify;">
<li>Anshari, Hukum Kewarisan Islam Indonesia, Bandung: CV Mandar Maju, 2013. </li>
<li>Kompilasi Hukum Islam </li>
<li>Mardani. Hukum Kewarisan Islam di Indonesia. Jakarta: rajawali pers. 2014 </li>
<li>Muhammad, abdulkadir. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.    2010. </li>
<li>Rahman, fatchur. Ilmu waris. Bandung: al-Ma’arif. Tth. </li>
<li>Saebani, ahmad dan Syamsul Falah. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia. 2011. </li>
<li>Sudarsono, Hukum Waris dalam Sistem Bilateral, Jakarta: Rineka Cipta, 1991. </li>
</ul>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<ol style="text-align: justify;">
<li>Sudarsono, Hukum Waris dalam Sistem Bilateral, Jakarta: Rineka Cipta, 1991, Hlm 3. </li>
<li> Kompilasi Hukum Islam . Buku II. Pasal 171. Hal 51 </li>
<li> Ahmad Saebani dan Syamsul Falah. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia. 2011. Hal. 234 </li>
<li> Mardani. Hukum Kewarisan Islam di Indonesia. Jakarta: rajawali pers. 2014. Hal. 55 </li>
<li> Ibid, hal. 236 </li>
<li> Ibid, hal. 239 </li>
<li> Abdul kadir Muhammad. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2010. Hal. 219 </li>
<li> Ibid, hal. 220 </li>
<li> Fatchur rahman. Ilmu waris. Bandung: al-Ma’arif. Tth. Hlm. 460 </li>
<li> Anshari,Hukum Kewarisan Islam Indonesia,Bandung,  CV Mandar Maju, 2013, Hlm 114 </li>
<li> Untuk lebih jelasnya baca Anshari, Hlm 114-118 </li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>

Fiqh Pengertian Aul dan Radd serta Sistem Penggantian Tempat Ahli Waris

Pengertian Aul dan Radd Serta Sistem Penggantian Tempat Ahli Waris - Masalah kewarisan dalam pandangan Islam merupakan bagian dari ibadah/syari’ah yang pelaksanaannya harus benar-benar mengacu dan sesuai dengan kehendak Allah SWT dan Rasulullah SAW,…

Pelaksanaan Putusan Pengadilan, Jenis-jenis Putusan dan Cara Pelaksanaannya

02:42:00 Mebel Jepara 5

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhYAhB6pF6-oXNJu0VxkBQ4z3Ll4E1LenL0Dys-t2tmYmv2z8pv2s8zrdRWnzKeVPhADULUWS0M03P2oQkfkoQTw3CAJSfOPDAFTsyOV3G3PFTL5djlpoBksNr1O77vkGgglRl5CzlbCQXD/s1600/Pelaksanaan+Putusan+Pengadilan%252C+Jenis-jenis+Putusan+dan+Cara+Pelaksanaannya.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Pelaksanaan Putusan Pengadilan, Jenis-jenis Putusan dan Cara Pelaksanaannya" border="0" height="114" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhYAhB6pF6-oXNJu0VxkBQ4z3Ll4E1LenL0Dys-t2tmYmv2z8pv2s8zrdRWnzKeVPhADULUWS0M03P2oQkfkoQTw3CAJSfOPDAFTsyOV3G3PFTL5djlpoBksNr1O77vkGgglRl5CzlbCQXD/s200/Pelaksanaan+Putusan+Pengadilan%252C+Jenis-jenis+Putusan+dan+Cara+Pelaksanaannya.jpg" title="Pelaksanaan Putusan Pengadilan, Jenis-jenis Putusan dan Cara Pelaksanaannya" width="200" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="http://Pelaksanaan Putusan Pengadilan, Jenis-jenis Putusan dan Cara Pelaksanaannya" rel="nofollow" target="_blank">Pelaksanaan Putusan Pengadilan, Jenis-jenis Putusan dan Cara Pelaksanaannya</a> - <b>Eksistensi Lembaga Peradilan Agama </b>di Indonesia, telah ada sejak zaman penjajah Belanda. Bahkan sebelum itu mengiringi perjalanan dakwah Islam di Nusantara, karena lembaga peradilan baik dalam teori maupun praktek kehidupan umat Islam, merupakan hal yang tidak dapat di pisahkan. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Berdasarkan ketentuan UU No. 7/1989 tentang Peradilan Agama, maka <a href="http://kingilmu.blogspot.co.id/2015/10/peran-fungsi-dan-kewenangan-pengadilan.html" rel="nofollow" target="_blank">Perdailan Agama</a> bertugas dan berwenang untuk memberikan pelayanan hukum dan keadilan dalam bidang hukum keluarga dan harta perkawinan bagi mereka yang beragama Islam, berdasarkan Islam. <br />
<br />
Pemantapan posisi Peradilan Agama secara Yuridis menempatkan lembaga Peradilan Agama sejajar dengan lembaga peradilan yang lain (peradilan Umum, peradilan Militer, dan peradilan Tata Usaha Negara). <br />
<br />
Kemunculan Undang-undang itulah yang menyebabkan jajaran Peradilan Agama harus mengejar ketertinggalannya dengan yang lain, khususnya dalam praktek/penerapan hukum acara. Dalam makalah ini, akan sedikit membahas mengenai Pelaksanaan Putusan dalam Peradilan Agama. <br />
<br />
B.     Rumusan Masalah <br />
<br />
1.      Bagaimanakah <a href="http://kingilmu.blogspot.com/2015/11/pelaksanaan-putusan-pengadilan-jenis.html" rel="nofollow" target="_blank">proses pelaksanaan putusan dalam Peradilan Agama</a> mengenai <i>jenis-jenis pelaksanaan putusan</i>, putusan yang dapat di eksekusi, tatacara sita eksekusi, putusan hakim dalam perkara tertentu? <br />
<br />
C.    Tujuan <br />
<br />
1.      Mengetahui proses pelaksanaan putusan dalam Peradilan Agama mengenai <b>jenis-jenis pelaksanaan putusan</b>, putusan yang dapat dieksekusi, tatacara sita eksekusi, putusan hakim dalam perkara tertentu. </div>
<div style="text-align: justify;">
<h3>
Pelaksanaan Putusan Pengadilan Agama </h3>
<i>Pelaksanaan putusan</i> atau eksekusi adalah hal menjalankan <b>putusan Pengadilan</b> yang telah berkekuatan hukum tetap. Menurut Sudikno Mertokusumo, eksekusi pada hakikatnya tidak lain ialah realisasi kewajiban pihak yang bersangkutan untuk memenuhi putusan yang tercantum dalam putusan tersebut.[1]<br />
<br />
Tujuan akhir pencari keadilan ialah agar segala hak-haknya yang dirugikan oleh pihak lain dapat dipulihkan melalui putusan Hakim. Hal ini bisa tercapai jika putusan hakim dapat dilaksanakan. <br />
<br />
Putusan Hakim dapat dilaksanakan: <br />
<br />
<ol>
<li>Secara sukarela </li>
<li>Secara paksa dengan menggunakan alat Negara, apabila pihak terhukum tidak mau melaksanakan secara sukarela. </li>
</ol>
<br />
Sejak dikeluarkan UU No, 7/1989 maka Pengadilan Agama telah dapat melaksanakan sendiri segala putusan yang dijatuhkannya tanpa harus melalui bantuan Pengadilan Negeri. Dengan berlakunya UU Peradilan Agama tersebut maka: <br />
<br />
<ol>
<li>Ketentuan tentang eksekutoir verklaring dan pengukuhan oleh Pengadilan Negeri dihapuskan. </li>
<li>Pada setiap Pengadilan Agama diadakan jurusita untuk dapat melaksanakan putusan-putusannya. </li>
</ol>
<br />
<h3>
Jenis-jenis Pelaksanaan Putusan[2]</h3>
Ada beberapa <i>jenis pelaksanaan putusan</i>, yaitu: <br />
<br />
<ol>
<li>1.      Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk membayar sejumlah uang. Hal ini diatur dalam pasal 196 HIR, pasal 208 R.Bg. </li>
<li>Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk melakukan suatu perbuatan. Hal ini diatur dalam pasal 225 HIR, pasal 259 R.Bg. </li>
<li>Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk mengosongkan suatu benda tetap, yang disebut dengan eksekusi riil. Hal ini diatur dalam pasal 1033 Rv. </li>
<li>Eksekusi riil dalam bentukpenjualan lelang. Hal ini diatur dalam pasal 200 ayat 1 HIR,  pasal 218 ayat 2 R.Bg. </li>
</ol>
<br />
<h3>
Putusan yang Dapat Dieksekusi [3]</h3>
Putusan yang dapat dieksekusi ialah yang memenuhi syarat-syarat untuk dieksekusi, yaitu: <br />
<br />
1.      Putusan telah berkekuatan hukum tetap, kecuali dalam hal: <br />
<br />
<ul>
<li>Pelaksanaan putusan serta merta, putusan yang dapat dilaksanakan lebih dulu. </li>
<li>Pelaksanaan putusan provisi </li>
<li>Pelaksaan akta perdamaian </li>
<li>Pelaksanaan (eksekusi) Grose akta. </li>
</ul>
<br />
2.      Putusan tidak dijalankan oleh pihak terhukum secara sukarela meskipun ia telah diberi peringatan oleh Ketua Pengadilan Agama. <br />
<br />
3.      <i>Putusan Hakim</i> bersifat Kondemnatoir. <br />
<br />
Putusan yang bersifat deklaratoir atau konstitutif tidak diperlukan eksekusi. <br />
<br />
4.      Eksekusi dilakukan atas perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Agama. <br />
<br />
Yaitu Pengadilan Agama yang menjatuhkan putusan tersebut, atau Pengadilan Agama yang diberi delegasi wewenang oleh Pengadilan Agama yang memutusnya. <br />
<br />
Yang berwenang melaksanakan eksekusi hanyalah Pengadilan Tingkat Pertama. PTA tidak berwenang melaksanakan eksekusi. <br />
<br />
<h3>
Tatacara Sita Eksekusi [4]</h3>
Sita eksekusi dilakukan dengan tatacara sebagai berikut; <br />
<br />
1.      Ada permohonan sita eksekusi dari pihak yang bersangkutan. <br />
<br />
2.      Berdasar surat perintah Ketua Pengadilan Agama. <br />
<br />
Surat perintah ini dikeluarkan apabila: <br />
<br />
·         Tergugat tidak mau menghadiri panggilan peringatan tanpa alasan yang sah, <br />
<br />
·         Tergugat tidak mau memenuhi perintah dalam amar putusan selama masa peringatan. <br />
<br />
3.      Dilaksanakan oleh Panitera atau Jurusita <br />
<br />
4.      Pelaksanaan sita eksekusi dibantu oleh dua orang saksi. <br />
<br />
5.      Keharusan adanya dua orang saksi merupakan syarat sah sita eksekusi. <br />
<br />
Dua orang saksi tersebut berfungsi sebagai pembantu dan sekaligus sebagai saksi sita eksekusi. <br />
<br />
Nama dan pekerjaan kedua saksi tersebut harus dicantumkan dalam Berita Acara Sita Eksekusi. <br />
<br />
Saksi-saksi tersebut harus memenuhi syarat: <br />
<ul>
<li>Telah mencapai umur 21 tahun </li>
<li>Berstatus penduduk Indonesia </li>
<li>Memiliki sifat jujur (dapat dipercaya) </li>
</ul>
<br />
6.      Sita eksekusi dilakukan di tempat obyek eksekusi <br />
<br />
7.      Membuat Berita Acara Sita Eksekusi <br />
<br />
Berita acara sita eksekusi tersebut memuat: <br />
<br />
<ul>
<li>Nama, pekerjaan dan tempat tinggal kedua orang saksi. </li>
<li>Memerinci secara lengkap semua pekerjaan yang dilakukan. </li>
<li>Berita acara ditandatangani pejabat pelaksana dan kedua orang saksi. </li>
<li>Pihak tersita dan juga kepala desa tidak diharuskan menurut hukum, untuk ikut menandatangani Berita Acara Sita. </li>
<li>Isi berita acara sita harus diberitahukan kepada pihak tersita, yaitu segera pada saat itu juga apabila hadir pada eks penyitaan tersebut, atau jika ia tidak hadir maka dalam waktu yang secepatnya segera diberitahukan dengan jalan menyampaikan di tempat tinggalnya. </li>
</ul>
8.      Penjagaan Yuridis tentang barang yang disita diatur sebagai berikut: <br />
<ul>
<li>Penjagaan dan penguasaan barang sita eksekusi tetap berada ditangan tersita </li>
<li>Pihak tersita tetap berhak memakai dan menikmatinya, sampai pada saat dilaksanakan penjualan lelang. </li>
<li>Penempatan barang sita eksekusi tetap diletakkan di tempat barang itu disita, tanpa mengurangi kemungkinan memindahkannya ke tempat lain. </li>
<li>Penguasaan penjagaan tersebut harus disebutkan dalam berita acara sita </li>
<li>Mengenai barang yang bisa habis dalam pemakaian, maka tidak boleh dipergunakan dan dinikmati oleh tersita. </li>
</ul>
<br />
9.      Ketidakhadiran tersita tidak menghalangi sita eksekusi <br />
<ul>
<li>Sita eksekusi dapat dihadiri, bahkan sebaiknya dihadiri pihak tereksekusi. </li>
<li>Sita eksekusi dapat di laksanakan tanpa hadirnya pihak tersita asalkan pihak tersita tersebut telah diberitahukan dan diperintahkan untuk hadir pada hari dan tanggal pelaksanaan sita eksekusi tetapi yang bersangkutan tidak hadir. </li>
</ul>
<br />
<h3>
Putusan Hakim Dalam Perkara tertentu [5]</h3>
<h4>
Pelaksanaan Putusan Perkara Perceraian </h4>
Apabila <a href="http://kingilmu.blogspot.co.id/" rel="nofollow" target="_blank">putusan Hakim</a> mengenai perceraian telah berkekuatan hukum tetap maka Panitera Pengadilan Agama selambat-lambatnya dalam waktu tujuh hari setelah putusan itu diberitahukan mengeluarkan Akta Cerai sebagai bukti adanya perceraian (pasal 84 ayat 4 UU No. 7/1989). <br />
<br />
Dalam perkara cerai gugat maka akta cerai didasarkan atas putusan Pengadilan Agama/Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa perkawinan putus karena perceraian terhitung sejak putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap (Ex pasal 81 ayat 2 UU No. 7/1989). <br />
Baca juga: <a href="http://kingilmu.blogspot.co.id/2016/12/pengertian-wakaf-uang-landasan-hukum.html" rel="nofollow" target="_blank">Pengertian Wakaf Uang, Landasan Hukum dan Manfaat Wakaf</a><br />
<br />
Akta Cerai tersebut tercatat dalam Register Akta Cerai pada Kepaniteraan Pengadilan Agama yang bersangkutan. <br />
<br />
Selain itu, dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari, Panitera atau pejabat yang ditunjuk berkewajiban untuk mengirimkan salinan putusan/penetapan cerai tersebut yang telah berkekuatan hukum tetap kepada PPN/KUA Kecamatan di tempat tinggal suami dan isteri yang bersangkutan serta PPN/KUA Kecamatan yang dahulu mencatat perkawinan mereka, untuk diadakan pencatatan perkawinan itu.  <br />
<br />
<h4>
Pelaksanaan Putusan Perkara Penetapan Asal-usul Anak </h4>
Dalam perkara penetapan asal-usul anak maka Panitera berkewajiban mengirimkan salinan penetapan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut kepada kantor catatan sipil setempat untuk diterbitkan akta kelahiran (pasal 55 ayat 5 UU No. 1/1974, pasal 103 ayat 3 KHI). <br />
<br />
<h4>
Pelaksanaan Putusan Perkara Penetapan Itsbat Nikah dan Rujuk </h4>
Dalam penetapan Itsbat nikah dan rujuk maka Panitera Pengadilan Agama berkewajiban untuk mengirimkan salinan penetapan yang telah berkekuatan hukum tetap kepada PPN/KUA Kecamatan setempat untuk diadakan pencatatan lagi dalam Buku Pendaftaran Nikah atau Rujuk. Pada kolom terakhir buku tersebut dituliskan bahwa pencatatan ini didasarkan atas putusan Pengadilan Agama yang bersangkutan, dengan nomor dan tanggal putusnnya. <br />
<br />
Kepada pihak yang bersangkutan diberikan kutipan Buku Pendaftaran Nikah (surat nikah) sebagai bukti pernikahan, dan bukti pendaftaran rujuk sebagai alat bukti yang sah. <br />
<br />
Demikian pula dalam perkara pembatalan perkawinan, maka Panitera PA wajib mengirimkan salinan putusan tersebut kepada PPN/KUA Kecamatan yang bersangkutan untuk diadakan pencatatan (pasal 38 PP No. 9/1975). <br />
<br />
<h4>
Pelaksanaan Putusan Perkara Penetapan Itsbat Cerai </h4>
Dalam perkara Itsbat Cerai, maka Panitera juga wajib mengeluarkan Akta Cerai sebagai bukti cerai dan mengirimkan salinan Itsbat cerai tersebut kepada PPN/KUA Kecamatan serta PPN/KUA Kecamatan di mana dahulu perkawinan mereka dicatatkan. <br />
<br />
<h4>
Pelaksanaan Putusan Perkara Sengketa Tanah Wakaf </h4>
Dalam perkara sengketa tanah wakaf, maka Panitera wajib mengirimkan <b>salinan putusan</b> yang telah berkekuatan hukum tetap kepada PPAIW/KUA Kecamatan yang mewilayahi tanah wakaf tersebut untuk diadakan pencatatan dalam buku wakaf dan diterbitkan Pengganti Akta Ikrar Wakaf, guna penyelesaian Sertifikat Tanah Wakaf tersebut. <br />
<br />
<h4>
Pelaksanaan Putusan Perkara Perceraian Anggota ABRI dan PNS </h4>
Putusan cerai bagi anggota ABRI dan PNS yang telah berkekuatan hukum tetap harus pula dikirimkan kepada Instansi dimana suami/isteri yang bersangkutan menjadi Anggota ABRI dan PNS. <br />
<br />
Kesimpulan <br />
Pelaksanaan putusan atau eksekusi adalah hal menjalankan <b>putusan Pengadilan</b> yang telah berkekuatan hukum tetap. Menurut Sudikno Mertokusumo, eksekusi pada hakikatnya tidak lain ialah realisasi kewajiban pihak yang bersangkutan untuk memenuhi putusan yang tercantum dalam putusan tersebut. <br />
<br />
Ada beberapa <b>jenis pelaksanaan putusan</b>, yaitu: <br />
<ol>
<li>Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk membayar sejumlah uang. Hal ini diatur dalam pasal 196 HIR, pasal 208 R.Bg. </li>
<li>Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk melakukan suatu perbuatan. Hal ini diatur dalam pasal 225 HIR, pasal 259 R.Bg. </li>
<li>Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk mengosongkan suatu benda tetap, yang disebut dengan eksekusi riil. Hal ini diatur dalam pasal 1033 Rv. </li>
<li>Eksekusi riil dalam bentukpenjualan lelang. Hal ini diatur dalam pasal 200 ayat 1 HIR,  pasal 218 ayat 2 R.Bg. </li>
</ol>
<br />
<h4>
Putusan yang dapat dieksekusi ialah yang memenuhi syarat-syarat untuk dieksekusi, yaitu: </h4>
<ol>
<li>Putusan telah berkekuatan hukum tetap </li>
<li>Putusan tidak dijalankan oleh pihak terhukum secara sukarela meskipun ia telah diberi peringatan oleh Ketua Pengadilan Agama. </li>
<li>Putusan Hakim bersifat Kondemnatoir. </li>
<li>Eksekusi dilakukan atas perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Agama. </li>
</ol>
<br />
Sita eksekusi dilakukan dengan tatacara sebagai berikut; <br />
<ol>
<li>Ada permohonan sita eksekusi dari pihak yang bersangkutan. </li>
<li>Berdasar surat perintah Ketua Pengadilan Agama. </li>
<li>Dilaksanakan oleh Panitera atau Jurusita </li>
<li>Pelaksanaan sita eksekusi dibantu oleh dua orang saksi. </li>
<li>Keharusan adanya dua orang saksi merupakan syarat sah sita eksekusi. </li>
<li>Sita eksekusi dilakukan di tempat obyek eksekusi </li>
<li>Membuat Berita Acara Sita Eksekusi </li>
<li>Penjagaan Yuridis tentang barang yang disita diatur sebagai berikut: </li>
<li>Ketidakhadiran tersita tidak menghalangi sita eksekusi </li>
</ol>
<br />
<h3>
Putusan Hakim Dalam Perkara tertentu </h3>
<ol>
<li>Perceraian </li>
<li>Penetapan Asal-usul Anak </li>
<li>Penetapan Itsbat Nikah dan Rujuk </li>
<li>Penetapan Itsbat Cerai </li>
<li>Putusan Sengketa Tanah Wakaf </li>
<li>Perceraian Anggota ABRI dan PNS </li>
</ol>
<br />
B.     Penutup <br />
Demikianlah makalah ini kami susun, dimohonkan kritik dan saran dari pembaca. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin. <br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA <br />
Arto, mukti. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2011. <br />
Mustofa, Kepaniteraan Peradilan Agama. Jakarta: Kencana. 2005. <br />
<br />
[1] Mustofa, Kepaniteraan Peradilan Agama. Jakarta: Kencana. 2005. Hal. 109 <br />
[2] Mukti Arto. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2011. Hal. 314 <br />
[3] Ibid. hal. 314 <br />
[4] Ibid. hal. 315 <br />
[5] Ibid. hal. 316 </div>

Hukum Hukum Perdata Pelaksanaan Putusan Pengadilan, Jenis-jenis Putusan dan Cara Pelaksanaannya

Pelaksanaan Putusan Pengadilan, Jenis-jenis Putusan dan Cara Pelaksanaannya - Eksistensi Lembaga Peradilan Agama di Indonesia, telah ada sejak zaman penjajah Belanda. Bahkan sebelum itu mengiringi perjalanan dakwah Islam di Nusantara, karena lembaga…

Pengertian Jarimah, Unsur dan Ruang Lingkup Pembahasannya

14:43:00 jayafurniture 1

<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhk68SCew9_BwABZSSomYg96o4CDAvSG7xH5Qm6kBcO0n9vqMOrT5lpYKc_4jHTv2oD1zRJv4kQLkGqgpiTEFS3zuswR0Y9AKHlk1XYo3IU7jAbAx7JkySSj-3xcgXweUepqw7LGnLT-JCi/s1600/Pengertian+Jarimah%252C+Unsur+dan+Ruang+Lingkup+Pembahasannya.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Pengertian Jarimah, Unsur dan Ruang Lingkup Pembahasannya" border="0" height="135" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhk68SCew9_BwABZSSomYg96o4CDAvSG7xH5Qm6kBcO0n9vqMOrT5lpYKc_4jHTv2oD1zRJv4kQLkGqgpiTEFS3zuswR0Y9AKHlk1XYo3IU7jAbAx7JkySSj-3xcgXweUepqw7LGnLT-JCi/s200/Pengertian+Jarimah%252C+Unsur+dan+Ruang+Lingkup+Pembahasannya.jpg" title="Pengertian Jarimah, Unsur dan Ruang Lingkup Pembahasannya" width="200" /></a></div>
<b><i>Pengertian Jarimah, Unsur dan Ruang Lingkup Pembahasannya</i></b> - Fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum syara’ praktis yang diambil dari 
dalil-dalil terperinci. Atau <i>fiqh</i> adalah himpunan hukum-hukum syara’ 
yang bersifat praktis yang diambil dari dalil-dalil yangterperinci.” [1]. Pada kesempatan kali ini kami akan membahas mengenai<b> ruang lingkup Jarimah</b>. <br />
<h3>
 </h3>
<h3>
Pengertian Fiqh Jinayah </h3>
<b><i>Fiqh jinayah</i></b> terdiri dari dua kata yakni fiqh dan jinayah. Pengertian fiqh secara bahasa berasal dari lafadl faqiha-yafqahu-fiqhan, yang berarti mengerti. Sedangkan secara istilah yang dikemukakan oleh Abdul Wahab Khallaf : <br />
<br />
Jinayah secara bahasa ialah : <br />
<br />
<div style="text-align: right;">
إسم لما يجنيه المرءمن شر وما اكتسبه </div>
<br />
“Nama bagi hasil perbuatan seseorang yang buruk dan apa yang diusahakannya.” <br />
<br />
Sedangkan jinayah secara istilah yang dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah adalah : <br />
<br />
<div style="text-align: right;">
فالجناية إسم لفعل محرم شرعا, سواء وقع الفعل على نفس او مال او غير ذلك </div>
<br />
“Jinayah adalah suatu istilah untuk perbuatan yang dilarang oleh syara’ baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta, atau lainnya.”[2]<br />
<br />
Jadi fiqh jinayah ialah ilmu tentang hukum syara’ yang berkaitan dengan masalah-masalah perbuatan yang dilarang dan hukumannya, yang diambil dari dalil-dalil nash. <br />
<br />
Menurut aliran madzhab Hanafi, pembahasan tentang jinayah dikhususkan bagi kejahatan terhadap jiwa dan anggota badan, sedangkan masalah yang terkait dengan kejahatan terhadap benda diatur pada bab sendiri. Adapun aliran madzhab lain tidak mengadakan pemisahan antara perbuatan jahat terhadap jiwa dan anggota badan dengan kejahatan terhadap harta benda (pencurian, kejahatan terhadap harta benda lainnya).[3]<br />
<br />
Kata jinayah juga digunakan dalam KUHP Mesir, tetapi pengertiannya berbeda dengan pengertian yang dikemukakan oleh madzhab hanafi tersebut. Dalam KUHP Mesir tindak pidana dibagi menjadi tiga bagian yakni jinayah, janhah, dan mukhalafah.[4] Ketiga macam tindak pidana menurut KUHP Mesir tersebut dalam hukum pidana islam dinamakan jinayah atau jarimah.[5]<br />
<br />
Fiqih jinayah terkait dengan istilah jarimah. Jarimah berasal dari kata (جرم) yang sinonimnya (كسب وقطع) artinya berusaha dan bekerja. Usaha disini difokuskan pada usaha yang tidak baik atau usaha yang dibenci oleh manusia. Atau dapat diartikan jarimah adalah melakukan setiap perbuatan yang menyimpang dari kebenaran (perbuatan dosa), keadilan, dan jalan yang lurus (agama). [6]<br />
<br />
Menurut istilah, definisi jarimah yang dikemukakan oleh Imam al-Mawardi : <br />
<br />
<div style="text-align: right;">
الجرائم محظورات شرعية زجر الله تعالى عنها بحد او تعزير </div>
<br />
“Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’, yang diancam dengan hukuman had atau ta’zir.” <br />
<br />
<a href="http://Unsur-unsur Jarimah dan Objek Kajiannya" rel="nofollow" target="_blank">Kata jarimah</a> diistilahkan dalam hukum positif sebagai tindak pidana (delik) atau pelanggaran. <br />
<br />
Dalam pemakaian kata jinayah mempunyai arti lebih luas, yaitu ditujukan bagi segala sesuatu yang ada sangkut pautnya dengan kejahatan manusia dan tidak ditujukan pada satuan perbuatan dosa tertentu (jarimah). Oleh karena itu, pembahasan fiqh yang memuat masalah-masalah kejahatan, pelanggaran yang dikerjakan manusia, dan hukuman yang diancamkan kepada pelaku perbuatan disebut fiqh jinayah, bukan fiqh jarimah.[7]<br />
<br />
Pengertian jarimah tersebut hampir bersesuaian dengan pengertian menurut hukum positif (hukum pidana Indonesia). Jarimah dalam istilah hukum pidana Indonesia diartikan dengan peristiwa pidana. Menurut Mr. Tresna dalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana, peristiwa pidana ialah rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundangan lainya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman.[8]<br />
<br />
<i>Pengertian jarimah menurut syara’</i> pada lahiriyahnya ternyata sedikit berbeda dengan pengertian jarimah atau tindak pidana menurut hukum positif dalam kaitannya dengan masalah ta’zir. Menurut hukum islam hukuman ta’zir adalah hukuman yang tidak tercantum nash ata ketentuannya dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, dengan ketentuan yang pasti dan terperinci. Sedangkan menurut hukum positif dalam perngertian di atas, hukuman itu harus tercantum dalam undang-undang.[9]<br />
<br />
<h3>
Unsur-unsur Jarimah dan Objek Kajiannya </h3>
<br />
<h4>
1.      Unsur-unsur Jarimah </h4>
<br />
Suatu perbuatan dianggap sebagai tindak pidana apabila unsur-unsurnya telah terpenuhi. Abdul Qadir Audah mengemukakan bahwa unsur-unsur umum jarimah ada tiga macam : <br />
<br />
a.       Unsur Formal (الركن الشرعي) yaitu adanya nash (ketentuan) yang melarang perbuatan dan mengancamnya dengan hukuman. <br />
<br />
Dalam unsur ini terdapat lima masalah pokok : <br />
<ul>
<li>Asas legalitas dalam hukum pidana islam. </li>
<li>Sumber-sumber aturan-aturan pidana islam. </li>
<li>Masa berlakunya aturan-aturan pidana islam. </li>
<li>Lingkungan berlakunya aturan-aturan pidana islam. </li>
<li>Asas pelaku atau terhadap siapa berlakunya aturan-aturan hukum pidana islam.[10]</li>
</ul>
<br />
b.      Unsur Material (الركن المادي)  yaitu adanya tingkah laku yang membentuk jarimah, baik berupa perbuatan nyata (positif) maupun sikap tidak berbuat (negatif) yang bersifat melawan hukum. <br />
<br />
Unsur materiil ini mencakup antara lain: <br />
<br />
1)      Jarimah yang belum selesai atau percobaan. <br />
<br />
2)      Turut serta melakukan jarimah.[11]<br />
<br />
c.       Unsur Moral (الركن الادبي) yaitu bahwa pelaku adalah orang yang mukallaf, yakni orang yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukan. <br />
<br />
Pemahasan mengenai unsur pertanggungawaban ini berkisar dua masalah pokok : <br />
<br />
1)      Pertanggungjawaban pidana. <br />
<br />
2)      Hapusnya pertanggungjawaban pidana.[12]<br />
<br />
Unsur-unsur diatas merupakan unsur-unsur yang bersifat umum. Artinya unsur-unsur tersebut adalah unsur yang sama dan berlaku bagi setiap macam jarimah (tindak pidana/delik). Jadi pada jarimah apapun ketiga unsur tersebut harus terpenuhi.[13] Untuk unsur yang secara khusus bisa dipelajari pada tiap masing-masing jarimah. <br />
<br />
<h4>
2.      Objek Kajian Jarimah </h4>
Objek utama kajian fiqh jinayah jika dikaitkan dengan unsur-unsur tindak pidana atau arkan al-Jarimah, dan objek kajian utama fiqh jinayah sangat berhubungan erat dengan unsur materiil atau al-Rukn al-Madi, maka objek kajian utama fiqh jinayah meliputi tiga masalah pokok : <br />
<ul>
<li>Jarimah Qishash. </li>
<li>Jarimah Hudud. </li>
<li>Jarimah Ta’zir.[14]</li>
</ul>
<br />
<h3>
C.    Pembagian Jarimah dan Ruang Lingkup Pembahasannya </h3>
<h4>
 </h4>
<h4>
Pembagian Jarimah </h4>
<a href="http://Unsur-unsur Jarimah dan Objek Kajiannya" rel="nofollow" target="_blank">Macam-macam jarimah</a> dapat dilihat dari beberapa segi : [15]</div>
<div style="text-align: justify;">
<h4>
Jarimah ditinjau dari Segi Berat Ringannya Hukuman. </h4>
Dari segi ringannya hukuman, jarimah dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu : <br />
<ul>
<li>Jarimah Hudud. </li>
<li>Jarimah Qishash dan Diat. </li>
<li><a href="http://kingilmu.blogspot.co.id/2015/09/fiqh-jinayah-perbandingan-sanksi-tazir.html" rel="nofollow" target="_blank">Jarimah Ta’zir</a>. </li>
</ul>
<br />
<ul>
</ul>
<h3>
Jarimah ditinjau dari Segi Niat. </h3>
Dari segi niatnya, jarimah dibagi kepada dua bagian, yaitu : <br />
<br />
1)      Jarimah Sengaja. <br />
<br />
Menurut Muhammad Abu Zahrah, yang dimaksud jarimah sengaja adalah suatu jarimah yang dilakukan oleh seseorang dengan kesengajaan dan atas kehendaknya serta ia mengetahui bahwa perbuatan tersebut dilarang dan diancam dengan hukuman. <br />
<br />
Dalam istilah hukum positif Indonesia jarimah ini sejalan dengan delik dolus (mengandung unsur kesengajaan).[16]<br />
<br />
2)      Jarimah Tidak Sengaja. <br />
<br />
Abdul Qadir Audah mengemukakan jarimah tidak sengaja adalah jarimah dimana pelaku tidak sengaja (berniat) untuk melakukan perbuatan yang dilarang dan perbuatan tersebut terjadi sebagai akibat kelalaiannya (kesalahannya). <br />
<br />
Jarimah tidak sengaja ini dalam istilah hukum positif Indonesia disebut delik culpa (kesalahan berbentuk kealpaan).[17]<br />
<h4>
 </h4>
<h4>
Jarimah ditinjau dari Segi Waktu Tertangkapnya. </h4>
Dari segi waktu tertangkapnya, jarimah itu dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu : <br />
<br />
1)      Jarimah Tertangkap Basah (جرائم المتلبس بها) <br />
<br />
2)      Jarimah yang Tidak Tertangkap Basah (جرائم لاتلبس فيها) <br />
<h4>
 </h4>
<h4>
Jarimah ditinjau dari Segi Cara Melakukannya. </h4>
Dari segi cara melakukannya, jarimah dibagi dua bagian : <br />
<br />
1)      Jarimah Positif (جرائم ايجابية) <br />
<br />
Jarimah karena melakuakan perbuatan yang dilarang. Dalam hukum positif jarimah ini disebut delik commissionis. <br />
<br />
2)      Jarimah Negatif (جرائم سلبية) <br />
<br />
Jarimah karena meninggalkan perbuatan yang diperintahkan. Dalam hukum positif disebut delikta commissionis. </div>
<div style="text-align: justify;">
<h4>
Jarimah ditinjau dari Segi Objeknya. </h4>
Dari segi objek atau sasaran yang terkena oleh jarimah, maka jarimah dibagi menjadi dua bagian : <br />
<br />
1)      Jarimah Perseorangan (جرائم ضد الافراد) <br />
<br />
Jarimah perseorangan adalah suatu jarimah dimana hukuman terhadap pelakunya dijatuhkan untuk melindungi hak perseorangan (indiv idu). <br />
<br />
2)      Jarimah Masyarakat (جرائم ضد الجماعة) <br />
<br />
Jarimah masyarakat adalah jarimah dimana hukuman terhadap pelakunya dijatuhkan untuk melindungi kepentingan masyarakat. </div>
<div style="text-align: justify;">
<h4>
Jarimah ditinjau dari Segi Tabiatnya atau Motifnya. </h4>
Dari segi watak atau tabiatnya, dibagi menjadi dua bagian : <br />
<br />
1)      Jarimah Biasa (جرائم عادية) <br />
<br />
Jarimah biasa yaitu jarimah yang dilakukan oleh seseorang tanpa mengaitkannya dengan tujuan-tujuan politik. <br />
<br />
2)      Jarimah Politik (جرائم سياسية) <br />
<br />
Menurut Muhammad Abu Zahrah, Jarimah politik adalah jarimah yang merupakan pelanggaran terhadap peraturan pemerintah atau pejabat-pejabat pemerintah atau terhadap garis-garis politik yang telah ditentukan oleh pemerintah. <br />
<br />
<h4>
2.      Ruang Lingkup Pembahasan Fiqh Jinayah </h4>
Ruang lingkup pembahasan <i>hukum pidana islam</i> meliputi pencurian, perzinaan, qadzaf, minum khamr, membunuh dan atau melukai, merusak harta orang lain, melakukan gerakan-gerakan kekacauan dan semacamnya berkaitan dengan hukum kepidanaan (jarimah).[18] Literatur lain menyebutkan ruang lingkup meliputi sebagai berikut : <br />
<ul>
<li><a href="http://kingilmu.blogspot.co.id/2015/08/fiqh-jinayah-pengertian-dan-sumber.html" rel="nofollow" target="_blank">Asas Legalitas</a>; </li>
<li>Jarimah; </li>
<li><a href="http://kingilmu.blogspot.co.id/2015/09/fiqh-jinayah-perbandingan-sanksi-tazir.html" rel="nofollow" target="_blank">Hukuman</a>; </li>
<li>Jarimah zina dan tuduhan zina; </li>
<li><a href="http://kingilmu.blogspot.co.id/2015/10/pengertian-jarimah-al-riddah-unsur.html" rel="nofollow" target="_blank">Jarimah pencurian dan perampokan</a>; </li>
<li>Jarimah minum-minuman keras; </li>
<li>Jarimah pembunuhan; </li>
<li>Qishas; </li>
<li>Diyat; </li>
<li>Jarimah Ta’zir; </li>
<li>Pidana dan Perdata hukum islam.[19]</li>
</ul>
<br />
[1] Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam;Fiqh Jinayah, cet.II, Jakarta :Sinar Grafika, 2006, hal. 1 <br />
[2] Ibid. <br />
[3] Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam;Fiqih Jinayah,cet.2, Bandung : Pustaka Setia, 2000, hal.13 <br />
[4] Jinayah ialah suatu tindak pidana yang diancam dengan hukuman mati, kerja berat seumur hidup, kerja berat sementara atau penjara (pasal 10 KUHP Mesir). Janhah adalah suatu tindak pidana yang diancam dengan hukuman kurungan lebih dari satu minggu atau denda lebih dari seratus piester (qirsy) (pasal 11). Mukhalafah adalah suatu tindak pidana yang diancam dengan hukuman kurungan tidak lebih dari satu minggu atau denda tidak lebih dari seratus piester (qirsy)(pasal 12). <br />
[5] Muslich,op.cit.hal.14 <br />
[6] Ibid. hal.9 <br />
[7] Rahmat Hakim,op.cit.,hal.15 <br />
[8] Muslich,op.cit.,hal.10 <br />
[9] Ibid.hal.11 <br />
[10] Ibid.hal.29 <br />
[11] Ibid.hal.59 <br />
[12] Ibid.hal.74 <br />
[13] Rahmat Hakim, op.cit., hal.53 <br />
[14] M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, cet.1, Jakarta : Amzah, 2013, hal.3-4 <br />
[15] Mushlich,op.cit.,hal.17-28 <br />
[16] Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, ed.revisi, Jakarta : Rineka Cipta, 2008, hal.82 <br />
[17]Moeljatno,op.cit. <br />
[18] Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, cet.3,Jakarta : Sinar Grafika, 2012,hal.9 <br />
[19] http://makmum-anshory.blogspot.com/2009/07/ruang-lingkup-fiqih.html  (Di akses 14 Maret 2015;11:45 AM) </div>

Hukum Pengertian Jarimah, Unsur dan Ruang Lingkup Pembahasannya

Pengertian Jarimah, Unsur dan Ruang Lingkup Pembahasannya - Fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum syara’ praktis yang diambil dari dalil-dalil terperinci. Atau fiqh adalah himpunan hukum-hukum syara’ yang bersifat praktis yang diambil dari dalil-da…

Pengertian dan Metode Pengumpulan Data

22:32:00 jayafurniture 0

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhXtDz-qKnrFqEWM5Z6VWldbt1Y7pk0ceAiVo9CUXbxeIfroBFFawsAK16bJzJbBsmnDT47c3K9LmFm58Dsh5VzMOXPcGa_gQdRywrhTx-51HZ6epodXV69wDWTUauTgTQJWLF2g8AQc7g7/s1600/Pengertian+dan+Metode+Pengumpulan+Data.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Pengertian dan Metode Pengumpulan Data pada penelitian" border="0" height="88" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhXtDz-qKnrFqEWM5Z6VWldbt1Y7pk0ceAiVo9CUXbxeIfroBFFawsAK16bJzJbBsmnDT47c3K9LmFm58Dsh5VzMOXPcGa_gQdRywrhTx-51HZ6epodXV69wDWTUauTgTQJWLF2g8AQc7g7/s200/Pengertian+dan+Metode+Pengumpulan+Data.JPG" title="Pengertian dan Metode Pengumpulan Data" width="200" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="http://kingilmu.blogspot.com/2015/11/pengertian-dan-metode-pengumpulan-data.html" target="_blank">Pengertian dan Metode Pengumpulan Data</a> - Peneliti yang handal mempunyai banyak <b><i>cara memperoleh data</i></b> yang di inginkan. oleh sebab itu saya ingin mengshare kepada sahabat-sahabat mengenai cara memperoleh data atau mengumpulkan data penelitian. silahkan membacanya.</div>
<h3>
Pengertian  pengumpulan data</h3>
<div style="text-align: justify;">
<i>Pengumpulan data</i> dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Tujuan yang diungkapkan dalam bentuk hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap petanyaan penelitian. Jawaban itu masih perlu diuji secara empiris, dan untuk maksud inilah dibutuhkan pengumpulan data. Data yang dikumpulkan ditentukan oleh variabel-variabel yang ada dalam hipotesis. Data itu dikumpulkan oleh sampel yang telah ditentukan sebelumnya. Sampel tersebut terdiri atas sekumpulan unit analisis sebagai sasaran penelitian. <br />
<br />
Variabel-variabel yang diteliti terdapat pada unit analisis yang bersangkutan dalam sampel penelitian. Data yang dikumpulkan dari setiap variabel ditentukan oleh definisi operasional variabel yang bersangkutan. Definisi operasional itu menunjuk pada dua hal yang penting dalam hubungannya dengan pengumpulan data, yaitu indikator empiris dan pengukuran. <br />
<br />
<h3>
Metode Pengumpulan Data </h3>
Dalam sebuah penelitian ada beberapa metode pengumpulan data beserta masing-masing perangkat pengumplan datanya diantaranya : <br />
<br />
<h4>
Obervasi </h4>
Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikhologis, dua dianatara yag terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.[1]<br />
<br />
Dari segi <i>proses pelaksanaan pengumpulan data</i>, obsevasi dapat dibedakan menjadi participant observation dan non participant observation, selanjutnya dari segi instrumentasi yang digunakan, maka observasi dapat dibedaakan menjadi observasi terstruktur dan tidak terstruktur. <br />
<br />
<h4>
a.       Participant observation </h4>
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati, sambal melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi ini maka data yang diperoleh akan lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang Nampak. <br />
<br />
<h4>
b.      Observation non partisipan </h4>
Kalau observasi partisipan peneliti terlibat langsung dengan aktifitas orang yang diamati, maka dalam observasi nonpartisipan peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen saja. <br />
<br />
<h4>
c.       Observasi terstrukutur </h4>
Observasi yang telah di rancang secara sistematis, tentang apa yang diamati, kapan dan dimana tempatnya.  Jadi observasi terstruktur dilakukan apabila peneliti telah teruji validitas dan realibilitasnya. <br />
<br />
<h4>
d.      Obsevasi tidak terstrukur </h4>
Observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang diobservasi. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa yanga akan diamati. Dalam melakukan pengamatan peneliti tidak mengunakan instrument yang telah baku, tetapi hanya berupa rambu-rambu pengamatan. <br />
<br />
<h4>
Metode Wawancara </h4>
Wawancara merupakan <a href="http://kingilmu.blogspot.com/2015/11/pengertian-dan-metode-pengumpulan-data.html" target="_blank">teknik pengumpulan data</a> yang dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab langsung antara pengumpul data maupun peneliti terhadap nara sumber atau sumber data. <br />
<br />
Wawancara pada penelitian sampel besar biasanya hanya dilakukan sebagai studi pendahuluan karena tidak mungkin menggunakan wawancara pada 1000 responden, sedangkan pada sampel kecil teknik wawancara dapat diterapkan sebagai teknik pengumpul data <br />
<br />
Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan interviewer mengenai aspek-aspek apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar pengecek (check list) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Dengan pedoman demikian interviwer harus memikirkan bagaimana pertanyaan tersebut akan dijabarkan secara kongkrit dalam kalimat Tanya, sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan konteks actual saat wawancara berlangsung (Patton dalam poerwandari, 1998). <br />
<br />
Wawancara terbagi atas wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. <br />
<br />
a.       Wawancara terstruktur artinya peneliti telah mengetahui dengan pasti apa informasi yang ingin digali dari responden sehingga daftar pertanyaannya sudah dibuat secara sistematis. Peneliti juga dapat menggunakan alat bantu tape recorder, kamera photo, dan material lain yang dapat membantu kelancaran wawancara. <br />
<br />
b.      Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara bebas, yaitu peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan yang akan diajukan secara spesifik, dan hanya memuat poin-poin penting masalah yang ingin digali dari responden.[2]<br />
<br />
<h4>
Kuesioner (Angket) </h4>
Kuesioner merupakan <i>metode pengumpulan data</i> yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya, kuesioner merupakan metode pengumpulan data lebih efisien bila peneliti tahu dengan pasti variable yag akan diukur dan tahu apa yang diharapkan dari responden. Selain itu kuesioner juga cocok digunakan bila jumlah responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas. Kuoesioner dapat berupa pertanyaan/pernyataan tertutup atau terbuka, dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim memalui pos atau internet. <br />
<br />
Uma sekaran (1992) mengemukakan beberapa prinsip dalam penulisan angket sebagai <b>metode pengumpulan data</b> yaitu prinsip penulisan pengukuran dan penampilan fisik. <br />
<br />
Prinsip penulisan angket menyangkut beberapa factor yaitu isi dan tujuan pertanyaan, bahasaa yang digunakan, tipe dan bentuk pertanyaan, pertanyaan yang tidak mendua, tidak menanyakan hal yang sudah lupa, pertanyaan yang tidak mengarahkkan, panajang pertayaan dan urutaan pertanyaan. <br />
<br />
a.       Isi dan Tujuan Pertanyaan. <br />
Yang dimaksud disisni adalah apakah isi pertanyaan tersebut merupakan bentuk pengukuran atau bukan ? kalau bentuk pengukuran maka dalam membuat pertanyaan harus teliti, setiap pertanyaan harus skala pengukuran dan jumlah itemnya mencukupi untuk mengukur variable yang diteliti. <br />
<br />
b.      Bahasa yang digunakan <br />
Bahasa yang digunakan dalam penulisan kuesioner harus disesuaikan dengan kemampuan berbahasa responden. Kalau sekiranya responden tidak dapat berbahasa Indonesia, maka angket jangan disusun dengan Bahasa Indonesia. Jadi Bahasa yang digunakan dalam angket harus memperhatikan jenjang pendidikan responden <br />
<br />
c.       Tipe dan Bentuk Pertanyaan <br />
Tipe pertanyaan dalam angket dapat terbuka atau tertutup dan bentuknya dapat mengunakan kalimat positif atau positif. <br />
<br />
Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang mengharapkan responden untuk menuliskan jawabanya berbentuk uraian tentang sesuatu hal. Contoh: bagaimanakah tanggapan anada terhadap iklaniklan di TV saat ini ? sebaliknya pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang menghaarapkan jawaban singkat atau mengharapkan responden untuk memilih salah satu alternative jawaban dari setiap pertanyaan yang telah tersedia. Setiap pertanyaan angket yang mengharapkan jawaban berbentuk data nominal, orinal, interval, dan ratio adalah bentuk pertanyaan tertutup. <br />
<br />
d.      Pertanyaan tidak mendua <br />
Setiap pertanyaan dalam angket jangan mendua (double-barreled) sehingga menyulitkan respoden untuk memberikan jawaban. <br />
<br />
e.       Tidak menanyakan yang sudah lupa <br />
Setiap pertanyaan dalam instrument angket, sebaiknya juga tidak menanyakan hal-hal yang sekiranya responden sudah lupa, atau pertanyaan yang memerlukan jawaban dengan berfikir berat. <br />
<br />
f.       Pertanyaan tidak mengiring <br />
Pertanyaan dalam angke sebaiknya juga tidak mengiring ke jawaban yang baik saja atau yang ke jelek saja. <br />
<br />
g.      Panjang pertanyaan <br />
Pertanyaan dalam nagket sebaiknya tidak terlalu panjang, sehingga akan membuat jenuh responden dalam mengisi. Bila jumlah variable banyak, sehingga memerlukan intrumen yang banyak, maka intrumen tersebut dibuat bervariasi dalam penampilan, model skala pengukuran yang digunakan, dan cara mengisinya. <br />
<br />
h.      Urutan pertanyaan <br />
Urutan pertanyaan dalam angket, dimulai dari yang umum menuju hal yang spesifik atau dari mudah menuju hal yang lebih sulit, atau bahkan diacak. Hal ini perlu dipertimbangkan karena secara psikhologis akan mempengaruhi semangat responden untuk menjawab. Kalau pada awalnyaa sudah diberi pertanyaan yang sulit, maka responden akan patah semangat untuk mengisi angket yang telah mereka terima. <br />
<br />
i.        Prinsip pengukuran <br />
Angket yang diberikan kepada responden adalah merupakan instrument penelitian, yang digunkan untuk mengukur variable yangk akan diteliti. Oleh karena itu intrumen angket tersebut harus dapat digunakan untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel tentang variable yang diukur. Supaya diperoleh data penelitian yang valid dan reliabel, maka sebelum intrumen tersebut diberikan pada responden, perlu diuji validitas dan realibilitasnya terlebih dulu. <br />
<br />
j.        Penampilan Fisik Angket <br />
Penampilan fisik angket sebagai alat pengumpul data akan mempengaruhi respon atau keseriusan responden dalam mengisi angket. Angket yang dibuat dikertas buram, akan mendapat respon yang kurang menarik dari responden, bila dibandingkan angket yang dicetak dalam kertas yang bagus dan berwarna. Akan tetapi jiak aangket yang dicetak dengan kertas yang bagus dan berwarna akan menajdi lebih mahal. <br />
<br />
<h3>
Studi Dokumen </h3>
Studi dokumentasi merupakan <b><i>teknik pengumpulan data</i></b> yang tidak ditujukan langsung kepada subjek penelitian. Dokumen yang diteliti dapat berbagai macam, tidak hanya dokumen resmi, bisa berupa buku harian, surat pribadi, laporan, notulen rapat, catatan kasus (case records) dalam pekerjaan sosial, dan dokumen lainnya.[3]<br />
<br />
Dokumen dapat dibedakan menjadi: <br />
<br />
1.      Dokumen primer <br />
Dokumen ditulis oleh orang yang langsung mengalami suatu peristiwa. Sebagai contoh adalah autobiografi <br />
<br />
2.      Dokumen sekunder <br />
Peristiwa dilaporkan pada orang lain yang selanjutnya ditulis oleh orang ini. Contohnya adalah biografi. <br />
<br />
A.    Kesimpulan <br />
<br />
Dalam mengumpulkan sebuah data perlu menegtahui jenis-jenis metode yang digunkan diantaranya : <br />
<br />
a.       Observasi <br />
Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, obsevasi dapat dibedakan menjadi participant observation dan non participant observation, selanjutnya dari segi instrumentasi yang digunakan, maka observasi dapat dibedaakan menjadi observasi terstruktur dan tidak terstruktur. <br />
<br />
b.      Wawancara merupakan teknik yang digunakan dengan bertanya langsung pada responden, dan terdapat 2  unsur wawancara yaitu wawancara secara langsung dan tak langsung <br />
<br />
c.       Angket kuesioner <br />
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penulisan angket yaitu isi dan tujuan pertanyaan, bahasaa yang digunakan, tipe dan bentuk pertanyaan, pertanyaan yang tidak mendua, tidak menanyakan hal yang sudah lupa, pertanyaan yang tidak mengarahkkan, panajang pertayaan dan urutaan pertanyaan. <br />
<br />
d.      Studi dokumen <br />
Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak ditujukan langsung kepada subjek penelitian. <br />
<br />
B.     Saran <br />
Penulis menyadari ada beberapa materi yang sekiranya masih kurang dalam penulisan makalah ini, oleh karna itu penulis sangat membuka kritikan dari pembaca agar dalam penyusunan makalah selanjutnya lebih sempurna lagi.<br />
<br />
Demikian tulisan kami mengenai <a href="http://kingilmu.blogspot.com/2015/11/pengertian-dan-metode-pengumpulan-data.html" rel="nofollow" target="_blank">Pengetian dan Metode Pengumpulan Data</a>, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. <br />
<br />
<br />
[1] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualtatif dan R & D, Bandung: Alfabeta, 2012, Hlm 145 <br />
[2]http://raachmaa.blogspot.com/2014/04/pengertian-dan-jenis-jenis-data-metode.html 25/5/15. 11.10 wib <br />
[3] https://odebhora.wordpress.com/2011/12/17/teknik-pengumpulan-data 25/5/15, 10.23 WIB </div>

Jurnalistik pengetahuan Pengertian dan Metode Pengumpulan Data

Pengertian dan Metode Pengumpulan Data - Peneliti yang handal mempunyai banyak cara memperoleh data yang di inginkan. oleh sebab itu saya ingin mengshare kepada sahabat-sahabat mengenai cara memperoleh data atau mengumpulkan data penelitian. silahka…

Peran, Fungsi dan Kewenangan Pengadilan Agama (PA)

18:28:00 jayafurniture 0

<div style="text-align: justify;">
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiAuj1c_f1d5rCTq2A9_caGpeUqx6K8rWokwckIjdHaW9xm7Cd7GpdP6ZoZ2y-_DF1q-idmV8KqhBl-V-lJZufbKRM1JavoJLL1noSGVSsSRHVG8_vMDKscesrTroKDTwFDQrAZ6EZo__QE/s1600/Peran%252C+Fungsi+dan+Kewenangan+Pengadilan+Agama+%2528PA%2529.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Peran, Fungsi dan Kewenangan Pengadilan Agama (PA)" border="0" height="159" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiAuj1c_f1d5rCTq2A9_caGpeUqx6K8rWokwckIjdHaW9xm7Cd7GpdP6ZoZ2y-_DF1q-idmV8KqhBl-V-lJZufbKRM1JavoJLL1noSGVSsSRHVG8_vMDKscesrTroKDTwFDQrAZ6EZo__QE/s200/Peran%252C+Fungsi+dan+Kewenangan+Pengadilan+Agama+%2528PA%2529.jpg" title="Peran, Fungsi dan Kewenangan Pengadilan Agama (PA)" width="200" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><br /></td></tr>
</tbody></table>
<b><i><a href="http://kingilmu.blogspot.com/2015/10/peran-fungsi-dan-kewenangan-pengadilan.html" rel="nofollow" target="_blank">Peran, Fungsi dan Kewenangan Pengadilan Agama (PA)</a></i></b> - <i>Pengadilan Agama</i> merupakan kerangka sistem dan tata hukum Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Lahirnya UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama telah mempertegas kedudukan dan <b><i>kekuasaan Peradilan Agama</i></b> sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 UU No.14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman juga memurnikan fungsi dan susunan organisasinya agar dapat mencapai tingkat sebagai lembaga kekuasaan kehakiman yang sebenarnya tidaklah lumpuh dan semu sebagaimana masa sebelumnya. <br />
<br />
Dalam kahidupan dimasyarakat kita permasalahan yang dihadapi sangatlah kompleks diantaranya masalah-masalah yang berhubungan dengan perkawinan yang dalam penyelesaian perkaranya dikhususkan pada pengadilan Agama. <br />
<br />
<b><i>Peran Pengadilan Agama</i></b> dibidang perkawinan maupun dibidang waris yang mempunyai hukum formil maupun materiil yang jelas diantaranya mengenai dalam hal-hal yang diatur dengan acara khusus dipengadilan agama, yang akan dibahas dalam makalah ini. <br />
<br />
<br />
<br />
Rumusan Masalah <br />
a.       Apa saja hal-hal yang <i>diatur secara khusus di Pengadilan Agama</i>? <br />
b.      Bagaimana <i>prosedur penyelesaian sengketa</i> dalam hal yang khusus diatur di Pengadilan Agama? <br />
<br />
3.      Tujuan Penulisan <br />
a.       Mengetahui hal-hal yang diatur secara khusus di Pengadilan Agama. <br />
b.      Mengetahui prosedur penyelesaian sengketa dalam hal yang khusus diatur di Pengadilan Agama. <br />
<br />
B.  PEMBAHASAN <br />
<br />
<h3>
1.   Cerai Talak </h3>
<br />
Diatur dalm pasal 66-72 UU No. 7/ 1989, pasal 14-18 PP.No.9/1975, BAB XVI pasal 113-148 KHI, sebagai hukum acara khusus. Adapun Tatacara penyelesaian permohonan cerai talak diatur sebagai berikut: <br />
<br />
<h4>
a.        Perceraian hanya dapat dilakukan dimuka sidang. </h4>
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak (pasal 39 (1) UUP). <br />
<br />
Permohonan cerai talak, meskipun memakai istilah permohonan tetapi harus diproses sebagai perkara contentius, karena di dalamnya mengandung unsur sengketa serta untuk melindungi hak-hak istreri dalam mencari upaya hukum. <br />
<br />
<h4>
b.       Surat Pemohonan cerai talak </h4>
Seorang suami yang beragama Islam (melangsungkan perkawinan menurut hukum Islam), yang akan menceraikan isterinya mengajukan <i><b>permohonan kepada Pengadilan Agama</b></i> untuk mengadakan sidang guna penyaksian ikrar talak (pasal 86 ayat (1) UU -PA). <br />
<br />
Permohonan tersebut di atas memuat:a.)Nama, umur dan tempat kediaman pemohon, yaitu suami dan termohon yaitu isteri.b .)Alasan-alasan yang menjadi dasar cerai talak (pasal 67 UU – PA) <br />
<br />
Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami isteri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri (pasal 39 ayat (2) UUP). Alasan-alasan untuk melakukan perceraian telah diatur secara limitatif dalam penjelasan pasal 39 (2) UUP, pasal 19 PP. No. 9/ 1975, pasal 116 KHI.. <br />
<br />
Petitum dalam surat permohonan cerai talak dapat berbunyi:1.)      “Mengabulkan permohonan Pemohon”. 2.)“Menetapkan, mengijinkan kepada Pemohon A untuk mengucapkan ikrar talak terhadap termohon B di depan sidang Pengadilan Agama ……”.3.)“Menetapkan akan membuka sidang guna menyaksikan ikrar talak Pemohon dimaksud”. 4.) “Menetapkan biaya menurut hukum”.Sesuai apa yang dikehendaki oleh pasal 14 PP. No. 9/ 1975, pasal 66 ayat (1) UU-PA <br />
<br />
<h3>
2.   Cerai Gugat </h3>
Gugatan cerai (cerai gugat) diatur dalam pasal 40 UU No. 1/ 1974, pasal 20 – 36 PP. No. 9/1975, pasal 73 – 88 UU No. 7/1989, pasal 113 – 148 Kompilasi Hukum Islam adapun tata cara penyelesaian cerai gugat di atur sebagai berikut: <br />
<br />
a.       Gugatan cerai diajukan kepada Pengadilan Agama : 1) Cerai gugat diajukan oleh seorang isteri yang melakukan perkawinan menurut agama Islam (penjelasan pasal 20 PP No. 9/1975). 2) Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan agama (pasal 40 ayat (1)  pasal 63 ayat (1) tahun 1974). <br />
<br />
b.      Surat gugatan cerai memuat: nama, umur dan tempat kediaman penggugat, yaitu isteri, dan tergugat yaitu suami; alasan-alasan yang menjadi dasar perceraian;   petitum perceraian. <br />
<br />
c.       Gugatan cerai dapat diajukan berdasarkan alasan atau alasan-alasan yang diatur dalam penjelasan pasal 39 ayat (2) UU No. 1/1974, pasal 19 PP No. 9 tahun 1975, pasal 116 dan 51 Kompilasi Hukum Islam, yaitu: a)Suami berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;b)Suami meninggalkan isteri selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ijin isteri dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;c)Suami mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;[1]<br />
<br />
<b>Gugatan perceraian</b> diajukan oleh isteri atau kuasanya kepada Pengadilan agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali dalam hal: <br />
<br />
a.       Penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa ijin tergugat, maka gugatan cerai diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat, <br />
<br />
b.      Penggugat bertempat kediaman di Luar negeri, maka gugatan perceraian juga diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat, <br />
<br />
c.       Penggugat dan tergugat bertempat kediaman di Luar negeri, maka gugatan diajukan kepada <a href="http://kingilmu.blogspot.com/2015/10/peran-fungsi-dan-kewenangan-pengadilan.html" rel="nofollow" target="_blank"><i>Pengadilan Agama</i></a> yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (pasal 73 UU No. 7/1989). <br />
<br />
Gugatan cerai diproses di Kepaniteraan Gugatan dan dicatat dalam Register Induk Perkara Gugatan.[2]<br />
<br />
d.                        Pemanggilan Pihak-pihak <br />
<br />
Pemanggilan pihak-pihak dalam perkara cerai gugat dilakukan sama dengan panggilan dalam perkara cerai talak. Panggilan terhadap para pihak yang tempat kediamannya berada di wilayah Pengadilan lain, dilakukan melalui Pengadilan Agama di Tempat kediaman pihak yang dipanggil (pasal 103 (2) UU-PA).[3]<br />
<br />
e.  Pemeriksaan <br />
<br />
Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Majelis Hakim selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berkas atau surat gugatan perceraian didaftarkan di Kepaniteraan. Pemeriksaan dilakukan dalam sidang tertutup, demikian pula pemeriksaan terhadap saksi-saksi (pasal 80 UU No. 7/1989, pasal 33 PP No. 9/ 1975) <br />
<br />
Tenggang waktu antara pendaftaran perkara dengan pemeriksaan sama <a href="http://www.faktalagi.com/2016/12/fakta-cara-keharmonisan-rumah-tangga.html" rel="nofollow" target="_blank">dengan</a> dalam perkara cerai talak. <br />
<br />
f. Komulasi perkara <br />
<br />
Gugatan soal pengausaan anak, nafkah anak, nafkah isteri dan harta bersama suami isteri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian ataupun sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 86 (1) UU-PA).Tata cara pemeriksaan komulasi perkara ini sama dengan dalam perkara cerai talak. Apabila tergugat mengajukan rekonpensi maka diselesaikan menurut tata cara rekonpensi <br />
<br />
g.                        Upaya perdamaian <br />
<br />
Upaya perdamaian dalam perkara gugatan cerai dilakukan sama seperti dalam perkara cerai talak. <br />
<br />
h.                        Gugat provisionil <br />
<br />
Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat atau tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin ditumbuhkan, Pengadilan dapat mengijinkan suami isteri tersebut untuk tidak tinggal dalam satu rumah (pasal 77 UU-PA, pasal 24 PP No. 9/1975). <br />
<br />
Permohonan tersebut dapat diajukan secara lisan dalam persidangan dan dicatat dalam berita acara Persidangan. Ijin untuk tidak tinggal dalam satu rumah diberikan oleh Hakim dalam persidangan dan dicatat dalam berita acara persidangan. <br />
<br />
Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat, <b><i>pengadilan</i></b> dapat: <br />
<br />
a.       Menentukan nafkah yang ditanggung oleh suami <br />
<br />
b.      Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak. <br />
<br />
c.      Menentukan hal-hal yang perlu menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami isteri atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak isteri (pasal 78 UU-PA, pasal 24 PP No. 9/1975)[4]<br />
<br />
<br />
<br />
<h3>
3. Acara li’an </h3>
Tata cara li’an diatur dalam KHI Pasal 127 sebagai berikut : <br />
<br />
a.       Suami bersumpah empat kali dengan kata tuduhan zina dan atau pengingkaran anak tersebut, diikuti sumpah ke lima dengan kata-kata,. “Laknat Allah atas dirinya apabila tuduhan dan atau pengingkaran tersebut dusta”. <br />
<br />
b.      Istri menolak atas tuduhan dan atau pengingkaran tersebut tidak benar”. Diikuti sumpah kelima dengan kata-kata murka Allah atas dirinya bila” tuduhan dan atau pengingkaran tersebut benar”. <br />
<br />
c.       Tata cara pada huruf a dan b tersebut satu kesatuan yang tak terpisahkan. <br />
<br />
d.      Apabila tatacara pada huruf a tidakdiikuti dengan tatacara huruf b, maka dianggap tidak terjadi li’an. <br />
<br />
Dan pasal 128 bahwa li’an hanya sah apabila dilakukan dihadapan sidang Pengadilan Agama.[5]<br />
<br />
<h3>
4.   Khuluk </h3>
a.       Terjadinya khuluk: 1) khuluk ialah perceraian yang terjadi atas permintaan istri dengan memberikan tebusan atau iwadl kepada dan atas persetujuan suaminya (pasal 1 huruf i KHI) 2) perceraian dengan jalan khuluk merupakan tata cara khusus yang diatur dalam pasal-pasal 1 huruf i, 8, 124, 131, 148, 155, 161, dan 163 KHI.3) perceraian dengan khuluk karena pelanggaran ta’lik talak diselesaikan menurut tata cara cerai gugat . <br />
<br />
b.      Tata cara khuluk : 1) gugatan perceraian disampaiakan kepada PA yang mewilayai tempat tinggalnya disertai alasan-alasannya 2) khuluk harus didasarkan atas alasan perceraian sesuai ketentuan yang berlaku 3) PA selambat-lambatnya satu bulan memanggil istri dan suaminya untuk didengar alasan-alasan dan keterangannya 4) dalam persidangan tersebut PA memberikan penjelasan tetang akibat khuluk dan memberikan nasihatnya.[6]<br />
<br />
<h3>
5.   Pembatalan Perkawinan </h3>
Pembatalan pernikahan adalah mekanisme yang dijamin hukum. Pasal 22 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebut tegas bahwa ‘perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan’. Permohonan pembatalan dapat diajukan isteri atau suami. Pasal 22 UU No. 1/1974 menyatakan bahwa perkawinan dapat di batalkan  apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan. <br />
<br />
Namun demikian perkawinan yang tidak memenuhi syarat-syarat tidak dengan sendirinya menjadi batal, melainkan harus melalui putusan pengadilan. Pasal 37 PP No. 9/1975 menegaskan bahwa batalnya suatu perkawinan hanya dapat diputuskan oleh pengadilan. Hal ini mengingat bahwa pembatalan suatu perkawinan dapat membawa akibat yang jauh baik terhadap suami istri maupun terhadap keluarga. Maka ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindarkan terjadinya pembatalan suatu perkawinan oleh instansi di luar pengadilan. <br />
<br />
Tatacara pengajuan permohonan pembatalan perkawinan dilakukan sesuai dengan tatacara pengajuan gugatan perceraian. Hal-hal yang berhubungan dengan pengajuan, pemeriksaan pembatalan perkawinan dan putusan pengadilan, dilakukan sesuai dengan tatacara yang tersebut dalam pasal 20-35 PP No. 9/1975, yaitu tatacara penyelesaian gugatan perceraian (pasal 38 PP No. 9/1975). <br />
<br />
<h3>
6. Izin Poligami </h3>
Permohonan ijin beristeri lebih dari seorang (poligami) diatur dalam pasal-pasal 3, 4 dan 5 UU No. 1/1974, pasal 40 – 44 PP No. 9/1975, pasal 55 – 59 Kompilasi Hukum Islam. Adapun tata cara permohonan ijin poligami diatur sebagai berikut: <br />
<br />
a.       Poligami harus ada ijin dari <i>Pengadilan Agama</i> Seorang suami yang hendak beristeri lebih dari seorang (poligami) harus mendapat ijin lebih dahulu dari Pengadilan Agama di tempat tinggalnya (pasal 4 ayat (1) UU No. 1/1974). <br />
<br />
b.      Kewenangan relatif PA: Permohonan ijin untuk beristeri lebih dari seorang diajukan kepada Pengadilan Agama di tempat tinggalnya (pasal 4 ayat (1) UU No. 1/1974) <br />
<br />
c.       Surat Permohonan ijin beristeri lebih dari seorang harus memuat: nama, umur, dan tempat kediaman Pemohon, yaitu suami dan termohon, yaitu isteri/ isteri-isteri; alasan-alsan untuk beristeri lebih dari seorang;  petitum. <br />
<br />
Permohonan ijin poligami merupakan perkara contentius, karena harus ada (diperlukan) persetujuan isteri. Karena itu, perkara ini diproses di Kepaniteraan Gugatan dan didaftar dalam perkara Register Induk Perkara Gugatan. <br />
<br />
Dalam pemanggilan pihak-pihak Pengadilan Agama harus memanggil dan mendengar pihak suami dan isteri ke persidangan. Panggilan dilakukan menurut tata cara pemanggilan yang diatur dalam hukum acara perdata biasa yang diatur dalam pasal 390 HIR dan pasal-pasal yang berkaitan. (selanjutnya lihat Bab IV Bagian G tentang Pemanggilan pihak-pihak). <br />
<br />
Pemeriksaan permohonan ijin poligami a) dilakukan oleh <a href="http://www.faktalagi.com/2016/12/fakta-cara-keharmonisan-rumah-tangga.html" rel="nofollow" target="_blank">Majelis Hakim </a>selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya surat permohonan beserta lampiran-lampirannya (pasal 42 ayat (2) PP No. 9/1975).b)Pada dasarnya, pemerisaan dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum, kecuali apabila karena alasan-alasan tertentu menurut pertimbangan hakim yang dicatat dalam Berita Acara Persidangan,c) pemeriksaan dapat dilakukan dalam sidang tertutup (pasal 17 yat (1) UU No. 14/1970) <br />
<br />
Pembuktian : <b><i>Pengadilan Agama</i></b> kemudian memeriksa mengenai: <br />
<br />
a.      Ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan seorang suami kawin lagi, sebagai syarat alternatif. <br />
<br />
b.      Ada atau tidak adanya persetujuan dari isteri, baik persetujuan lisan maupun tertulis, yang harus dinyatakan didepan sidang. <br />
<br />
c.       Ada atau tidak adanya kemampuan suami untuk menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak <br />
<br />
d.      ada atau tidak adnya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka dengan pernyataan atau janji dari suami yang dibuat dalam bentuk yang ditetapkan untuk itu. <br />
<br />
Sekalipun sudah ada persetujuan tertulis dari isteri persetujuan ini harus dipertegas dengan persetujuan lisan di depan sidang, kecuali dalam hal isteri telah dipanggil dengan patut dan resmi tetapi tidak hadir dalam sidang dan tidak pula menyuruh orang lain sebagai wakilnya. <br />
<br />
Persetujuan dari isteri tidak diperlukan lagi dalam hal: <br />
<br />
-          isteri/isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak mungkin menjadi pihak dalam perjanjian; atau <br />
<br />
-          tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun; atau <br />
<br />
-          karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan agama. <br />
<br />
Putusan : Apabila Pengadilan Agama berpendapat bahwa cukup alasan bagi pemohon untuk beristeri lebih dari seorang, maka Pengadilan Agama memberikan putusannya yang berupa ijin untuk beristri lebih dari dari seorang, Terhadap putusan ini, baik isteri maupun suami dapat mengajukan banding atau Kasasi. <br />
<br />
Biaya perkara : dibebankan kepada Pemohon (pasal 89 ayat (1) UU No. 7/1989). <br />
<br />
Pelaksanaan poligami : Pegawai pencatat nikah dilarang untuk melakukan pencatatan perkawinan seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang sebelum ada ijin dari Pengadilan agama yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.[7]<br />
<br />
<h3>
7. Wali Adhol </h3>
Diatur dalam Peraturan Mentri Agama No 2 Tahun 1987 tangal 28 Oktober 1987 tentang wali hakim. Wali Adhol adalah wali nasab yang mempunyai kekusaan untuk menikahkan mempelai wanita yang berada dibawah perwalianya, tetapi ia enggan atau tidak mau menikahkan sebagai layaknya seorang wali yang baik. <br />
<br />
<h4>
Tata cara penyelesaian wali adhol </h4>
<br />
a.                   Menetapkan adholnya wali ditetapkan dengan keputusan PA <br />
<br />
b.                  Calon mempelai wanita mengajukan permohonan penetapan adholnya wali dengan surat permohonan. <br />
<br />
c.                   Surat permohonan memuat <br />
<br />
Identitas calon mempelai wanita sebagai pemohon. <br />
<br />
<h3>
8.      Acara Penyelesaian sengketa harta perkawinan </h3>
a.)    Apabila terjadi perselisihan antara suami istri tentang harta bersama, maka penyelesaian perselisihan itu diajukan kepada pengadilan agama (pasal 98 KHI) b.) perselisihan mengenai harta bersama dapat berupa: 1) penentuan harta bersama suami istri; 2) pemeliharaan dan pemanfaatan harta bersama suami istri; 3) penentuan bagian masing-masing suami istri; dan 4) pembagian harta bersama suami istri. C.) sengketa harta perkawinan dapat timbul karena: 1) putusnya perkawinan, baik karena kematian maupun karena perceraian, atau 2) tanpa putusnya perkawinan. D.)penyelesaian sengketa harta perkawinan dapat diajukan: 1) bersama-sama dengan perkara perceraian, 2) setslah terjadinya perceraian, atau 3) setelah terjadinya kematian salah satu pihak dari suami istri atau kedua suami istri. E.) dalam hal salah satu dari suami atau istri mengjukan perkara perceraian, maka dapat diajukan sekaligus mengenai penyelesaian harta bersama suami istri, baik dalam kompensi dari penggugat/pemohon ataupundalam bentuk rekonpensi dari tergugat/ termohon ( pasal 66 (5) dan pasal 86 (86 (1) UU Np. 7/1989). F.) hakim berwenang untuk mempertimbangkan apkah penggabungan penyelesaian sengketa harta bersama tersebut dapat diterima dan diselesaikan sekaligus bersama-sama dengan perceraian atau tidak diterima sehingga harus diselesaikan setelah perceraian terjadi sebagai perkara tersendiri. G.) dalam hal tuntutan mengenai harta bersama digabungkan denagn perceraian, maka ia tunduk pada putusan sengketa perceraian, sehingga jika perkara perceraian ditolak (tidak diterima), maka perkara harta bersama harus tidak diterima dan jika perkara perceraian dikabulkan maka pembagian harta bersama dapat sekaligus diselesaikan. H.)penggabungan perkara penyelesaian harta bersama dengan perceraian ini merupakan ketentuan khusus yang berlaku pada pengdilan dalam lingkungan peradilan agama. Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan suatu peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan. I.) tuntutan pembagian harta bersama dapat pula diajukan setelah perceraian terjadi, sebagai akibat perceraian. J.)demikian pula pembagian harta bersama dapat pula diajukanse telah perkawinan putus karena kematian dan dapat pula dibarengi dengan pembagian harta waris. K.) dalam hal terjadi sengketa kepemilihan maka: 1) sepanjang hal itu mengenai penentuan apakah harta sengketa merupakan harta bersama atau harta pribadi suami/istri, maka hal ini harus diselesaikan oleh pengadilan agama.[8]<br />
<br />
<br />
<br />
C.    PENUTUP <br />
<br />
1.      Kesimpulan <br />
<br />
Didalam Pengadilan Agama ada hal-hal khusus yang di atur dalam hukum acara khusus yaitu masalah-masalah mengenai sengketa perkawinan diantaranya cerai talak, cerai gugat, acara li’an, khuluk, pembatalan perkawinan, izin poligami, wali adhol, dan penyelesaian sengketa harta perkawinan. <br />
<br />
2.      Saran <br />
<br />
Mengetahui <a href="http://kingilmu.blogspot.com/2015/10/peran-fungsi-dan-kewenangan-pengadilan.html" rel="nofollow" target="_blank"><b><i>hukum acara Pengadilan Agama</i></b></a> meruppakan hal yang penting dikuasai oleh mahasiswa syari’ah, makalah ini masih penuh dengan kekurangan dan kesempurnaan untuk itu  kami minta ma’af serta kritik dan saran sangat kami harapkan. <br />
<br />
<ol>
<li>Untuk lebih lengkap dan jelasnya buka Kompilasi Hukum Islam (SUHARTO) H.42 </li>
<li>Arto, Mukti, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama,Yogjakarta: Pustaka Pelajar,2011.   H.224 </li>
<li>Ibid 225 </li>
<li> Ibid 226 </li>
<li>Tri Wahyudi, Abdullah, Peradilan Agama diIndonesia, Pustaka Pelajar. H.341 </li>
<li>Untuk lebih jelasnya buka mukti arto  h. 234-235 </li>
<li>Ibid H.241-243 </li>
<li>Baca Arto, Mukti H.245-250 </li>
</ol>
</div>

makalah Peran, Fungsi dan Kewenangan Pengadilan Agama (PA)

Peran, Fungsi dan Kewenangan Pengadilan Agama (PA) - Pengadilan Agama merupakan kerangka sistem dan tata hukum Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Lahirnya UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama telah mempertegas k…

Tips Keharmonisan Pernikahan Menurut Agama Islam

03:02:00 Mebel Jepara 0

<h2 class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhOdhGfBGHWSMJittJKHo-Qx0IDZiypSV7awt5-GJaUXuEFvEwQaAQQdxAheRmA_uzkqr0hxZI_A8bfUpl3KLg4qdXz0uEkH__LDaBdhmfDKcLD1eCRLZr9Q5PVDYWtSutaVkdvmdUjO6rB/s1600/Tips+Keharmonisan+Pernikahan+Menurut+Agama+Islam.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">Tips Keharmonisan Pernikahan Menurut Agama Islam</a></h2>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<img alt="Tips Keharmonisan Pernikahan Menurut Agama Islam, Tips Suami dan Istri" border="0" height="195" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhOdhGfBGHWSMJittJKHo-Qx0IDZiypSV7awt5-GJaUXuEFvEwQaAQQdxAheRmA_uzkqr0hxZI_A8bfUpl3KLg4qdXz0uEkH__LDaBdhmfDKcLD1eCRLZr9Q5PVDYWtSutaVkdvmdUjO6rB/s200/Tips+Keharmonisan+Pernikahan+Menurut+Agama+Islam.jpg" title="Tips Keharmonisan Pernikahan Menurut Agama Islam" width="200" /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b><i><a href="http://kingilmu.blogspot.com/2015/10/tips-keharmonisan-pernikahan-menurut.html" rel="nofollow" target="_blank">Tips Keharmonisan Pernikahan Menurut Agama Islam</a></i></b> - Islam memandang pekawinan merupakan hal yang sakral. <b>Perkawinan</b> merupakan seruan agama yang harus dijalankan oleh manusia yang telah mampu berkeluarga. Perkawinan menimbulkan <i>hak dan kewajiban bagi suami dan istri</i>, serta perkawinan dilakukan untuk menyempurnakan separuh agama-Nya. Namun, banyak orang yang gagal menjalin hubungan suami dan istri sehingga menimbulkan perceriaan baik perkawinan yang baru atau sudah lama. <br />
<br />
<h3>
Tips Membina Harmonisasi Keluarga </h3>
</div>
<div style="text-align: justify;">
Upaya <i>mewujudkan harmonisasi hubungan suami istri</i> dapat dicapai antara lain: <br />
<ol>
<li>Adanya saling pengertian, di antara <i>suami istri</i> hendaknya saling memahami dan mengerti tentang keadaan masing-masing, baik secara fisik maupun mental, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan </li>
<li>Saling menerima kenyataan, Allah SWT telah menetapkan segala jodoh, rezeki dan mati, sehingga manusia harus bisa menerima kenyataan bahwa semuanya sudah diatur. Namun, Allah SWT telah memerintahkan pada manusia untuk berihtiar untuk mendapatkan jodoh, rezeki dan mati tadi. </li>
<li>Saling menyesuaikan diri, penyesuaian diri dalam keluarga berarti setiap anggota keluarga berusah untuk dapat saling mengisi kekurangan yang ada pada diri masing-masing serta mau menerima dan mengakuikelebihan yang ada pada orang lain dalam lingkungan keluarga. </li>
<li>Memupuk rasa cinta, untuk dapat mencapai kebahagiaan keluarga, hendaknya antara suami dan istri senantiasa berupaya memupuk rasa cinta dengan rasa saling menyayangi, mengasihi, menghormati serta saling menghargi dan penuh keterbukaan. </li>
<li>Melaksanakan azas musyawarah, dalam kehiduan berkeluarga, sikap bermusyawarah terutama antara suami dan istri merupakan sesuatu yang perlu diterapkan. Dalam hal in dituntut siap terbuka, lapang dad, jujur, mau menerima dan memberi serta sikap tidak mau menang sendiri dari pihak suami atau istri. </li>
<li>Suka memaafkan, di antara suami dan istri terus ada sikap kesediaan untuk saling memaafkan atas kesalahan masing-masing. Hal ini penting karena tidak jarang soal yang kecil dan sepele dapat menjadi sebab terganggunya hubungan suami dan istri yang tidak jarang dapat menjurus kepada perselisihan yang berkepanjangan. </li>
<li>Berperan serta untuk kemajuan bersama, masing-masing suami dan istri harus bersedia saling membantu pada setiap usaha untuk peningkatan dan kemajuan bersama yang pada gilirannya menjadi kebahagiaan keluarga. </li>
</ol>
<br />
Demikian tulisan saya mengenai <a href="http://kingilmu.blogspot.com/2015/10/tips-keharmonisan-pernikahan-menurut.html" rel="nofollow" target="_blank">tips menjalin keharmonisan hubungan suami dan istri</a> menurut agama islam. Semoga tulisan saya ini dapat bermanfaat bagi kita semua. </div>

Fiqh Tips Keharmonisan Pernikahan Menurut Agama Islam

Tips Keharmonisan Pernikahan Menurut Agama Islam Tips Keharmonisan Pernikahan Menurut Agama Islam - Islam memandang pekawinan merupakan hal yang sakral. Perkawinan merupakan seruan agama yang harus dijalankan oleh manusia yang telah mampu berkeluarg…