0
Metode Penemuan Hakim dan Macam-macam penemuannya, Penafsiran hukum, metode penafsiran hukum
Metode Penemuan Hakim dan Macam-macam penemuannya - Pada dasarnya hakim selalu dihadapkan pada peristiwa konkret, konflik atau kasus yang harus diselesaikan atau dicari pemecahnnya dan untuk itulah perlu dicarikan hukumnya (disebut Metode Penemuan Hakim dan Macam-macam penemuannya). Apabila terjadi suatu peraturan perundang-undangan belum jelas atau belum mengaturnya, hakim harus bertindak berdasar inisiatifnya sendiri untuk menyelesaikan perkara tersebut.

Dalam hal demikian maka hakim harus berperan untuk menentukan apa yang merupakan hukum, sekalipun peraturan perundang-undangan tidak dapat membantunya. Tindakan hakim yang demikian inilah yang dinamakan dengan penemuan hukum.

Lalu dalam penemuan hukum apakah hubungan antara penemuan hukum dengan kedudukan hakim? Lalu bagaimana kah hakim dalam menafsirkan hukum ? dalam makalah ini akan dibeberkan sedikit mengenai hal tersebut.
Rumusan Masalah.
1. Bagaimanakah kedudukan hakim dalam penemuan hukum?
2. Apa Penafsiran atau Penemuan Hukum itu?
3. Apa saja macam-macam penafsiran atau Penemuan hukum?
Tujuan Masalah.
1. Supaya mengetahui apa kedudukan hakim dalam penemuan hukum.
2. Agar Mengerti apakah penafsiran hukum itu.
3. Agar tahu apa saja macam-macam penafsiran hukum.

BAB II

PEMBAHASAN 

Kedudukan Hakim.


Dalam sistem hukum Indonesia, terlihat bahwa hakim atau badan peradilan mempunyai peran yang penting dalam penemuan hukum melalui putusan-putusannya, yang pada akhirnya penemuan hukum oleh hakim akan membentuk hukum baru yang kekuatanyya setara dengan undang-undang yang dibuat oleh pembentuk undang-undnag, dan jika putusan tersebut di ikuti oleh hakim-hakim selanjutnya, akan menjadi yurisprudensi, yang sudah barang tentu mempengaruhi cara pikir maupun cara pandang hakim lain dalam mengadili dan memutuskan perkara yang sama atau hampir sama.[1]

Setiap undang-undang bersifat statis dan tidak dapat mengikuti perkembangan masyarakat, sehingga menimbulkan ruang kososng yang perlu diisi. Tugas mengisi ruang kosong itulah, dibebankan kepada para hakim dengan melakukan penemuan hukum melalui metode penafsiran dengan syarat dalam menjalankan tugasnya para hakim tidak boleh bersikap sewenang-wenang.

Hakim tidak saja dituntut untuk memahami hukum yang telah di positifkan, tetapi lebih dari sekadar itu hakim harus pula memahami makna yang terkandung di balik hukum yang telah di positifkan tersebut (asas, nilai-nilai dan lain-lain). Seorang hakim harus sadar akan ideologi dan subjektivitasnya sendiri, sehingga keduanya tidak akan mengintervensi proses interpretasi.

Dalam pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, yang menentukan bahwa:

“Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”. Selanjutnya dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan:

“Ketentuan ini dimaksudkan agar putusan hakim dan hakim konstitusi sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat”.

Dari ketentuan di atas, tersirat secara juridis maupun filososfis, hakim mempunyai kewajiban atau hak untuk melakukan penemuan hukum agar putusan yang diambilnya dapat sesuai dengan hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat. Selanjutnya, jika dimaknai lebih lanjut, maka ketentuan pasal 5 ayat (1) ini dapat diartikan bahwa oleh karena hakim merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, maka hakim harus terjun ketengah-tengah masyarakat untuk mengenal, merasakan, dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian, hakim akan dapat memberikan putusan yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.[2]

Hakim harus mencoba untuk berpikir Transenden, Kritis, dan Progresif yaitu, Transenden berarti optimalisasi nurani dalam melakukan penafsiran, kritis adalah penggunaan nalar namun tidak bersifat ‘take for granted’, progresif adalah upaya untuk terus menemukan makna-makna baru dan tidak terbelenggu oleh makna absolut. Undang-undang bagi seorang hakim hanyalah teks yang belum selesai dan bukan sebuah teks yang sudah final.[3]

Penafsiran Hukum.


Menurut R. Soeroso, S.H. penafsiran atau interpretasi peraturan undang-undang ialah mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-dalil yang tercantum dalam undang-undang sesuai dengan yang dikehendaki serta yang dimaksud oleh pembuat undang-undang.[4]

Penafsiran hukum memiliki arti sebagai suatu kesimpulan dalam usaha memberikan penjelasan atau pengertian atas suatu kata atau istilah yang kurang jelas maksudnya, sehingga orang lain dapat memahaminya.

Tujuan utama dari penafsiran atau penemuan hukum adalah menjelaskan maksud sebenarnya dari para pihak atau merupakan suatu kewajiban memberikan penjelasan mengenai maksud para pihak seperti dinyatakan dalam kata-kata yang digunakan oleh para pihak dilihat dari keadaan-keadaan yang mengelilinginya.

Untuk menjamin kepastian hukum harus ada kodifikasi, yaitu usaha untuk membukukan peraturan-peraturan yang tertulis yang masih berserakan ke dalam suatu buku secara sistematis. Dengan maksud untuk meniadakan hukum yang berada diluar kitab undang-undang dengan bertujuan untuk mewujudkan agar dapat kepastian hukum sebanyak-banyaknya dalam masyarakat. Walaupun kodifikasi telah mengatur selengkap-lengkapnya, namun tetap saja kurang sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan karena undang-undang senantiasa tertinggal dari perkembangan sosial.

Karena terjadi perubahan nilai-nilai sosial yang dapat menggeser nilai-nilai hukum yang ada dalam masyarakat sehingga suatu kodifikasi yang dibuat pada suatu zaman, tidak lagi dapat meliputi seluruh kehidupan sosial di kemudian hari. Akibatnya timbul ketentuan-ketentuan hukum baru yang berada di luar kodifikasi atau terdapat perkembangan hukum yang baru di luar sistem resmi yang menjadi tata hukum nasional. Dengan tidak sempurnanya kodifikasi hukum tersebut maka tidak jarang hakim melakukan penemuan nilai-nilai hukum yang hidup di kalangan masyarakat.

Di samping itu, hakim juga melakukan penafsiran-penafsiran hukum (interpretasi hukum) dalam menyelesaikan suatu perkara yang dihadapinya, khususnya dalam hal ketentuan undang-undang yang sudah ketinggalan zaman dan ketentuan undang-undang yang memakai istilah-istilah yang tidak jelas atau yang dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda.[5]

Macam-Macam Penafsiran Hukum.


Supaya dapat mencapai kehendak dan maksud pembuat undang-undang serta dapat menjalankan undang-undang sesuai dengan kenyataan sosial maka hakim dapat menggunakan beberapa cara penafsiran antara lain sebagai berikut.

1. Penafsiran Gramatikal.

Yaitu cara penafsiran berdasarkan pada bunyi ketentuan undang-undang, dengan berpedoman pada arti perkataan-perkataan dalam hubungannya satu sama lain dalam kalimat-kalimat yang dipakai oleh undang-undang, yang dianut adalah semata-mata arti perkataan menurut tata bahasa atau menurut kebiasaan, yakni arti dalam pemakaian sehari-hari.[6]

2. Penafsiran Autentik.

Yaitu penafsiran yang pasti terhadap arti kata-kata itu sebagaimana yang diberikan oleh pembentuk undang-undang.[7]

3. Penafsiran Sistematis.

Yaitu penafsiran menilik susunan yang berhubungan dengan bunyi pasal-pasal lainnya baik dalam undang-undang itu maupun dengan undang-undang yang lain.[8]

4. Penafsiran Nasional.

Yaitu menilik sesuai tidaknya dengan sistem hukum yang berlaku misalnya hak-milik pasal 570 KUHS sekarang harus ditafsirkan menurut hak-milik sistem hukum Indonesia (Pancasila).[9]

5. Penafsiran Sosiologis.

Yaitu penafsiran dengan mengingat maksud dan tujuan undang-undang itu. Ini penting disebabkan kebutuhan-kebutuhan berubah menurut masa sedangkan bunyi undang-undang tetap sama saja.[10]

6. Penafsiran Ekstensif.

Yaitu penafsiran dengan memperluas arti kata-kata dalam peraturan itu sehingga sesuatu peristiwa dapat dimasukkannya.[11]

7. Penafsiran Restriktif.

Yaitu penafsiran dengan membatasi (mempersempit) arti kata-kata dalam peraturan itu.[12]

8. Penafsiran Analogis.

Yaitu penafsiran pada sesuatu peraturan hukum dengan memberi ibarat (kiyas) pada kata-kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya, sehingga sesuatu peristiwa yang sebenarnya tidak dapat dimasukkan, lalu dianggap sesuai dengan bunyi peraturan tersebut.[13]

9. Penafsiran a Contrario.

Yaitu penafsiran undang-undang yang didasarkan pada perlawanan pengertian antara soal yang dihadapi dan soal yang diatur dalam suatu pasal undang-undang. Dengan berdasarkan perlawanan pengertian itu ditarik kesimpulan, bahwa soal yang dihadapi itu tidak diliputi oleh pasal yang termaksud atau dengan kata lain berada diluar pasal tersebut.[14]

10. Penafsiran Historis.

Yaitu penafsiran denganmelihat sejarah terjadinya suatu undang-undang itu dibuat. Tiap ketentuan perundang undangan mempunyai sejarah tersendiri dan dengan sejarah pembentukan undang-undang itu, hakim dapat meneliti dan mempelajari maksud dari pembuatan undang-undang.[15]


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan.

Jadi dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa. Hakim memiliki peran penting dalam penemuan hukum melalui putusan-putusannya. Tugas para hakim melakukan penemuan hukum melalui metode penafsiran. Hakim mempunyai kewajiban atau hak untuk melakukan penemuan hukum agar putusan yang diambilnya dapat sesuai dengan hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat.

Penafsiran hukum memiliki arti sebagai suatu kesimpulan dalam usaha memberikan penjelasan atau pengertian atas suatu kata atau istilah yang kurang jelas maksudnya, sehingga orang lain dapat memahaminya.

Tujuan utama dari penafsiran hukum adalah menjelaskan maksud sebenarnya dari para pihak atau merupakan suatu kewajiban memberikan penjelasan mengenai maksud para pihak seperti dinyatakan dalam kata-kata yang digunakan oleh para pihak dilihat dari keadaan-keadaan yang mengelilinginya.

Dan ada beberapa metode penafsiran hukum yang dapat digunakan, yaitu: Penafsiran Gramatikal, Autentik, Sistematis, Nasional, Sosiologis, Ekstensif, Restriktif, Analogis, a Contrario, dan Historis

B. Kritik dan Saran.

Penulis yakin dalam pembuatan makalah Metode Penemuan Hakim dan Macam-macam penemuannya masih ada banyak kekurangan dan kesalahan oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca khususnya berupa penambahan wawasan tentang Penemuan hukum.

Kami hanya manusia biasa yang tidak terlepas dari kekurangan, maka dari itu kami mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan maupun yang lain.


DAFTAR PUSTAKA.

  • Arrasjid, Chainur. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. 2008.
  • Freddy Susanto, Anton. Semiotika Hukum. Bandung: PT Refika Aditama. 2005.
  • Kansil. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Balai Pustaka. 2008.
  • Rifai, Ahmad. Penemuan Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. 2011.
  • Soeroso, R. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. 2011


  1. Ahmad Rifai, PENEMUAN HUKUM, (Jakarta:Sinar Grafika, 2011), hlm. 24.
  2. Ibid. hlm 27.
  3. Anthon Freddy Susanto, SEMIOTIKA HUKUM, (Bandung:PT Refika Aditama, 2005), hlm. 152.
  4. R. Soeroso, PENGANTAR ILMU HUKUM, (Jakarta:Sinar Grafika, 2011), hlm. 97.
  5. Chainur Arrasjid, DASAR-DASAR ILMU HUKUM, (Jakarta:Sinar Grafika,2008), hlm.86-87.
  6. Kansil, PENGANTAR ILMU HUKUM,(Jakarta:Balai Pustaka,2008), hlm. 37.
  7. Ibid, hlm. 38.
  8. Ibid, hlm. 39.
  9. Ibid.
  10. Ibid.
  11. Ibid.
  12. Ibid.
  13. Ibid.
  14. Ibid.
  15. Chainur Arrasjid, op.cit., hlm. 90. 

Penulis Makalah Metode Penemuan Hakim dan Macam-macam penemuannya:
Delivia Ismiyati (141410000427)
Muslikhati (141410000403)
Tajul Arifin (141410000389)

Post a Comment

Silahkan di Share kalau dianggap bermanfaat

 
Top